Ancaman Serangan Siber Mengintai, Keamanan Digital Perbankan Harus Ditingkatkan

Selasa, 09 November 2021 – 19:10 WIB
Diskusi bertema 'Indonesia Darurat Kejahatan Siber: Bagaimana Perbankan Bersiap Sedia Untuk Menanggapi Serangan Siber?', Selasa, (9/11). Foto tangkapan layar

jpnn.com, JAKARTA - Ancaman serangan siber di sektor perbankan menjadi perhatian khusus, terutama bagi nasabah.

Hal ini seiring dengan perkembangan digital yang begitu cepat, sehingga memicu peningkatan kejahatan siber (cyber crime) di perbankan.

BACA JUGA: Waspada! Penyakit Terselubung di Balik Gusi Berdarah

Tercatat ada 5.000 laporan pengaduan tindakan penipuan (fraud) yang masuk ke website Kemkominfo setiap minggunya.

Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Pratama Persadha mengatakan, perkembangan kejahatan siber (cyber crime) juga membawa ancaman ke dunia perbankan.

BACA JUGA: Pupuk Kaltim Buka Kembali PAC Batch 5 dan PAC MAKMUR 2021

"Ketika industry perbankan terus berkembang, begitu juga dengan malware,” ujar Pratama Persadha dalam diskusi 'Indonesia Darurat Kejahatan Siber: Bagaimana Perbankan Bersiap Sedia Untuk Menanggapi Serangan Siber?', Selasa, (9/11).

Perilaku dan kesadaran nasabah serta pegawai bank menjadi hal penting, karena bank pada dasarnya perlu menemukan cara untuk melindungi nasabah, serta pegawai dari diri mereka sendiri.

BACA JUGA: Wow! Bitcoin Nyaris Sentuh Rp1 Miliar

Oleh karena itu, perbankan serta nasabah harus memahami dan mengenali apa saja bentuk penipuan digital yang marak terjadi untuk meminimalisir risiko kerugian bahkan menghindarinya.

“Karena kurangnya pengetahuan, misalnya nasabah dapat dengan mudah masuk ke aplikasi perbankan melalui jaringan yang tidak aman atau mengunduh aplikasi pihak ketiga, bahkan mengklik sembarangan email phising,” ucapnya.

Sementara itu, Henrico Perkasa selaku Department Head Security Technologies and Services Q2 Technologies mengungkapkan, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan setiap perusahaan ketika ingin mulai meningkatkan keamanan digital.

Langkah pertama adalah memahami lingkup divisi yang ingin ditingkatkan keamanannya.

"Kemudian, kita lakukan penetapan kebijakan policy terhadap IT, konfigurasi diperangkat IT dan batasan apa saja yang perlu dipantau," paparnya.

Pada poin ini, IBM Security QRadar menawarkan beberapa konfigurasi yang beragam dan siap digunakan oleh setiap peusahaan.

Sehingga produk ini sesuai bagi mereka yang baru akan memulai memperkuat keamanan digital. Ia juga mengingatkan agar perawatan konfigurasi selalu dilakukan secara berkala pada sistem keamanan digital.

Dengan demikian, kasus kejahatan siber bisa diminimalisir.

Untuk langkah ke depan, Q2 Technology menyarankan agar setiap perusahaan sudah memiliki incident response plan jika terjadi kejahatan siber.

Selain itu, investasi pada teknologi automatisasi seperti machine learning dan artificial intelligence juga dibutuhkan agar tetap relevan di masa digital.

Didiskusi yang sama, Dept. Head Information Security Division PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) Irfan Syukur menyatakan ada lima kategori ancaman siber utama (cyber crime) dalam industri perbankan saat ini, yakni Mobile Devices, Digital Connectivity, Malware, Partnership dan API.

Pertama, mobile devices yang saat ini telah banyak dipergunakan seperti untuk sistem pembayaran dan lainnya.

Meningkatnya jumlah dan jenis perangkat mobile dapat meningkatkan risiko serangan siber.

“Kedua, konektivitas digital dari peningkatan eksposur data penting melalui adopsi sistem digital dan interkonektivitas,” tambahnya.

Ketiga, malware, kecanggihan semakin mudah diakses dan otomatis melampaui kemampuan pertahanan saat ini.

Keempat, API, penggunaan vendor pihak ketiga yang menimbulkan risiko di luar kendali langsung.

“Dan kelima, kemitraan melalui konvergensi cyber komersial dan pemerintah,” ungkapnya.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler