jpnn.com - KOMISI Penyiaran Indonesia (KPI) telah merilis sepuluh program siaran yang paling banyak mendapatkan aduan dari masyarakat, serta sepuluh program siaran yang paling banyak mendapatkan sanksi dari KPI baik berupa teguran administratif ataupun penghentian program sepanjang 2014 ini.
Karenanya program-program tersebut dinilai tidak layak untuk ditonton oleh masyarakat Indonesia. Hal ini diungkapkan KPI sebagai bahan evaluasi atas tayangan program televisi selama setahun dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2014 yang dilaksanakan di Gedung Bapeten, Jakarta Pusat, Selasa (23/12).
BACA JUGA: Kita Akan Bangkitkan Garuda
Berikut hasil wawancara wartawan JPNN.com, Vania Rahmayanti dengan Ketua KPI, Judhariksawan.
Bagaimana keadaan penyiaran di Indonesia saat ini?
BACA JUGA: Kasihan Honorer Sudah Lama Mengabdi
Ya jadi secara umum kita menemukan ada lembaga penyiaran yang mulai menyiarkan program-program yang baik dan bermanfaat, juga secara filosofi dan misi yang dibangun sesuai dengan apa yang kita inginkan. Tetapi juga di balik itu masih banyak juga program-program yang disiarkan televisi lain yang kurang bermanfaat, terbukti dengan banyaknya lembaga penyiaran yang diberikan sanksi.
Selain sanksi, yang lain juga aduan masyarakat. Oleh karena itu di 2014 kami katakan bahwa belum seratus persen lembaga penyiaran kita sesuai dengan harapan, tujuan UU penyiaran dan fugsinya sebagai fungsi penyiaran, itu belum. Sehingga kita berharap di 2015 mereka bisa memperbaiki diri.
BACA JUGA: Guru Jadi Kunci Penerapan Kurikulum
Tadi disebutkan banyak program televisi yang telah mendapat teguran, bisa disebutkan televisi apa saja yang selama 2014 ini melakukan pelanggaran?
Rekapitulasi jumlah sanksi periode Januari - Desember 2014, di antaranya:
RCTI 26 sanksi
Trans TV 25 sanksi
SCTV 23 sanksi
ANTV 19 sanksi
Trans7 17 sanksi
MNC TV 16 sanksi
Indosiar 14 sanksi
TV One 12 sanksi
Global TV 12 sanksi
Metro TV 9 sanksi
TVRI 4 sanksi
Net TV 1 sanksi
Rincian program terbanyak pelanggaraan: Yuk Keep Smile (Trans TV), Dahsyat (RCTI), Pesbukers (ANTV), D'Terong Show (Indosiar), Ganteng-Ganteng Serigala (SCTV), Oh Ternyata The Merindings (Trans TV), Halo Selebriti (SCTV), Mata Lelaki (Trans7), Masih Dunia Lain (Trans7), Kuis Kebangsaan (RCTI), Kuis Indonesia Cerdas (Global TV).
Pelanggaran yang dilakukan biasanya berupa apa?
Jenis pelanggaran terbanyak itu netralitas lembaga penyiaran, pemanfaatan untuk kepentingan pemilik dan kelompoknya, kekerasan, pornografi, kata-kata kasar, merendahkan martabat manusia, privasi, perlindungan anak dan remaja, klasifikasi program siaran, iklan rokok.
Terkait itu bagaimana menampung aspirasi masyarakat untuk memperbaiki dunia penyiaran itu sendiri?
Jadi metodenya kami punya sarana untuk pengaduan, bisa melalui telepon, sms, email, twitter, nah mekanismenya setiap aduan masyarakat dan masukan tersebut kita coba perhatikan untuk kita bahas di dalam rapat pleno KPI. Untuk menjadi kebijakan KPI dalam melaksanakan tugas dan fungsinya kita mengeluarkan berbagai teguran dan peringatan tertulis.
Tapi apakah mempan?
Terkait dengan efek jera, memang kami mengakui ada persoalan di regulasi. UU Penyiaran sesungguhnya mendesain KPI cukup bagus, harapan masyarakat kepada KPI itu ekspestasinya sangat besar. Tapi karena dalam perjalanan regulasi, saya menyebutnya anomali hukum sehingga posisi KPI itu agak sedikit terbonsai kewenangan-kewenangannya yang mengganggu dari sifat atau tujuan untuk mencapai efek jera tadi.
Contohnya seperti apa?
Ya seperti izin, itu kan seharusnya diberikan negara melalui KPI, tapi kata negara ini dinegasikan jadi kata menteri sehingga lembaga penyiaran yang notabene itu lebih khawatir terhadap izin, mereka tentu saja lebih khawatir jika izin itu dicabut, sementara KPI tidak diberikan kewenangan untuk pencabutan izin.
Jadi sikap KPI yang terkesan banyak menegur tanpa berbuat banyak itu karena tidak mendapat kewenangan?
Iya. Jadi kemarin itu untuk pertama kalinya KPI mengeluarkan rekomendasi untuk pencabutan izin kepada kementerian kominfo tapi itu tidak dilakukan karena bukan kewenangan KPI. Seandainya KPI tidak dinegasikan oleh anomali hukum tadi, artinya jika UU Penyiaran itu memang dijalankan sebagaimana seharusnya, maka pandangan masyarakat tidak akan seperti sekarang. Andai saja KPI memiliki kekuatan seperti KPK yang memberantas korupsi, orang berekspestasi KPK mampu, dan ini orang ekspestasi soal penyiaran pasti KPI tapi ternyata KPI tak memiliki kekuatan.
Apa yang akan dilakukan KPI saat ini?
Revisi UU Penyiaran yang akan datang untuk mengembalikan posisi KPI sebagaimana mestinya.
Terkait revisi UU Penyiaran itu sudah sejauh mana?
KPI sudah menyampaikan harapannya itu sejak tahun 2010 karena waktu itu ada rencana untuk melakukan revisi terbatas UU Penyiaran, tetapi ternyata sampai sekarang UU itu tidak selesai. Ditambah pergantian anggota DPR berarti harus mulai dari awal lagi. Sekarang akan kita kawal untuk revisi UU Penyiaran.
Melalui revisi tersebut, poin apa saja yang diharapkan KPI akan berubah?
Paling pokok adalah sesuai UU Penyiaran No 32 bahwa dia adalah lembaga yang kuat, dia memiliki kewenangan utuh, tidak dipotong kiri kanan, tidak hanya menjadi pengawas sisi siaran, kita berharap itu. Kemudian ada persoalan jenis sanksi yang belum diperjelas, misalnya sanksi denda, di UU ada sanksi denda administratif, itu dalam UU kita sulit diterapkan karena tidak jelas sehingga kita harap itu bisa diperjelas di UU Penyiaran yang baru. (mg1/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Saya Ingin Tarik Napas Dulu
Redaktur : Tim Redaksi