jpnn.com - JAKARTA - "Politik dinasti itu adalah politik yang diperoleh karena hubungan darah, karena hubungan kekeluargaan. Dalam hubungan tersebut ada pihak yang sedang berkuasa, itu dasarnya."
Itu pendapat dari Guru Besar Ilmu Politik di UIN Saiful Mujani, dalam wawancara yang tayang di YouTube Mata Najwa.
BACA JUGA: Selamat Datang, Nak! Majunya Gibran Berpotensi Membuat Bangsa Retak
Menurut Saiful, politik dinasti terlihat sejak Gibran Rakabuming Raka menjadi Wali Kota Surakarta atau Solo, sebab tak bisa dipisahkan fakta bahwa Gibran merupakan anak sulung Presiden Jokowi.
"Dalam proses Gibran menjadi wali kota saja contohnya, dia hampir tidak menemukan lawan. Saya dengar, lawannya pun itu sengaja dibuat, karena tidak ada orang yang mau bersaing dengan Gibran," ujar pria pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) itu.
BACA JUGA: Ditanya Masih Jadi Kader PDIP, Gibran Cuma Bilang Nanti
Saiful memandang terpilihnya Gibran sebagai Wali Kota Surakarta tak terlepas dari nilai politiknya sebagai anak seorang presiden.
BACA JUGA: Jokowi Punya Reputasi, Semoga Berhitung soal Efek Negatif Politik Dinasti
Hal ini pun sama dengan yang terjadi saat Kaesang Pangarep menjadi Ketua Umum PSI dalam hitungan hari saja.
"Kalau bukan anak Jokowi, maaf, ya sama Kaesang, bukan saya merendahkan Anda. Namun, faktanya begitu," ujar Saiful.
Menurutnya politik dinasti tak bakal terjadi bila ada kontrol yang dilakukan, terutama dari Presiden Jokowi.
Saiful menilai Jokowi seharusnya bisa mencegah munculnya politik dinasti jika peduli terhadap demokrasi.
"Seharusnya, normalnya, kalau dia (Jokowi) fokus dengan demokrasi, 'tunggu papa pensiun jadi presiden, silakan nanti maju'," katanya.
Jika Jokowi mengatakan itu, maka terjadi pendidikan dan budaya politik yang baik untuk demokrasi Indonesia.
"Namun, mungkin itu harapan saya yang terlalu tinggi terhadap seorang Pak Jokowi. Terhadap seorang Gibran, Kaesang, itu harapan terlalu tinggi," ujar Saiful. (*/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Mufthia Ridwan