Anggaran Triliunan, Mutu Pendidikan Indonesia Masih Jeblok

Selasa, 03 Desember 2019 – 19:01 WIB
Bu Guru dan siswa di kelas. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pengamat dan praktisi pendidikan dari Center for Education Regulations and Development Analysis (CERDAS) Indra Charismiadji menyoroti turunnya skor Indonesia pada Programme for International Student Assessment (PISA) 2018.

Dari hasil PISA yang diselenggarakan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menunjukkan skor Indonesia masih di bawah rata-rata organisasi tersebut.

BACA JUGA: UN Dihapus, Indra Tantang Jokowi Tutup Seluruh Bimbel

Hasil PISA 2018 yang dirilis oleh OECD di Paris, Perancis, Selasa (3/12), menunjukkan kemampuan siswa Indonesia dalam membaca meraih skor rata-rata yakni 371, jauh di bawah rata-rata OECD yakni 487. Kemudian untuk skor rata-rata matematika yakni 379.

Sedangkan skor rata-rata OECD 487. Selanjutnya untuk sains skor rata-rata siswa Indonesia yakni 389, sedangkan skor rata-rata OECD yakni 489.

BACA JUGA: Kabar Gembira! Nadiem Makarim Janji Menyederhanakan Kurikulum

"Indonesia telah berhasil membudidayakan kebodohan selama hampir 20 tahun. Makanya jangan heran mutu pendidikan enggak berkembang karena kebodohan yang dibudidaya," kata Indra kepada JPNN.com, Selasa (3/12).

Dia menyebutkan, sejak 2000 sampai 2018, rata-rata kemampuan membaca sama dan jauh di bawah rerata OECD. Sains juga demikian, kurang lebih sama. Matematika ada kenaikan tetapi sedikit banget.

BACA JUGA: Indra Charismiadji: 97,5% Guru tak Paham Teknologi Informasi

"Mana tanggung jawab mencerdaskan kehidupan bangsa? Sebab, sudah ribuan triliun anggaran pendidikan yang digelontorkan dari tahun 2000," ujarnya.

Dia menilai dari presiden, menteri pendidikan dan kebudayaan, kepala daerah, hingga guru belum serius dalam bidang pendidikan. Ini diperparah dengan kurang konsistennya para politikus dengan sektor pendidikan karena long term. Politikus lebih senang mengawal sektor fisik dibanding SDM.

"Sejak dulu saya koar-koar bahwa kita harus punya blue print pendidikan. Ini sebagai pijakan pemerintah pusat hingga daerah. Jadi enggak cuma coppy paste, asal anggarannya terserap," tuturnya.

Indra menegaskan, 20 tahun ini hanya komplasen alias tidak melakukan apa-apa. Yang dilakukan hanya rutinitas. Anggaran terus habis tetapi tidak sesuai dengan data.

"Semua harus bergerak untuk lepas dari zaman kebodohan ini. Jangan lagi hanya bermain konsep dan retorika," tandasnya. (esy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler