jpnn.com - JAKARTA - Calon presiden dari PDIP Joko Widodo diingatkan untuk mengusut tuntas kasus-kasus pelanggaran HAM yang masih terbengkalai jika terpilih nanti. Termasuk, kasus penyerangan terhadap markas PDI di Jakarta pada tanggal 27 Juli 1996 atau yang kondang dengan sebutan Kudatuli.
Kadiv Pemantauan Impunitas Kontras, Muhamad Daud Bereuh menegaskan bahwa seorang presiden memiliki kewajiban untuk menyelesaikan setiap kasus pelanggaran HAM berat. Karena itu jika Jokowi menjadi presiden, maka penyelesaian kasus Kudatuli otomatis menjadi tanggungannya.
BACA JUGA: Kampanye Caleg Rawan Pakai Isu SARA
"Kasus-kasus tersebut adalah tanggung jawab konstitusi. Yang sudah menjadi kewajiban presiden untuk menuntaskannya," kata Daud saat dihubungi di Jakarta, Jumat (14/3).
Seperti diketahui, pada tanggal 27 Juli 1996 terjadi penyerangan terhadap kantor PDI yang terletak di Jalan Diponegoro 58, Jakarta Pusat, yang pada saat itu masih dikuasai oleh pendukung Megawati Soekarnoputri. Penyerangan dilakukan oleh pendukung Ketua Umum PDI versi kongres Medan, Soerjadi dengan dibantu oknum aparat. Akibat peristiwa itu, lima orang tewas, 149 luka-luka, dan 136 ditahan.
BACA JUGA: KPK Incar Tersangka Lain di Kasus Korupsi Perpustakaan UI
Sampai sekarang belum jelas siapa dalang yang berada di belakang penyerangan tersebut. Bahkan, saat Megawati yang notabene merupakan korban menjadi Presiden RI menggantikan Abdurrahman Wahid, penyelesaian kasus itu tidak mengalami kemajuan berarti.
Dihubungi terpisah, Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila mengatakan, penyelesaian sebuah kasus sangat bergantung pada sikap pemerintah. Tanpa political will pemerintah untuk menyelesaikan, maka dipastikan sebuah kasus Kudatuli akan terus terbengkalai.
BACA JUGA: Anis-Pramono Duet Ideal Capres Sipil-Militer
"Jadi buat Komnas HAM kalau Jokowi atau siapa pun yang nanti menang pemilu mau membongkar kasus pelanggaran HAM ya bagus itu suatu kemajuan," katanya. (dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kesempatan Untuk Jokowi Belum Tentu Datang Dua Kali
Redaktur : Tim Redaksi