Ancamanan AS Atas CPO Dinilai Hanya Politik Dagang

Rabu, 29 Februari 2012 – 16:40 WIB
JAKARTA - Peneliti pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Aris Yunanto mengatakan ditolaknya Crude Palm Oil (CPO) asal Indonesia oleh Amerika Serikat (AS) sejak 28 Januari 2012, murni urusan politik dagang. Tudingan bahwa CPO Indonesia dan proses produksi turunnya masih dianggap tidak memenuhi standar lingkungan, menurut Aris sama sekali tidak terbukti.

"Penolakan tersebut murni urusan politik dagang. Kalau disebut-sebut kebun sawit sebagai perusak lingkungan, itu masih sangat abu-abu. Isu utamanya, ini menyangkut terancamnya petani minyak kedelai dan minyak bunga matahari produksi Amerika Serikat," kata Aris Yunanto, dalam diskusi bertema "Prospek dan Tantangan Industri Sawit 2012", di press room DPR, gedung Nusantara III, Senayan Jakarta, Rabu (29/2).

Jika isu sawit yang dikaitkan dengan isu lingkungan ini dinilai AS tidak efektif untuk menghambat ekspor CPO Indonesia, menurut Aris, sebentar lagi kita akan diserang dengan isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang terjadi di Mesuji, Lampung.

"Kalau isu sawit dikaitkan dengan lingkungan tidak efektif, sebentar lagi Amerika Serikat menyerang Indonesia dengan isu pelanggaran HAM berat yang terjadi di Mesuji, Lampung dan daerah lainnya," ungkap dosen UI itu.

Padahal merujuk pada hasil lobi Komisi Minyak Sawit Indonesia (KMSI) ke negara-negara Australia dan Eropah termasuk AS tidak mempermasalahkan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) sebagai standar pengelolaan CPO yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.

"KMSI bahkan pernah berdebat dengan Senator dan ahli lingkungan AS untuk membuktikan CPO Indonesia sangat ramah lingkungan. Seluruh tuduhan Amerika Serikat dapat dipatahkan. Kini tinggal politik perdagangan yang harus dijadikan amunisi negosiasi kita," ungkap Aris Yunanto.

Tapi dari sisi peringkat dan prioritas ekspor, menurut Aris sesungguhnya Amerika Serikat tidak begitu penting dan strategis dibanding India dan China serta Eropa.

"Sebagai salah satu negara tujuan ekspor CPO Indonesia, Amerika Serikat berada pada urutan ke-16. Kenapa kita harus takut dengan ancaman penolakan CPO Indonesia masuk Amerika Serikat. Ketakutan kita sesungguhnya bukti dari politik dagang kita yang amburadul," tegasnya.

Jika dilihat secara politik dagang, ditolaknya CPO Indonesia masuk AS intinya untuk menyelamatkan petani produsen minyak kedelai dan minyak bunga matahari AS.

"Produktivitas minyak kedelai dan minyak kanola hanya 0,43 ton dan o,75 ton per hektarnya. Sementara produktivitas kelapa sawit mencapai 3,65 ton per hektar. Kondisi ini semakin menekan pasar minyak nabati produk AS oleh minyak kelapa sawit," ujarnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BTN Siap Salurkan 16 Ribu Unit Rumah FLPP

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler