jpnn.com, JAKARTA - Mata minus dan mata malas meningkat secara signifikan khususnya pada wilayah Asia, Amerika Serikat, dan juga secara global.
Kondisi ini sering terjadi pada anak di usia pertumbuhan dan masih duduk di bangku sekolah.
BACA JUGA: Cara Efektif Mengoreksi Penglihatan Mata Minus pada Anak
Fenomena kenaikan mata minus atau yang sekarang dikenal dengan Myopia Booming akan menjadi masalah yang serius pada masa depan anak sehingga perlu adanya myopia control management untuk mengatasi masalah tersebut.
Studi menunjukkan bahwa di Amerika Serikat, tingkat kenaikan mata minus pada orang dewasa telah meningkat dari 25 persen di tahun 1979 menjadi 41 persen di tahun 2004.
BACA JUGA: Selain Lasik, Ini Solusi Lebih Efisien Hilangkan Mata Minus pada Anak-anak
Beberapa penelitian yang lain mengindikasikan bahwa fenomena kenaikan mata minus ini kian meningkat hingga pada tahun 2016 telah mencapai 50 persen.
Kenaikan mata minus juga terjadi secara global pada wilayah Asia hingga mencapai 90 persen, tak terkecuali negara kita Indonesia.
BACA JUGA: David Da Silva, Dari Mata Minus Jadi Idola di Persebaya
Belum banyak yang mengetahui juga bahwa sudah diprediksikan oleh World Health Organization bahwa fenonema kenaikan mata minus ini akan meningkat hingga 50 persen, yang artinya setengah populasi dunia ini akan bermata minus.
Andri Agus Syah, OD, FPCO, FAAO selaku Dokter Optometri dan Praktisi Terapi Ortho-K di VIO Optical Clinic mengemukakan bahwa gangguan refraksi mata minus yang makin terjadi sejak pandemi kemarin bukan hanya membuat anak-anak menjadi ketergantungan dengan kacamata atau lensa kontak saja, tetapi kesehatan mata mereka menjadi punya risiko untuk mengalami kondisi yang serius seperti penyakit mata malas, katarak, glaukoma, degenerasi makula, dan ablasi retina.
“Anak-anak yang sedari kecil sudah menderita mata minus punya risiko besar untuk mengalami kenaikan ukuran secara progresif. Biasanya, kalau mata minusnya tidak terkoreksi dengan baik, anak-anak bisa mengalami mata malas. Akibatnya, terbentuklah kualitas penglihatan yang buruk karena otak hanya mengoptimalkan mata yang baik saja. Dan, memiliki risiko yang bisa menyebabkan kebutaan ketika terjadi sesuatu pada mata mereka,” kata Andri Agus Syah, Senin (24/10).
Mata minus dan mata malas adalah gangguan penglihatan yang umumnya sering dijumpai pada anak-anak. Tentu saja hal ini bisa menurunkan kualitas hidup anak, karena bisa menghambat mereka dalam beraktivitas, belajar, bahkan menggapai cita-cita yang mereka impikan.
Untuk saat ini, menurut Andri Agus, ada teknologi yang dinamakan dengan Myopia Control Management dan bahkan sudah hadir di Indonesia.
Myopia Control Management menggunakan Terapi Ortho-K yang berfungsi untuk memperlambat pertumbuhan mata minus anak.
“Terapi Ortho-K menggunakan metode lensa kontak RGP (Rigid Gas Permeable) yang dipakai pada malam hari, karena Terapi Ortho-K ini akan bekerja secara efektif untuk membentuk ulang kornea mata anak secara alami. Pada pagi harinya dan saat beraktivitas, penglihatan anak sudah kembali jernih,” Andri Agus Syah, OD, FPCO, FAAO selaku Dokter Optometri dan Praktisi Terapi Ortho-K di VIO Optical Clinic.
Sedangkan untuk mengoreksi mata malas atau yang dikenal dengan Amblyopia, anak-anak bisa menggunakan Terapi Mata Malas dengan berbagai metode tergantung dari kondisi mata anak itu sendiri.
Contohnya seperti menggunakan RGP (Rigid Gas Permeable) lens atau Hybrid lens. Penggunaan lensa kontak RGP dan Hybrid ini tentunya berbeda dari penggunaan softlens.
RGP dan Hybrid lens berfungsi untuk memaksimalkan dan menstimulasi saraf mata yang tadinya tidak berfungsi.
Andri Agus juga menambahkan dengan adanya teknologi Myopia Control Management di Indonesia ini diharapkan bisa membantu dan memaksimalkan penglihatan anak-anak sehingga bisa mencegah epidemi Myopia Booming.
Tingkat keberhasilan Myopia Control management dengan Terapi Ortho-K ini juga sudah mencapai 90 persen dan terbukti pada pasien di VIO Optical Clinic.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari