JAKARTA - Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Sulawesi Tengah, Yahdi Basma, menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya.
Langkah ini dipicu perbedaan pendapat antara dirinya dengan sejumlah komisioner lain terkait pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Kabupaten Morowali 2013, sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PHPU.D-X/2012.
"Saya menyimpulkan, tidak mungkin meraih kualitas demokrasi dalam PSU jika dilaksanakan sebelum 16 Maret mendatang, karena waktu yang sangat singkat," ujarnya di Jakarta, Sabtu (9/3).
Namun sejumlah komisioner Sulteng lain tetap memaksakan diri melaksanakan dalam batas yang ditentukan.
Menurut mantan anggota Panwaslu Sulteng ini, surat pengunduran diri secara resmi telah dikirimkan ke KPU Pusat tertanggal 6 Maret lalu.
Dikatakan, akibat dampak dari perbedaan pendapat, dirinya mengalami layanan administrasi yang dikriminatif dalam menjalankan tugas sebagai anggota KPUD.
"Bahkan saya tidak diberi akses informasi memadai dan tidak pernah mendapat undangan rapat pleno setelah rapat pleno 9. Februari 2013," katanya.
Sebagaimana diketahui, 15 Januari 2013 lalu, sekitar Pukul 14.30 WIB, dalam putusannya MK memerintahkan dilaksanakannya PSU Pilkada Kabupaten Morowali, Sulteng, dalam waktu 60 hari sejak putusan dibacakan.
Perintah diberikan kepada KPU Sulteng, karena pada saat itu komisioner KPUD hanya tersisa 1 orang, setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memecat 4 komisioner yang ada.
"Waktu yang ada ini cukup singkat. Sementara agar partisipasi pemilih dalam PSU nantinya baik, kan membutuhkan waktu sosialisasi," katanya.
Masalah lain, terkait pencetakan surat suara, nomor urut dan anggaran pelaksanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurut Yahdi, anggaran baru ditandatangani pejabat Bupati per tanggal 8 Februari, pukul 14.00 WITA.
Sementara untuk pencetakan surat suara, ia menilai sangat tidak mungkin dilakukan tender, mengingat waktu yang mepet. Sehingga jika ditempuh penunjukan langsung, maka harus memiliki landasan hukum yang cukup kuat.
"Pleno memutuskan melakukan konsultasi kepada sejumlah lembaga yang berkompeten. Ini kan membutuhkan waktu. Belum lagi terkait nomor urut, apakah masih menggunakan yang lama? Mengingat putusan MK juga menyatakan penetapan pasangan calon Bupati oleh KPU Morowali tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," katanya.(gir/jpnn)
Langkah ini dipicu perbedaan pendapat antara dirinya dengan sejumlah komisioner lain terkait pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Kabupaten Morowali 2013, sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 98/PHPU.D-X/2012.
"Saya menyimpulkan, tidak mungkin meraih kualitas demokrasi dalam PSU jika dilaksanakan sebelum 16 Maret mendatang, karena waktu yang sangat singkat," ujarnya di Jakarta, Sabtu (9/3).
Namun sejumlah komisioner Sulteng lain tetap memaksakan diri melaksanakan dalam batas yang ditentukan.
Menurut mantan anggota Panwaslu Sulteng ini, surat pengunduran diri secara resmi telah dikirimkan ke KPU Pusat tertanggal 6 Maret lalu.
Dikatakan, akibat dampak dari perbedaan pendapat, dirinya mengalami layanan administrasi yang dikriminatif dalam menjalankan tugas sebagai anggota KPUD.
"Bahkan saya tidak diberi akses informasi memadai dan tidak pernah mendapat undangan rapat pleno setelah rapat pleno 9. Februari 2013," katanya.
Sebagaimana diketahui, 15 Januari 2013 lalu, sekitar Pukul 14.30 WIB, dalam putusannya MK memerintahkan dilaksanakannya PSU Pilkada Kabupaten Morowali, Sulteng, dalam waktu 60 hari sejak putusan dibacakan.
Perintah diberikan kepada KPU Sulteng, karena pada saat itu komisioner KPUD hanya tersisa 1 orang, setelah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memecat 4 komisioner yang ada.
"Waktu yang ada ini cukup singkat. Sementara agar partisipasi pemilih dalam PSU nantinya baik, kan membutuhkan waktu sosialisasi," katanya.
Masalah lain, terkait pencetakan surat suara, nomor urut dan anggaran pelaksanaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Menurut Yahdi, anggaran baru ditandatangani pejabat Bupati per tanggal 8 Februari, pukul 14.00 WITA.
Sementara untuk pencetakan surat suara, ia menilai sangat tidak mungkin dilakukan tender, mengingat waktu yang mepet. Sehingga jika ditempuh penunjukan langsung, maka harus memiliki landasan hukum yang cukup kuat.
"Pleno memutuskan melakukan konsultasi kepada sejumlah lembaga yang berkompeten. Ini kan membutuhkan waktu. Belum lagi terkait nomor urut, apakah masih menggunakan yang lama? Mengingat putusan MK juga menyatakan penetapan pasangan calon Bupati oleh KPU Morowali tidak memiliki kekuatan hukum mengikat," katanya.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Meriam Bellina dan KD Masuk Srikandi Hanura
Redaktur : Tim Redaksi