Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh menyampaikan, Indonesia yang memiliki kekayaan bahasa yang sebanyak itu artinya memiliki pengalaman yang memadai dalam mengelola kebahasaan. “Bisa juga diartikan bahwa Indonesia cukup banyak memiliki pakar bahasa yang memang kompeten dalam bidangnya,” ungkap Nuh dalam sambutan pembukkan Forum Keberagaman Bahasa ASEM di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (4/9).
Nuh menyebutkan, dari hasil penelitia yang sudah dilakukan diketahui bahwa Indonesia memiliki kurang lebih 743 bahasa. Dari jumlah tersebut, 442 bahasa sudah dipetakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Antara lain, 26 bahasa di Sumatera, 10 bahasa di Jawa dan Bali, 55 bahasa di Kalimantan, 58 bahasa di Sulawesi, 11 bahasa di NTB, 49 bahasa di NTT, 51 bahasa di Maluku dan 207 bahasa di Papua.
“Tapi tida menutup kemungkinan jumlah bahasa itu akan terus betambah karena hingga kini penelitian terus dilakukan dan belum selesai,” jelas Nuh.
Lebih jauh Nuh menambahkan, di antara 700-an bahasa tersebut terselip sebuah bahasa etnis yang sekarang sudah berubah fungsi dan perannya menjadi bahasa nasional yang merupakan lingua franca dan bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Selain bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, lanjut Nuh, terdapat bahasa-bahasa daerah yang digunakan oleh suku-suku bangsa di Indonesia, baik untuk brkomunikasi dalam ranah keluarga, maupun di kalangan intraetnis di daerah masing-masing. Dengan kata lain, bahasa tersebut merupakan representasi suku bangsa yang menjadi penuturnya.
“Dengan begitu, artinya setiap bahasa daerah di Indonesia sekurang-kurangnya mewakili satu komunitas budaya dan etnis dan keberagaman bahasa daerah di Indonesia serta mencerminkan keberagaman budaya,” tuturnya. (cha/jpnn)
= = =
Ajak Pilih Pemimpin Seiman, Marzuki Alie Dinilai Kotori Pilkada DKI
JAKARTA - Pernyataan Ketua DPR RI, Marzuki Alie yang meminta warga DKI Jakarta tidak memilih pemimpin kafir dinilai telah menciderai demokrasi. Pernyataan tersebut dinilai bertentangan dengan konstitusi.
"Pernyataan ini salah keliru fatal. Bertentangan dengan konstitusi, sumpah jabatan sebagai Ketua DPR," ujar aktivis HAM, Usman Hamid kepada wartawan dalam acara diskusi di RM Dapur Selera, Jalan DR Soepomo No.45, Jakarta Selatan, Selasa (4/9).
Usman mengatakan, Marzuki sebagai pemimpin para wakil rakyat tidak sepantasnya mengeluarkan pernyataan yang berpotensi memecah belah persatuan bangsa. Selain itu, pernyataan itu dikhawatirkan dapat menjadi preseden buruk dalam cara berdemokrasi di Indonesia.
Dengan mengedepankan isu SARA maka perdebatan substansial mengenai program serta visi misi kandidat pada Pilkada DKI 2012 akan terpinggirkan. Apabila penggunaan isu SARA ini terus ditolerir maka dikhwatirkan kualitas hasil pemilu akan semakin buruk dan membuat kesadaran berpolitik masyarakat semakin rendah.
"Mereka datang ke TPS, memberikan suara dengan harapan Jakarta lebih baik. Jangan kemudian dikecewakan dengan cara berpolitik yang kotor," kata mantan koordinator KONTRAS itu.
Lebih lanjut Usman menegaskan, bukan kali ini saja politisi partai Demokrat itu mengeluarkan pernyataan yang menciderai masyarakat. Oleh karenanya, Usman meragukan kapasitas Marzuki sebagai wakil rakyat.
"Kalau nggak mampu jadi negarawan ya mundur lah. Ini sudah berkali-kali, gimana sih saya nggak ngerti apa yang ada di pikirannya. Bukannya membela rakyat malah menyalahkan," tegasnya.
Kekecewaan senada juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC), Arif Nur Alam. Menurut Arif, pernyataan berbau SARA yang keluar dari mulut Marzuki telah mengkhianati masyarakat selaku pembayar pajak.
"Dia kan dibiayai oleh pembayar pajak yang berasal dari berbagai etnis dan agama. Pembayar pajak saja tidak pernah mempermasalahkan uang pajaknya digunakan oleh pejabat dari etnis dan agama apa," kata Arif.
Arif juga meminta agar Partai Demokrat untuk menegur kadernya itu. Pasalnya, Marzuki dinilai terlampau sering mengeluarkan pernyataan yang tidak pantas. "Sekalian dicopot kalau perlu, sudah terlalu sering," tegas Arif.
Sebelumya diberitakan, Ketua DPR Marzuki Alie dalam acara silaturahmi dengan anggota Fatayat NU menyerukan untuk tidak memilih pemimpin kafir. Menurutnya, syarat utama bagi umat muslim dalam memilih pemimpin adalah harus seiman.
"Islam sangat mendukung atau sejalan dengan demokrasi yang menjadi pilihan negara kita. Oleh karena itu Islam memberikan aturan, kalau tidak akan sesat. Termasuk memilih pemimpin," kata Marzuki di hadapan anggota Fatayat NU di Twin Plaza Hotel, Minggu (26/9). (dil/jpnn)
= = = =
JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengungkapkan, 10 persen dari sekitar 7000 bahasa yang ada di dunia, berkembang di Indonesia. Karenanya Nuh menyakini Indonesia memiliki pengalaman yang memadai dalam mengelola kebahasaan.
“Bisa juga diartikan bahwa Indonesia cukup banyak memiliki pakar bahasa yang memang kompeten dalam bidangnya,” ungkap Nuh saat menyampaikan pidato pembukaan pada Forum Keberagaman Bahasa Asia – Europe Meeting (ASEM) di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (4/9).
Di dalam forum yang dihadiri oleh ratusan pakar bahasa dunia tersebut, Nuh mengatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan diketahui bahwa Indonesia memiliki kurang lebih 743 bahasa. Dari jumlah tersebut, 442 bahasa sudah dipetakan oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
Dirincikannya, di Pulau Sumatera saja terdapat 26 bahasa. Jawa dan Bali (10 bahasa), Kalimanyan (55 bahasan), Sulawesi (58 bahasa), NTB (11 bahasa), NTT (49 bahasa), Maluku (51 bahasa) dan Papua (207 bahasa). “Tapi tidak menutup kemungkinan jumlah bahasa itu akan terus betambah karena hingga kini penelitian terus dilakukan dan belum selesai,” jelasnya.
Nuh menambahkan, di antara 700-an bahasa tersebut muncul sebuah bahasa etnis yang sekarang menjadi lingua franca (bahasa pengantar secara nasional) dan menjadi bahasa resmi. Selain Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, lanjut Nuh, terdapat bahasa-bahasa daerah yang digunakan oleh suku-suku bangsa di Indonesia, baik untuk berkomunikasi dalam ranah keluarga, maupun di kalangan intraetnis di daerah masing-masing. Dengan kata lain, bahasa tersebut merupakan representasi suku bangsa yang menjadi penuturnya.
“Dengan begitu, artinya setiap bahasa daerah di Indonesia sekurang-kurangnya mewakili satu komunitas budaya dan etnis dan keberagaman bahasa daerah di Indonesia serta mencerminkan keberagaman budaya,” tuturnya. (cha/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polisi Jadi Target Balas Dendam Teroris
Redaktur : Tim Redaksi