jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin menilai percepatan penerapan kebijakan penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang dicampur dengan CPO (Crude Palm Oil) sebesar 35 persen atau bahkan 40 persen (B-35 dan B-40) berpeluang besar untuk meningkatkan daya serap produk kelapa sawit dalam negeri.
Selain itu, menurut Andi Akmal, akan mendorong terciptanya stabilitas harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di tingkat petani.
BACA JUGA: Minyak Dunia Turun, Tolong Harga BBM Subsidi Jangan Dipaksa Naik
Akmal mengatakan pada saat harga minyak goreng naik bahkan sempat terjadi kelangkaan, kondisi itu terjadi karena realisasi ekspor jauh lebih besar disebabkan harga CPO di luar negeri jauh lebih bagus dibandingkan di dalam negeri.
Pemerintah tidak serta merta dapat mengendalikan tata niaga sawit ini karena memang kondisi ini merupakan bagian dari hukum ekonomi sehingga pemerintah memperbaiki kebijakan dengan harapan dapat membantu menurunkan harga minyak goreng.
BACA JUGA: Pria di Bengkalis Tenggelam Saat Melangsir Sawit, Sampai Malam Belum Ditemukan
Akan tetapi, muncul masalah lain dimana harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit justru anjlok di tingkat hulu petani.
Pada saat itu, lanjut Akmal, permasalahan utama dihadapi oleh petani swadaya karena tidak ada kepastian pembelian produk TBS mereka dibandingkan dengan petani plasma atau petani kemitraan.
BACA JUGA: Antam Manfaatkan Tandan Kosong Kelapa Sawit untuk Reklamasi
Akan tetapi, hari ini harga TBS sudah mulai merangkak naik, bahkan di sebagian wilayah Indonesia, harga TBS sudah berada diatas 1.500 per kg.
“Kita berharap harga TBS kembali ke harga di atas Rp 2.500 per Kg. Memang ada kebijakan-kebijakan yang perlu kita perbaiki dan itu sudah diperbaiki oleh pemerintah saat ini sehingga harga TBS bisa membaik lagi,” ucap legislator asal Sulawesi Selatan II ini.
Politikus PKS ini mengatakan, selama ini, sawit Indonesia diserap oleh pasar ekspor dan biodiesel atau B-30 persen untuk bahan bakar minyak.
Tantangan ke depan, kata Andi Akmal, bagaimana Indonesia dapat memperluas pasar ekspor CPO termasuk menghadapi kampanye negatif terhadap minyak sawit serta para pesaing-pesaing dari negara produsen minyak lainnya.
“Bagaimana ke depan dapat menaikkan kandungan CPO pada BBM atau biodiesel menjadi 35% bahkan 40% sehingga ada kepastian penyerapan dari produk TBS bagi petani dan pengusaha sawit Indonesia,” urai Akmal.
Sebagai anggota Komisi IV DPR RI, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera itu mengharapkan agar semua pihak bersama Pemerintah untuk lebih serius dalam menjaga sawit nasional mengingat kelapa sawit merupakan primadona Indonesia dan penopang ekonomi bangsa.
Pemerintah harus melindungi semua pihak, tidak hanya petani tetapi juga pelaku industri sehingga dampaknya dapat dirasakan secara bersama-sama oleh seluruh masyarakat Indonesia.
Dia juga menekankan pentingnya sosialisasi kelapa sawit untuk terus digencarkan dan massif karena kelapa sawit dan produk turunanya bukan hanya sekadar wacana bagi pelaku usaha dan masyarakat, tetapi dampaknya nyata dan dirasakan oleh semua pihak.
Sebab, produk turunan kelapa sawit sangat banyak dan bersentuhan langsung dengan kebutuhan masyarakat.
“Sosialisasi kepada masyarakat, kepada pengusaha, kepada asosiasi dan dunia usaha dapat lebih gencar dilakukan sampai terjadi sinerji yang baik sehingga jika ada masalah, dapat dicarikan solusi secara bersama-sama,” ujar Akmal.
Mantan anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan itu menjelaskan Indonesia merupakan negara penghasil sawit terbesar dunia sejak 2006 dengan luas area saat ini mencapai 16 juta hektare dengan produksi mencapai 44 juta ton bahkan mencapai 48 juta ton.
Pria kelahiran Bone ini menambahkan Potensi kelapa sawit Indonesia masih akan terus bertumbuh dan berkembang melalui dukungan Pemerintah maupun berbagai pihak.
“Peran strategis kelapa sawit sangat jelas. Total nilai ekspor kelapa sawit Indonesia mencapai US$17,36 miliar pada tahun 2020.
Angka tersebut memberikan kontribusi sebesar 53,46% dari total nilai ekspor kelapa sawit global yang mencapai US$32,48 miliar pada 2020,” ujar Andi Akmal Pasluddin.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari