jpnn.com - NAMA Anggoro Widjojo tba-tiba mencuat lagi menjelang pergantian tahun baru China kali ini. Nama buronan kasus korupsi Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan sejak 2009 itu kembali muncul setelah dibekuk di Tiongkok. Pria dengan nama asli Ang Tju Hong itu juga menjadi tersangka kasus suap kepada sejumlah anggota Komisi Kehutanan DPR.
Jauh sebelum nama Anggoro muncul lagi karena dibekuk di Tiongkok, sosok pengusaha asal Surabaya itu melambung ketika muncul kasus Cicak Vs Buaya pada 2009 yang juga mencuatkan nama adik kandungnya, Anggodo Widjojo. Namun, di luar kasus korupsinya, ada juga kisah menarik tentang pengusaha asal Surabaya yang jadi buronan KPK sejak 2009 itu.
BACA JUGA: Pegawai Kontrak Ditempatkan di Jabatan Fungsional
Jawa Pos edisi 4 November 2009 pernah menurunkan laporan tentang Anggoro dan Anggodo Widjojo. Di kalangan pengusaha Surabaya, nama Anggoro dan Anggodo Widjojo tidak terlalu dikenal. Namun, jika disebutkan nama asli Tionghoanya, yakni Ang Tju Nek (Anggodo) dan Ang Tju Hong (Anggoro), hampir semua pengusaha senior mengenal mereka. Bahkan, mereka mengetahui dengan citra tertentu kepada duo adik kakak itu.
Di mata para pengusaha papan atas Surabaya, Ang Tju Nek dan Ang Tju Hong adalah pengusaha yang banyak berkecimpung di bisnis ilegal. Bahkan, seorang pengusaha yang cukup dekat dengan keduanya sejak kecil, mengatakan, mereka dikenal bengal sejak kecil dan remaja.
BACA JUGA: MPR: Penolak Dana Saksi Belum Paham
Namun, Anggoro yang terakhir tercatat menjadi bos PT Masaro Radiokom -perusahaan rekanan departemen dalam proyek sistem komunikasi terpadu serta Motorola, perusahaan IT terkemuka Amerika- dikenal sebagai pemuda yang cerdas dan tangkas. "Anggoro lebih kalem. Tapi, dari gerak matanya dia sebetulnya cerdas dan tangkas dalam bisnis," tambah sumber yang seorang pengusaha itu.
Bakat bisnis Anggoro dan Anggodo menurun dari papa mereka, Ang Gai Hwa, perantau dari Tionghoa. Selain meneruskan bisnis sang ayah, Anggoro dan Anggodo terus mengembangkan bisnis keluarga.
BACA JUGA: Gubernur Jateng Laporkan Gratifikasi ke KPK
Sayang, karena sifat bawaan keduanya, lahan bisnis baru yang dipilih sering menyerempet hal yang melanggar hukum. "Karena itu, mereka mulai dijauhi kolega-kolega. Padahal, kami menyayangkannya. Bagaimanapun, mereka saudara sekampung halaman di Tiongkok," ujar sumber itu.
Salah satu bisnis yang sempat mendatangkan penghasilan melimpah bagi Anggoro dan Anggodo adalah menjadi agen SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah), judi yang dilegalkan pemerintah pada akhir 1980-an. "Apalagi mereka dekat dengan Roby Ketek (nama asli Rudy Sumampouw, pengusaha terkaya Surabaya 1980-an)," ungkapnya.
Dari kongsi bos SDSB yang dekat dengan banyak pejabat pusat di Jakarta itu, Anggodo dan Anggoro mendapat keuntungan melimpah hingga mampu membeli kompleks perkantoran dan hiburan Studio East di kawasan Simpang Dukuh. Namun, pada awal 1990-an, bisnis dua bersaudara itu memasuki masa suram. Sejak itu mereka tidak terdengar kiprahnya di jagat bisnis Surabaya.
Kabar keduanya baru muncul 10 tahun kemudian, saat mereka mendirikan PT Masaro Radiokom, dan lebih mengejutkan lagi mereka sukses menjadi agen pemasaran Motorola, perusahaan telekomunikasi papan atas asal Amerika. Sejak itu mereka kembali sering muncul di pergaulan pengusaha Surabaya, meski sebatas acara gathering dan entertainment.
Namun, kelompok pengusaha senior Surabaya kembali kecewa saat mengetahui bahwa perilaku Anggodo dan Anggoro tidak berubah. "Ternyata, saat sukses lagi, muncul sombongnya," ujarnya.
Bahkan, di kalangan penikmat dunia malam di Jakarta dan Surabaya, Anggoro dikenal sebagai pengusaha yang suka berfoya-foya. "Pernah dia mem-booking 30 cewek sekaligus dan masing-masing dikasih Rp 3 juta. Cerita ini begitu terkenal. Jika tidak percaya, cek di bar-bar terkemuka di Jakarta dan Surabaya," ujarnya. Anggodo pun hanya mengikuti kebiasaan sang kakak.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Promosi Terbuka Hilangkan Sistem Putra Mahkota
Redaktur : Tim Redaksi