Anggap Banding Demi Tutupi Malunya Denny

Bamsoet : Jangan Rampas Hak Napi Dengan Kebijakan Abal-Abal

Sabtu, 10 Maret 2012 – 12:01 WIB

JAKARTA - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, terus melontarkan kritikan atas upaya banding Kementrian Hukum dan HAM terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang membatalkan kebijakan moratorium remisi dan pembebasan bersyarat bagi napi korupsi dan terorisme. Sasaran kritik Bambang terutama ditujukan ke Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenhukham) Denny Indrayana.

Bambang menyayangkan Denny yang terus mendorong upaya banding, sementara Menhukham Amir Syamsuddin justru bisa menerima putusan PTUN. "Para terpidana yang terampas kemerdekaannya oleh kebijakan abal-abal itu bisa lapor polisi untuk menjerat Wamenhukham. Kalau Wamenkum-HAM merasa yakin bahwa kebijakan pengetatan remisi itu benar dan prosedural, pasti PTUN tidak akan mengalahkannya," ucap Bambang, Sabtu (10/3).

Ditegaskannya, keputusan PTUN itu merupakan pesan kepada penyelenggara pemerintahan agar tidak bertindak semena-mena. Bamsoet -sapaan Bambang Soesatyo- menilai kebijakan pengetatan remisi bagi terpidana korupsi merupakan tindakan semena-mena terhadap lebih dari 100 narapidana.

"Keputusan PTUN itu juga mengajarkan kepada Denny agar selalu menaati struktur perundang-undangan di negara ini. Menjadi pejabat tinggi negara tidak berarti boleh melanggar perundang-undangan," tegasnya.

Vokalis Golkar di DPR itu pun menganggap langkah banding hanya agar Denny tidak kehilangan muka karena malu. "Saya yakin bahwa Denny telah dipermalukan oleh keputusan PTUN itu. Makanya agar tidak kehilangan muka, dia berinisiatif mengajukan banding," pungkasnya.

Bambang juga mengakui bahwa upaya banding tetap sah-sah saja dilakukan. Namun ia juga mengingatkan agar proses banding tetap diawasi. "Jangan sampai ada intervensi penguasa," cetusnya.

Diberitakan sebelumnya, Rabu (7/3) lalu  majelis hakim PTUN Jakarta menganggap Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang pengetatan remisi dan PB itu telah menyalahi aturan. Majelis hakim PTUN yang diketuai Bambang Heriyanto menyatakan bahwa SK Menhukham yang dikeluarkan pada 16 November 2011 dan tiga keputusan lainnya tentang pembatalan remisi terhadap tujuh narapidana korupsi, telah menyalahi UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Gugatan itu diajukan oleh tujuh terpidana korupsi yakni Ahmad Hafiz Zawawi, Bobby  Suhardiman, Mulyono Subroto, Hesti Andi Tjahyanto, Agus Wijayanto Legowo, H Ibrahim, dan Hengky Baramuli. Para terpidana menunjuk Yusril Ihza Mahendra sebagai kuasa hukum untuk mengajukan gugatan.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Anas: Gantung Saya di Monas Kalau Korupsi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler