Anggota Geng Motor di Bawah Umur Bisa Dipidanakan

Selasa, 23 September 2014 – 04:48 WIB

jpnn.com - MAKASSAR - Kepolisian hingga saat ini belum mampu meredam aksi geng motor anarkis. Salah satu kendalanya ditengarai karena sulitnya memberi efek jera bagi pelaku, terutama yang masih dibawah umur. Mereka memang dilindungi dengan Undang-undang (UU) perlindungan anak. Sehingga tidak boleh dikenakan pidana kurungan.

Pantauan FAJAR (JPNN Grup), saat Resmob Polrestabes Makassar meringkus 37 anggota geng motor yang rata-rata masih usia sekolah, mereka hanya didata dan diberikan hukuman push-up. Beberapa di antara mereka menjalani hukuman dengan tertawa-tawa.

BACA JUGA: Mahasiswa Tangkap Copet di KRL

"Biasami kalau begini (push-up, red). Di Sekolah sering," tutur salah satu anak yang ditangkap, Idham.

Namun, wacana menjatuhkan pidana bagi geng motor anarkis menguat setelah aksi-aksi mereka semakin meresahkan. Pengamat hukum, Prof Marwan Mas menjelaskan, anak yang melakukan tindakan kejahatan bisa dijerat dengan UU No. 11/2012 tentang Sistem Peradilan Anak.

BACA JUGA: Ditusuk Korban, Rampok Tewas Dihakimi Massa

UU Sistem Peradilan Anak mengatur apabila pelaku berusia 12-18 tahun dapat dilakukan proses hukum lebih lanjut, termasuk penahanan, dengan catatan dilakukan sebagai upaya hukum terakhir dan dalam rangka kepentingan terbaik anak.

"Jadi polisi jangan takut bertindak. Lagi pula ini nyawa masyarakat yang jadi taruhan," jelas Marwan kepada FAJAR, Senin (22/9).

BACA JUGA: Tiga Tahanan Polsek Pondok Gede Ditangkap

Dalam UU ini, lanjut Marwan, anak bisa ditahan jika terbukti bersalah. Namun Marwan menyarankan, saat dan setelah ditahan anak tersebut sebaiknya diberikan pembinaan yang sistematis dan berkelanjutan.

"Nah silahkan Pemkot keluarkan APBD untuk membina anak-anak ini, beri mereka kesibukan, keterampilan, agar tidak kembali ber-geng," bebernya.

Sementara, Pakar Psikologi Anak Eva Meizara membenarkan bahwa hukuman tahanan bisa diterapkan. Namun Eva menegaskan hukuman penjara adalah pilihan terakhir bagi anak yang terlibat geng motor.

Ia juga menilai, hukuman pembinaan seperti push-up, lari atau kengkreng tidak efektif memberi efek jera.  "Kita bisa liat kan, mereka menganggap ditangkap polisi itu sesuatu yang membanggakan. Mereka santai, dan tidak ada kekhawatiran berarti," keta Eva.

Lebih lanjut, dosen Psikologi UNM ini mengungkap yang harus diselesaikan adalah akar masalah. Misalnya si anak ini lebih memilih nongkrong dengan rekannya daripada pulang ke rumah. Maka yang harus dicari tau apa yang membuat mereka tidak betah dirumahnya.

Kemudian jika anak tidak senang berada disekolah dan lebih suka keluyuran diluar saat jam belajar, yang perlu diketahui adalah seberapa efektif peraturan disekolah anak itu. Sehingga akar masalah bisa diselesaikan. Sehingga tidak muncul calon-calon anggota geng motor baru.

"Saya yakin, biar penuh itu penjara dengan geng motor tetap tidak bisa selesai, muncul lagi yang baru. Ini karena akar masalahnya tidak diselesaikan," tandasnya. (ris)

BACA ARTIKEL LAINNYA... PNS dan Ketua Yayasan Edarkan Upal


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler