jpnn.com - SERANG - Ketua DPRD Provinsi Banten, Asep Rahmatullah menilai, kenaikan harga beras di Banten yang mencapai Rp 10 ribu hingga Rp 12 ribu per kilogram disinyalir karena ulah nakal kartel atau mafia beras. Pasalnya, Banten merupakan wilayah yang surplus dalam produksi beras.
Berdasarkan Angka Sementara (ASEM) 2013 BPS Provinsi Banten, capaian produksi padi sebesar 2.083.608 ton. Dengan jumlah penduduk Banten pada 2013 sebanyak 11.248.947 jiwa, maka kebutuhan konsumsi beras sebanyak 100,8 kg per kapita per tahun. Artinya akan diperoleh surplus beras di Banten pada tahun tersebut yang mencapai 75.483 ton.
BACA JUGA: Gempa 5,6 SR Getarkan Sulut
"Provinsi Banten catatan tiap tahunnya surplus atau menyumbang terhadap pangan nasional. Yang perlu kita cermati kondisi di pasar ini lah yang harus betul-betul bisa diantisipasi. Saya melihat dalam hal ini Bulog juga tidak mampu memetakan kondisi pasar," kata Asep dilansir Radar Banten (Grup JPNN.com), Minggu (1/3).
Asep menyesalkan, kenaikan harga beras di pasaran tidak berdampak positif terhadap petani. Hal itu, kata Asep, disebabkan para petani di Banten telah menjual hasil pertaniannya jauh sebelum panen tiba alias dengan sistem ijon.
BACA JUGA: Malu-maluin! Sarjana, Putus Cinta kok Bunuh Diri
"Nah ini berarti ada mekanisme pasar yang tidak mampu dideteksi oleh pemerintah," terangnya.
Lebih jauh Asep meminta Bulog dan Disperindag, rutin melakukan operasi pasar untuk menekan harga beras setiap waktunya.
BACA JUGA: Megawati Meninggal, Anjing Liar Dibasmi
"Ini ada penimbunan, ada mafia, yang dikuasai segelintir orang," pungkasnya.(wahyudin/radarbanten/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hujan 30 Menit, Dua Lokasi Banjir
Redaktur : Tim Redaksi