MEDAN - Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) periode 2006-2008, Rudolf M Pardede kembali tersandung masalah ijazah. Sebelumnya di KPUD Medan saat pencalonannya sebagai bakal calon (balon) Wali Kota Medan gugur akibat persoalan ijazah. Kini, giliran KPUD Sumut bakal mencoretnya sebagai balon dewan perwakilan daerah (DPD). Rudolf sendiri saat ini masih duduk sebagai anggota DPD
Berdasarkan data, Rudolf M Pardede dinyatakan Calon Wali Kota Medan karena keputusan KPUD Medan tanggal 20 Februari 2010, No.270/565/II/KPU MDN/2010 ditandatangani ketua KPU Medan Evi Novida Ginting. Dalam putusan itu, Rudolf dicoret karena tidak melengkapi berkas pencalonan sebagai calon Wali Kota Medan.
Komisioner KPUD Kota Medan, Rahmat Kartolo mengatakan, pada verifikasi tahap awal, Rudolf Pardede lolos menjadi balon Wali Kota Medan. Tapi, setelah tuntas verifikasi, ada surat masyarakat yang melaporkan terkait keabsahan ijazah Rudolf. Atas dasar laporan itu, KPUD Kota Medan melakukan verifikasi terhadap surat keterangan pengganti ijazah yang pernah disampaikan ke KPUD Kota Medan.
Dia menyebutkan, mulai dari buku melihan fotokopi buku induk SMA Penabur yang ada Poldasu, hingga ke sekolah SMA Penabur di Sukabumi, Jawa Barat. Hasilnya ada ditemukan Rudolf Takapente, sedangkan Rudolf Marzuoka Pardede tidak ditemukan.
Akhirnya, Dinas Pendidikan Sukabumi mengeluarkan surat No. 800/261-Setdisdik/2010 menyatakan bahwa surat keterangan ijazah Rudolf No. 099/102.8/SMUKSI/PD/V/2005 tanggal 2 Mei 2003 dinyatakan ada kesalahan.
"Kami menyatakan tak memenuhi syarat kepada Rudolf, karena Rudolf tak pernah menunjukkan ijazah ada aslinya. Kami juga tak pernah bilang Rudolf punya ijazah palsu. Perkara di PTUN Medan itu hanya soal gugatan Rudolf terkait verifikasi awal meloloskan, tapi verifikasi kedua tak meloloskan. Hanya itu saja, jadi tidak ada kaitannya denga ijazah," katanya, Kamis (9/5).
Kini, Ketua KPUD Sumut, Surya Perdana Ginting menegaskan bahwa nasib Rudolf Pardede akan diumumkan setelah melakukan verifikasi tahap ke II yang akan dimulai pada 14 Mei 2013. Pada tahapan itu, Rudolf Pardede diberikan kesempatan untuk memperbaiki seluruh berkas-berkas yang dibutuhkan sebagai prasyarat untuk maju kembali sebagai calon anggota DPD RI pada Pemilu 2014.
"Nanti setelah verifikasi tahap II dilakukan, baru kita putuskan bagaimana nasib dari saudara Rudolf. Paling tidak ia masih punya kesempatan sampai tanggal 14 Mei 2013 untuk memperbaiki surat pengganti ijazah SMA," ujar Surya, Kamis (9/5).
Dia menyatakan, apabila Rudolf Pardede tidak juga melengkapi berkas ijazah SMA yang sah. Tentunya, Rudolf akan terhenti pada tahapan verifikasi administrasi saja. "Kalau ijazah yang sah tidak ditunjukkan ataupun surat penggantinya, maka Rudolf tidak memenuhi syarat," ujarnya.
Lebih lanjut, Surya mengakui, setelah melakukan klarifikasi langsung ke SMA BPK Penabur di Sukabumi dan memperoleh hasil bahwa Rudolf Pardede tidak pernah bersekolah di SMA tersebut, tentu menjadi dasar di dalam KPU Sumut mengambil keputusan termasuk data-data lain semisal putusan Mahkamah Agung.
Ia menyampaikan bahwa gugatan yang dilayangkan pihak Rudolf ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait dieliminirnya Rudolf Pardede sebagai calon Wali Kota Medan yang dimenangkan oleh Rudolf, tentu berbeda dengan kali ini.
"Putusan Mahkamah Agung tentu tidak bisa menjadi dasar untuk meloloskan Rudolf sebagai calon anggota DPD RI. Sebab selain berbeda materi gugatan tentu saja undang-undang tentang Pemilu juga berbeda saat ini," ujarnya.
Surya menegaskan, tidak khawatir jika nantinya akan digugat oleh karena putusan KPUD Sumut dalam memverifikasi setiap calon DPD. Pasalnya ia mengaku bahwa selagi KPUD Sumut bekerja profesianal tidak ada yang pelu dikhawatirkan. Ia menyampaikan bahwa berdasarkan pengalaman KPUD Sumut bukan kali pertama lagi mengahadapi gugatan.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan di dalam menghadapi gugatan dari siapapun. Selagi kita bekerja secara profesional tentu saja tidak jadi masalah," ujarnya.
Sebagai pemilik suara terbesar pada Pemilu 2009 di Sumut yang menghantarkan dirinya menuju kursi anggota DPD RI pada saat itu publik tentu bertanya-tanya terkait nasib Rudolf Pardede.
Sementara itu, Pengamat Politik dan Pemerintahan Ahmad Taufan Damanik menegaskan, persoalan ijazah Rudolf sebenarnya bukan tiga tahun terakhir ini saja. Melainkan sudah ada sejak dirinya mau maju sebagai Wakil Gubernur Sumatera Utara (Wagubsu) pada tahun 2004 lalu.
Segala bukti-bukti sudah muncul, hanya saja ketika itu Rudolf dibekingi partai penguasa yakni PDI-P. "Pastinya dibela oleh PDI-P, sebab Rudolf itukan kader PDI-P," katanya.
Dosen Fisipol USU itu menyebutkan, ketika partai penguasa yakni PDI-P memiliki kaitan erat dengan Presiden Megawati, persoalan ijazah Rudolf yang berujung kepada polisi akhirnya terendam.
"Jadi sangat wajar ketika itu perkara ijazah Rudolf hanya sebatas tersimpan saja, padahalk sebenarnya bukti-bukti sudah cukup banyak," ujarnya.
Taufan mengatakan, bila pada 2009 lalu, KPUD Sumut meloloskan pencalonan Rudolf sebagai anggota DPD RI. Tentunya KPUD Sumut tidak melakukan verifikasi. Sebab, bila melakukan verifikasi tentunya seperti apa yang dilakukan KPUD Medan di bawah Evie Novida Ginting melakukan verifikasi langsung ke SMA Penabur. Hasilnya sudah jelas tidak ada yang membenarkan Rudolf sekolah di SMA Penabur.
"Bisa jadi pada 2009 lalu, Rudolf memang masih memiliki kekuatan pasca jadi Gubsu. Tapi setelah jadi DPD RI, tentunya tidak memiliki kekuatan lagi, sehingga intervensi politik ke KPUD tidak berlaku," sebutnya.
Dia menyatakan, sebelumnya memang Rudolf sangat kuat karena PDI-P dengan kekuatan mayoritas di DPRD Sumut didukung penuh. Sehingga, PKS yang ketika itu satu-satunya yang menolak Rudolf. Tapi, pada akhirnya ijazah Rudolf semakin terungkap akibat adanya saingan politik saat akan maju sebagai wali kota. PDI-P yang khawatir akan majunya Rudolf, melalui berbagai kebijakan melakukan penjegalan. Akhirnya, KPUD Medan mengambil keputusan menggugurkan Rudolf.
Dia juga menegaskan, sebaiknya KPUD Sumut bisa memberikan ketegasan, dan jangan mudah diintervensi. Sebab, bukti-bukti yang menyebutkan Rudolf tak bersekolah sudah cukup jelas.
"Sebaiknya jangan lagi intervensi politik bisa dilakukan ke KPUD Sumut, sudah seharusnya KPUD Sumut tegas," ujarnya.
Saat disinggung mengenai statusnya sebagai Gubsu defenitif pada 2006-2008, Taufan menyatakan, masa itu sudah berlalu. Artinya hanya sejarah saja yang mencatat, Sumatera Utara pernah dipimpin oleh orang yang cacat hukum. "Kalau kebijakannya semasa Gubsu tidak ada salah, Cuma sejarahnya Propinsi Sumut pernah dipimpin oleh orang yang cacat hukum," sebutnya.
Saat Sumut Pos hendak mengkonfirmasinya ke rumah pribadinya di Jalan Selamat Riyadi, di Medan tidak berhasil menemuinya. Salah seorang penjaga rumahnya, Tobing mengatakan, Rudolf sekarang berada di Jakarta dan tidak tahu alamat rumahnya.
"Pak Rudolf di Jakarta, saya tidak tahu. Sekarang saya juga tidak tahu tinggal di mana kalau sedang berada di Medan. Soalnya rumahnya sedang diperbaiki di sini," katanya. (ril/mag-5/mag-7)
Berdasarkan data, Rudolf M Pardede dinyatakan Calon Wali Kota Medan karena keputusan KPUD Medan tanggal 20 Februari 2010, No.270/565/II/KPU MDN/2010 ditandatangani ketua KPU Medan Evi Novida Ginting. Dalam putusan itu, Rudolf dicoret karena tidak melengkapi berkas pencalonan sebagai calon Wali Kota Medan.
Komisioner KPUD Kota Medan, Rahmat Kartolo mengatakan, pada verifikasi tahap awal, Rudolf Pardede lolos menjadi balon Wali Kota Medan. Tapi, setelah tuntas verifikasi, ada surat masyarakat yang melaporkan terkait keabsahan ijazah Rudolf. Atas dasar laporan itu, KPUD Kota Medan melakukan verifikasi terhadap surat keterangan pengganti ijazah yang pernah disampaikan ke KPUD Kota Medan.
Dia menyebutkan, mulai dari buku melihan fotokopi buku induk SMA Penabur yang ada Poldasu, hingga ke sekolah SMA Penabur di Sukabumi, Jawa Barat. Hasilnya ada ditemukan Rudolf Takapente, sedangkan Rudolf Marzuoka Pardede tidak ditemukan.
Akhirnya, Dinas Pendidikan Sukabumi mengeluarkan surat No. 800/261-Setdisdik/2010 menyatakan bahwa surat keterangan ijazah Rudolf No. 099/102.8/SMUKSI/PD/V/2005 tanggal 2 Mei 2003 dinyatakan ada kesalahan.
"Kami menyatakan tak memenuhi syarat kepada Rudolf, karena Rudolf tak pernah menunjukkan ijazah ada aslinya. Kami juga tak pernah bilang Rudolf punya ijazah palsu. Perkara di PTUN Medan itu hanya soal gugatan Rudolf terkait verifikasi awal meloloskan, tapi verifikasi kedua tak meloloskan. Hanya itu saja, jadi tidak ada kaitannya denga ijazah," katanya, Kamis (9/5).
Kini, Ketua KPUD Sumut, Surya Perdana Ginting menegaskan bahwa nasib Rudolf Pardede akan diumumkan setelah melakukan verifikasi tahap ke II yang akan dimulai pada 14 Mei 2013. Pada tahapan itu, Rudolf Pardede diberikan kesempatan untuk memperbaiki seluruh berkas-berkas yang dibutuhkan sebagai prasyarat untuk maju kembali sebagai calon anggota DPD RI pada Pemilu 2014.
"Nanti setelah verifikasi tahap II dilakukan, baru kita putuskan bagaimana nasib dari saudara Rudolf. Paling tidak ia masih punya kesempatan sampai tanggal 14 Mei 2013 untuk memperbaiki surat pengganti ijazah SMA," ujar Surya, Kamis (9/5).
Dia menyatakan, apabila Rudolf Pardede tidak juga melengkapi berkas ijazah SMA yang sah. Tentunya, Rudolf akan terhenti pada tahapan verifikasi administrasi saja. "Kalau ijazah yang sah tidak ditunjukkan ataupun surat penggantinya, maka Rudolf tidak memenuhi syarat," ujarnya.
Lebih lanjut, Surya mengakui, setelah melakukan klarifikasi langsung ke SMA BPK Penabur di Sukabumi dan memperoleh hasil bahwa Rudolf Pardede tidak pernah bersekolah di SMA tersebut, tentu menjadi dasar di dalam KPU Sumut mengambil keputusan termasuk data-data lain semisal putusan Mahkamah Agung.
Ia menyampaikan bahwa gugatan yang dilayangkan pihak Rudolf ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait dieliminirnya Rudolf Pardede sebagai calon Wali Kota Medan yang dimenangkan oleh Rudolf, tentu berbeda dengan kali ini.
"Putusan Mahkamah Agung tentu tidak bisa menjadi dasar untuk meloloskan Rudolf sebagai calon anggota DPD RI. Sebab selain berbeda materi gugatan tentu saja undang-undang tentang Pemilu juga berbeda saat ini," ujarnya.
Surya menegaskan, tidak khawatir jika nantinya akan digugat oleh karena putusan KPUD Sumut dalam memverifikasi setiap calon DPD. Pasalnya ia mengaku bahwa selagi KPUD Sumut bekerja profesianal tidak ada yang pelu dikhawatirkan. Ia menyampaikan bahwa berdasarkan pengalaman KPUD Sumut bukan kali pertama lagi mengahadapi gugatan.
"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan di dalam menghadapi gugatan dari siapapun. Selagi kita bekerja secara profesional tentu saja tidak jadi masalah," ujarnya.
Sebagai pemilik suara terbesar pada Pemilu 2009 di Sumut yang menghantarkan dirinya menuju kursi anggota DPD RI pada saat itu publik tentu bertanya-tanya terkait nasib Rudolf Pardede.
Sementara itu, Pengamat Politik dan Pemerintahan Ahmad Taufan Damanik menegaskan, persoalan ijazah Rudolf sebenarnya bukan tiga tahun terakhir ini saja. Melainkan sudah ada sejak dirinya mau maju sebagai Wakil Gubernur Sumatera Utara (Wagubsu) pada tahun 2004 lalu.
Segala bukti-bukti sudah muncul, hanya saja ketika itu Rudolf dibekingi partai penguasa yakni PDI-P. "Pastinya dibela oleh PDI-P, sebab Rudolf itukan kader PDI-P," katanya.
Dosen Fisipol USU itu menyebutkan, ketika partai penguasa yakni PDI-P memiliki kaitan erat dengan Presiden Megawati, persoalan ijazah Rudolf yang berujung kepada polisi akhirnya terendam.
"Jadi sangat wajar ketika itu perkara ijazah Rudolf hanya sebatas tersimpan saja, padahalk sebenarnya bukti-bukti sudah cukup banyak," ujarnya.
Taufan mengatakan, bila pada 2009 lalu, KPUD Sumut meloloskan pencalonan Rudolf sebagai anggota DPD RI. Tentunya KPUD Sumut tidak melakukan verifikasi. Sebab, bila melakukan verifikasi tentunya seperti apa yang dilakukan KPUD Medan di bawah Evie Novida Ginting melakukan verifikasi langsung ke SMA Penabur. Hasilnya sudah jelas tidak ada yang membenarkan Rudolf sekolah di SMA Penabur.
"Bisa jadi pada 2009 lalu, Rudolf memang masih memiliki kekuatan pasca jadi Gubsu. Tapi setelah jadi DPD RI, tentunya tidak memiliki kekuatan lagi, sehingga intervensi politik ke KPUD tidak berlaku," sebutnya.
Dia menyatakan, sebelumnya memang Rudolf sangat kuat karena PDI-P dengan kekuatan mayoritas di DPRD Sumut didukung penuh. Sehingga, PKS yang ketika itu satu-satunya yang menolak Rudolf. Tapi, pada akhirnya ijazah Rudolf semakin terungkap akibat adanya saingan politik saat akan maju sebagai wali kota. PDI-P yang khawatir akan majunya Rudolf, melalui berbagai kebijakan melakukan penjegalan. Akhirnya, KPUD Medan mengambil keputusan menggugurkan Rudolf.
Dia juga menegaskan, sebaiknya KPUD Sumut bisa memberikan ketegasan, dan jangan mudah diintervensi. Sebab, bukti-bukti yang menyebutkan Rudolf tak bersekolah sudah cukup jelas.
"Sebaiknya jangan lagi intervensi politik bisa dilakukan ke KPUD Sumut, sudah seharusnya KPUD Sumut tegas," ujarnya.
Saat disinggung mengenai statusnya sebagai Gubsu defenitif pada 2006-2008, Taufan menyatakan, masa itu sudah berlalu. Artinya hanya sejarah saja yang mencatat, Sumatera Utara pernah dipimpin oleh orang yang cacat hukum. "Kalau kebijakannya semasa Gubsu tidak ada salah, Cuma sejarahnya Propinsi Sumut pernah dipimpin oleh orang yang cacat hukum," sebutnya.
Saat Sumut Pos hendak mengkonfirmasinya ke rumah pribadinya di Jalan Selamat Riyadi, di Medan tidak berhasil menemuinya. Salah seorang penjaga rumahnya, Tobing mengatakan, Rudolf sekarang berada di Jakarta dan tidak tahu alamat rumahnya.
"Pak Rudolf di Jakarta, saya tidak tahu. Sekarang saya juga tidak tahu tinggal di mana kalau sedang berada di Medan. Soalnya rumahnya sedang diperbaiki di sini," katanya. (ril/mag-5/mag-7)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jelang Pemilu, Kesbangpol Kemendagri Rajin Dialog dengan Masyarakat
Redaktur : Tim Redaksi