jpnn.com - JAKARTA – Batas waktu rekapitulasi suara hasil coblosan pemilu presiden (pilpres) 9 Juli lalu di tingkat desa/kelurahan yang dimulai sejak Kamis (10/7) telah berakhir Sabtu (12/7). Namun, kenyataannya hingga Minggu (13/7) masih banyak formulir C1 hasil scan yang belum diunggah ke laman resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU), termasuk dari tempat-tempat pemungutan suara (TPS) di DKI Jakarta.
Menurut Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), Girindra Sandino, lambatnya pengunggahan C1 ke situs tabulasi KPU merupakan hal ironis. Sebab, DKI Jakarta sebagai ibu kota negara memiliki segudang fasilitas memadai, terutama jaringan internet.
BACA JUGA: Ancam Mogok Angkut Sampah di DKI Jakarta
Girindra lantas mencontohkan C1 hasil coblosan di Pademangan, Jakarta Utara. Hingga pukul 12.00 WIB siang tadi, baru 67,43 persen hasil scan C1 yang sudah diunggah.
Sementara dari Cilandak, Jakarta Selatan justru di angka 4,75 persen, sedangkan Mampang Prapatan masih 11,98 persen.
BACA JUGA: Diguyur Hujan, Depok Macet Total
“Di daerah Jabodetabek lainnya lebih mengenaskan lagi. Misalnya di Bekasi daerah Tarumajaya 0.00 persen, Sukakarya 0,00 persen, Cikarang Selatan 0,00 persen, Serang Baru 0,00 persen, Kedung Waringin 0,00 persen, Cikarang Timur 0,00 persen, Babelan 0,00 persen, Tambun Utara 0,00 persen, Tambun Selatan 0,00 persen, Cibitung 0,00 persen, Cikarang Barat 0,00 persen, Cikarang Utara 0,00 persen dan Karang Bahagia 0.00 persen,” ujarnya di Jakarta, Minggu (13/7).
Menurut Girindra, KPU memang tidak bisa disanksi karena keterlambatan pengunggahan formulir C1 itu. Bahkan, lanjutnya, KPU juga tak berkewajiban memberikan penjelasan ke publik.
BACA JUGA: Selidiki Potensi Korban Lain di Luar JIS
Namun demikian Girindra mengingatkan agar persoalan itu segera diselesaikan. Sehingga, ke depan tidak terjadi lagi penumpukan masalah di tingkat rekapitulasi nasional seperti halnya pada pemilu legislatif April kemarin.
Selain itu, KIPP juga mendesak KPU segera mengklarifikasi kejanggalan-kejanggalan scan C1 yang dikirim melalui KPU kabupaten/kota. Jika memang menemukan ada kejanggalan, KPU disarankan segera berkoordinasi dengan Bawaslu RI maupun kepolisian.
Girindra lantas mengutup ketentuan di UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres. Dalam pasal 242 UU Pilpres disebutkan bahwa anggota KPU, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota dan PPK yang karena kelalaiannya mengakibatkan hilang atau berubahnya berita acara hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara dipidana, dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 bulan dan denda paling sedikit Rp 6.000.000, paling banyak 12.000.000. Hal tersebut jika ditemukan kesengajaan.
“Kemudian juga perlu diingat. Bahwa pada pasal 243 UU Pilpres diatur, setiap orang karena kelalaiannya menyebabkan hilang atau rusak berita acara pemungutan suara dan/atau sertifikat hasil penghitungan suara yang disegel dapat dipidana penjara paling sedikit 12 bulan, paling lama 60 bulan dan denda paling sedikit Rp 500 juta, paling banyak Rp 1 miliar,” katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... LPSK Minta Jangan Intimidasi Korban JIS
Redaktur : Tim Redaksi