JAKARTA – Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Rofiandri, menilai banyaknya anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sering tidak hadir menjalankan tugas di gedung parlemen, disebabkan tidak seriusnya fraksi dan partai politik dalam melakukan evaluasi kinerja anggotanya.
Selain itu partai politik lewat fraksi-fraksi yang ada, menurutnya juga tidak serius dalam melakukan kewajiban menyampaikan hasil kerja anggotanya di parlemen kepada publik. Padahal menurutnya, hal tersebut menjadi kewajiban anggota DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat (2) dan Pasal 18 ayat (6), Undang-Undang MD3 yang mengatur Tata Tertib DPR.
“Penyebab lain, bisa dilihat masih ditemukannya rapat-rapat DPR terutama yang berlangsung di berbagai alat kelengkapan, dilakukan secara tertutup dan manajemennya juga tidak terkelola secara baik oleh pihak Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR,” katanya di Jakarta, Rabu (15/5).
Kondisi ini menurut Ronald, sebenarnya sudah lama terjadi. Dan sudah berkali-kali mendapat sorotan dari masyarakat. Namun anehnya DPR terlihat belum juga menemukan jalan keluar dan memformulasikannya dengan baik. Padahal menurut Ronald, kondisi ini dapat diatasi jika mekanisme pengambilan keputusan mengharuskan anggota DPR konsisten hadir serta keputusan yang diberikan berpengaruh signifikan dan mengikat.
“Tapi sayangnya kita tidak mengenal voting days. Proses pengambilan keputusan terhadap (misalkan suatu materi RUU) didasarkan pada pandangan atau sikap fraksi. Dengan demikian, anggota DPR merasa keberadaan mereka dalam rapat tidak penting dan relevan,” ujarnya.(gir/jpnn)
Selain itu partai politik lewat fraksi-fraksi yang ada, menurutnya juga tidak serius dalam melakukan kewajiban menyampaikan hasil kerja anggotanya di parlemen kepada publik. Padahal menurutnya, hal tersebut menjadi kewajiban anggota DPR sebagaimana diatur dalam Pasal 80 ayat (2) dan Pasal 18 ayat (6), Undang-Undang MD3 yang mengatur Tata Tertib DPR.
“Penyebab lain, bisa dilihat masih ditemukannya rapat-rapat DPR terutama yang berlangsung di berbagai alat kelengkapan, dilakukan secara tertutup dan manajemennya juga tidak terkelola secara baik oleh pihak Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR,” katanya di Jakarta, Rabu (15/5).
Kondisi ini menurut Ronald, sebenarnya sudah lama terjadi. Dan sudah berkali-kali mendapat sorotan dari masyarakat. Namun anehnya DPR terlihat belum juga menemukan jalan keluar dan memformulasikannya dengan baik. Padahal menurut Ronald, kondisi ini dapat diatasi jika mekanisme pengambilan keputusan mengharuskan anggota DPR konsisten hadir serta keputusan yang diberikan berpengaruh signifikan dan mengikat.
“Tapi sayangnya kita tidak mengenal voting days. Proses pengambilan keputusan terhadap (misalkan suatu materi RUU) didasarkan pada pandangan atau sikap fraksi. Dengan demikian, anggota DPR merasa keberadaan mereka dalam rapat tidak penting dan relevan,” ujarnya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gakkumdu Diminta Fokus Tangani Politik Uang
Redaktur : Tim Redaksi