JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) mengungkap perbedaan alokasi anggaran dari pemerintah terhadap Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) dengan lembaga-lembaga negara lain. Namun anehnya masih banyak korban lumpur Lapindo yang belum menerima ganti rugi.
Direktur Investigasi dan Advokasi Seknas FITRA, Uchok Sky Khadafi, mengatakan kucuran dana besar-besaran untuk BPLS itu terjadi setiap tahun. Misalnya sesuai dengan nota keuangaan dan RAPBN perubahaan 2013, yang memperlihatkan ada perlakuan khusus bagi BPLS dibanding lembaga negara lain diabaikan.
"Pada tahun 2012, realisasi (belum diaudit) BPLS sebesar Rp 1 Triliun. Tahun 2013, BPLS kembali dapat alokasi sebesar Rp.2.2 Triliun. Lalu dalam APBN Perubahaan 2013, anggaran BPLS dipotong sebesar Rp.204 milyar, Tinggal tersisa menjadi Rp.2 Triliun untuk tahun 2013," kata Uchok dalam siaran pers yang diterima JPNN.COM, Kamis (20/6).
Dijelaskannya pula, alokasi anggaran untuk BPLS atau lumpur lapindo sebesar Rp.2 Triliun ini sangat besar, dan mengalahkan anggaran lembaga-lembaga negara yang lain yang yang pada dasarnya menjadi kebutuhan publik.
Berikut lembaga negara yang anggarannya jauh di bawah BPLS:
1). KPK sebesar Rp.662,4 milyar
2). Komisi Yudial RI sebesar Rp.85.9 milyar
3). Badan nasional penempatan dan perlindungaan TKI sebesar Rp.364.1 milyar
4). Badan pengembangan suramadu sebesar Rp.365.8 milyar
5). Ombusman Republik Indonesia sebesar Rp.64.5 milyar
6). Badan nasional pengelola perbatasan sebesar Rp.258.4 milyar
7). Mahkamah Konstitusi hanya sebesar Rp.186.5 Milyar
8). Komisi Nasional Hak azasi Manusia sebesar Rp.69.6 milyar
Ditegaskan Uchok, gambaran bukti anggaran BPLS dengan lembaga negara lain ada perbedaan yang mencolok. Pemerintah terus mendongkrak anggaran BPLS menjadi gemuk, sedangkan buat lembaga negara lain dianggap tidak begitu penting sehingga alokasi anggaran dikondisikan kurus dan terkesan diabaikan.
"Tapi anehnya, dengan alokasi anggaran yang sangat besar ini, kenapa masih ada warga yang kena lumpur lapindo belum mendapat ganti rugi," katanya. (fat/jpnn)
Direktur Investigasi dan Advokasi Seknas FITRA, Uchok Sky Khadafi, mengatakan kucuran dana besar-besaran untuk BPLS itu terjadi setiap tahun. Misalnya sesuai dengan nota keuangaan dan RAPBN perubahaan 2013, yang memperlihatkan ada perlakuan khusus bagi BPLS dibanding lembaga negara lain diabaikan.
"Pada tahun 2012, realisasi (belum diaudit) BPLS sebesar Rp 1 Triliun. Tahun 2013, BPLS kembali dapat alokasi sebesar Rp.2.2 Triliun. Lalu dalam APBN Perubahaan 2013, anggaran BPLS dipotong sebesar Rp.204 milyar, Tinggal tersisa menjadi Rp.2 Triliun untuk tahun 2013," kata Uchok dalam siaran pers yang diterima JPNN.COM, Kamis (20/6).
Dijelaskannya pula, alokasi anggaran untuk BPLS atau lumpur lapindo sebesar Rp.2 Triliun ini sangat besar, dan mengalahkan anggaran lembaga-lembaga negara yang lain yang yang pada dasarnya menjadi kebutuhan publik.
Berikut lembaga negara yang anggarannya jauh di bawah BPLS:
1). KPK sebesar Rp.662,4 milyar
2). Komisi Yudial RI sebesar Rp.85.9 milyar
3). Badan nasional penempatan dan perlindungaan TKI sebesar Rp.364.1 milyar
4). Badan pengembangan suramadu sebesar Rp.365.8 milyar
5). Ombusman Republik Indonesia sebesar Rp.64.5 milyar
6). Badan nasional pengelola perbatasan sebesar Rp.258.4 milyar
7). Mahkamah Konstitusi hanya sebesar Rp.186.5 Milyar
8). Komisi Nasional Hak azasi Manusia sebesar Rp.69.6 milyar
Ditegaskan Uchok, gambaran bukti anggaran BPLS dengan lembaga negara lain ada perbedaan yang mencolok. Pemerintah terus mendongkrak anggaran BPLS menjadi gemuk, sedangkan buat lembaga negara lain dianggap tidak begitu penting sehingga alokasi anggaran dikondisikan kurus dan terkesan diabaikan.
"Tapi anehnya, dengan alokasi anggaran yang sangat besar ini, kenapa masih ada warga yang kena lumpur lapindo belum mendapat ganti rugi," katanya. (fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pimpinan DPR Tak Tahu Pasal Lumpur
Redaktur : Tim Redaksi