Anggap RUU Ormas Wajibkan Asas Tunggal

Direktur Kemendagri: Asas Islam Boleh Dicantumkan

Minggu, 31 Maret 2013 – 09:12 WIB
BANJAR – Tanda-tanda kemunculan rezim represif dan diktator akhir-akhir ini makin kentara. Hal ini seiring akan dibahasnya Rancangan Undang-Undang tentang Organisasi Masyarakat (RUU Ormas) yang di dalamnya banyak sekali pasal yang ambigu dan cenderung membungkam kebebasan masyarakat dalam berserikat dan berkumpul.

Hal ini terungkap dalam acara diskusi antar ormas Islam di Kantor HTI Banjar, Sabtu (30/3). Dalam forum ilmiah ini tampak hadir sejumlah tokoh ormas, seperti Front Pembela Islam (FPI), Syarikat Islam (SI), Muhammadiyah, Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Hasmy, Koalisi Peduli Ummat (KPU) dan lain-lain.

Dalam kesempatan tersebut, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) II Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Kota Banjar M Rio Setiyono SH menyatakan, RUU Ormas merupakan langkah mundur setelah gerakan reformasi tahun 1998. Kalau sampai RUU tersebut disahkan menjadi Undang-Undang, akan sangat menciderai semangat reformasi tersebut.

Peserta diskusi makin terbakar ketika mendengarkan pemaparan dari DPP HTI Ir Ibnu Aziz Fathoni MPdI tentang bahaya RUU tersebut. Peserta kemudian dengan tegas menyatakan penolakan diundangkannya RUU tersebut.

“RUU Ormas ini, apabila disahkan, tentu akan menjadi jalan legal pintu masuk kembalinya rezim yang telah berlaku represif ala Orde Baru,” tegas Aziz dalam orasinya.

Dalam RUU Ormas ini, terang Aziz, setiap ormas diwajibkan untuk mencantumkan Pancasila sebagai asas tunggal. Namun dia mengaku heran, karena parpol dan underbow parpol tidak diwajibkan untuk berasas tunggal.

Padahal, kata Aziz, berdasarkan pengalaman sejarah, pemaksaan asas tunggal sebagai asas ormas telah menyebabkan trauma berpanjangan bagi umat Islam, terutama di zaman rezim Orde Baru.

Dalam diskusi ini, Aziz juga menjelaskan, draf RUU Ormas akan membuat pemerintah sangat berkuasa terhadap ormas. Karena definisi ormas, kata dia, serba mencangkup semua kelompok di masyarakat. Seperti terlihat dalam pasal 61 ayat (6) yang menyatakan: “Ormas dilarang melakukan kegiatan, apabila tidak memiliki surat pengesahan badan hukum atau tidak terdaftar pada pemerintah.”

Dalam RUU Ormas ini dibahas pula larangan yang sifatnya multitafsir serta tolok ukur dan kriterianya tidak jelas. Termasuk larangan untuk menerima sumbangan berupa uang, barang ataupun jasa tanpa mencantumkan nama yang jelas. Karena itu dia yakin akan menjadi peluang untuk kembalinya rezim represif.

Sebelumnya, Staf Ahli Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Bidang Politik, Hukum, dan Hubungan Antarlembaga, Reydonnyzar Moenek, memastikan tujuan disusunnya RUU Ormas, bertujuan demi tertib administrasi.

Bukan untuk menghalangi warga negara berserikat dan berorganisasi, apalagi sampai membungkam demokrasi yang telah berjalan dengan baik.

Pria yang akrab disapa Donny ini dapat memastikan negara tidak mungkin kembali berlaku represif, mengingat zaman telah berubah.

Dimana di tengah keterbukaan dan era globalisasi yang ada, peran media massa juga sangat nyata memengaruhi sendi-sendi kehidupan masyarakat.

“Jadi tidak mungkin pemerintah bakal bersikap represif terhadap Ormas bila RUU ini nantinya disahkan,” ujar Pelaksana Harian Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri ini kepada wartawan, kemarin.

Sementara, Direktur III Ditjen Kesbangpol Kemendagri, Budi Prasetyo menjelaskan, menurut ketentuan RUU Ormas,  azas Islam tetap boleh dicantumkan bagi Ormas Islam dan praktek pendaftaran Ormas Islam selama ini tetap diterima.

Dalam draf RUU Ormas, di pasal 2 dinyatakan, "Asas Ormas adalah Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta dapat mencantumkan asas lainnya yang tidak bertentangan dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945."

Budi mensinyalir, ada upaya-upaya dari kelompok-kelompok penentang RUU Ormas, dengan membangun opini yang menyesatkan. Caranya, statemen-statemen yang disampaikan tidak sesuai dengan materi yang termuat di RUU.

Kasubdit Ormas Ditjen Kesbangpol Kemendagri, Bahtiar, menambahkan, ormas yang telah memiliki badan hukum perkumpulan seperti Muhammadiyah dan NU dan lain-lain serta yang telah berbadan hukum yayasan tetap diakui keberadaannya dan tidak perlu mendaftar lagi.  (kun/sam)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pangulu Suruh Warga Bungkam

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler