Anggap Mark Up Hambalang Tertinggi dalam Sejarah RI

Rizal Minta KPK Jerat Direktur Adhi Karya

Jumat, 04 Januari 2013 – 21:01 WIB
JAKARTA - Sejak mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Alifian Mallarangeng menjadi tersangka kasus dugaan korupsi di proyek Hambalang, sang adik, Rizal Mallarangeng  terus melontarkan tudingan ke pihak-pihak yang harusnya ikut bertanggung jawab. Kali ini Rizal menuding  Direktur Operasi I PT. Adhi Karya Tbk, Teuku Bagus sebagai pelaku korupsi yang sebenarnya dalam kasus Hambalang.

Menurut Rizal, Teuku yang dulunya Kepala Divisi Penanggungjawab kerjasama operasi (KSO) Adhi Karya dan Wijaya Karya (AW) melakukan penggelembugan harga (mark up) besar-besaran untuk mendapat anggaran tinggi dari Kemenpora. Celi -panggilan Rizal- mencontohkan, Adhi Karya bersama PT Dutasari Citralaras (DCL) menggelembungkan harga panel listrik Masjid Hambalang. Rizal menyebut harga panel yang harusnya hanya Rp 1,5 juta, digelembungkan hingga Rp 55 juta.

"Ini datanya kami dapat dari audit Investigasi BPK. KPK kalau mau usut, kan sudah ketahuan mark up-nya, penangungjawabnya. Dimulai dari situ ada Teuku Bagus, karena dia penanggungjawabnya. Harusnya dari pinggir-pinggirnya ini dulu yang diusut, yang lakukan mark up setinggi langit," ujar Rizal dalam jumpa persnya di Jakarta Pusat, Jumat (4/1).

Berdasarkan data dari BPK itu, kata Rizal, KSO Adhi-Wika bekerjasama dengan PT DCL yang menjadi subkontraktor pekerjaan mechanical dan electrical engineering Hambalang, mengantongi kontrak senilai Rp 295 miliar. Angka itu merupakan hasil mark up sehingga negara dirugikan hingga Rp 75 miliar rupiah.

Kejanggalan lainnya yang dilakukan PT Adhi Karya dan PT DCL, sebut Rizal, adalah pembayaran biaya mekanikal elektrik yang seharusnya dilakukan setelah konstruksi bangunan selesai. Namun PT DCL justru mendapat pembayaran di depan.

Setelah kontrak antara Kemenpora dengan KSO AW selesai dan dana telah dibayar oleh negara, konsorsium BUMN itu langsung membayar PT DCL sebesar Rp100 miliar untuk melaksanakan proyek. Tanda tangan kontrak antara pemerintah dengan KSO AW pun bermasalah dan tergesa-gesa. Sebab Rp 500 miliar dari total kontrak Rp1,2 triliun ternyata belum disetujui Komisi X DPR.

Namun Ketua Komisi X DPR, Mahyudin menandatanganinya. Lalu di tengah keganjilan itu, sambung Rizal, Kementerian Keuangan yang dalam proses pencairan biasanya sangat ketat, dalam hal dana Hambalang terkesan begitu lengah.

"Apakah ada orang berpengaruh di Komisi X atau di partai politik yang mendesak Menteri Keuangan Agus Martowardojo dan Dirjen Anggaran Anny Ratnawati untuk mendesak pencairan itu? Siapa tahu ada orang yang mendesak, membujuk, menkondisikan agar menteri keuangan dan dirjen anggaran untuk tidak menjalankan peraturannya. Kalau itu terjadi, sebuah keharusan untuk diinvestigasi," kata Rizal.

Politisi Golkar itu menyebut proyek Hambalang merupakan praktik korupsi dengan mark up tertinggi sepanjang sejarah Indonesia yang dilakukan oleh orang-orang penting pemilik kekuasaan. Karenanya Rizal juga mengapresiasi KPK yang sudah beberapa kali melakukan penggeledahan di Adhi Karya dan Wijaya Karya, serta beberapa subkontraktor.

Menurutnya, langkah itu sudah tepat untuk menelusuri keterlibatan pihak lain dalam kasus Hambalang. Di PT DCL, , Rizal menyebut ada nama Mahfud Suroso, Athiyah Laila dan Munadi Herlambang. "KPK sudah di jalan yang benar untuk mengusut kasus ini," pungkasnya.(flo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jenazah akan Dibawa Langsung ke Kramat Jati

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler