Angka Drop Out di Kelas 1 - 3 SD Tinggi

Dipicu Trauma Siswa yang Baru Beradaptasi

Selasa, 17 Desember 2013 – 05:29 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Angka putus sekolah (drop out/DO) di jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP) masih sangat tinggi. Kemadian DO yang paling tinggi terjadi antara kelas 1 hingga 3 SD. Penyebabnya adalah pembelajaran di jenjang usia dini tidak nyambung dengan di SD.

Pembahasan isu-isu strategis tentang pendidikan anak usia dini (PAUD) dibeber oleh Plan Indonesia, organisasi dunia yang membidangi pengembangan masyarakat yang kosentrasi urusan anak-anak di Jakarta kemarin. Hasil dari pembahasan tersebut, diantaranya memunculkan fenomena bahwa pembelajaran di PAUD terputus di SD.

BACA JUGA: Mendikbud: Kementerian Tak Bisa Sanksi ITN

Anggota Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Koordinator Pokja PAUD Netty Herawati mengatakan, angka putus sekolah tidak hanya terjadi ketika peralihan siswa dari SD ke SMP saja. "Angka putus sekolah atau DO pada siswa kelas 1 hingga kelas 3 SD juga tinggi," katanya. Sayangnya dia tidak bisa membeber nominal persisnya.

Guru besar Universitas Riau itu menuturkan, penyebab tingginya angka DO pada kelas 1 hingga 3 SD disebabkan karena siswa mengalami trauma psikologi dan perilaku. Netty mengatakan ketika anak-anak berada di PAUD, diperkuat penanaman karakter pribadi. Di antaranya adalah mandiri dan tanggung jawab.

BACA JUGA: Kemdikbud harus Getol Sosialisasikan Larangan Ospek

Nah, ketika siswa lulus dari PAUD lalu beranjak ke SD penanaman karakter mandiri dan tanggung jawab tadi belum tuntas. "Harusnya di kelas 1 hingga 3 SD itu masih fasenya melanjutkan apa yang dilakukan di PAUD. Tidak sepertis ekarang yang kesannya terpotong," paparnya.

Netty memberikan contoh-contoh sederhana gejolak psikologis dan perilaku sehari-hari siswa di kelas 1 hingga 3 SD. Misalnya anak-anak belum tahu caranya buang air kecil di toilet sekolah, atau bahkan tidak hafal toiletnya di mana. Akibatnya anak itu ngompol di dalam kelas. "Ujungnya pasti disoraki teman-temannya dan berpotensi menjadi penyebab DO karena malu datang lagi ke sekolah," ujarnya.

BACA JUGA: Dianggap Mbalelo, ITN Segera Disanksi Kemendikbud

Contoh lainnya anak usia awal-awal SD ada yang belum bisa memasang tali sepatu dengan benar. Oleh si ibu, anak inis ering dimarahi karena dicap manja. Lama-lama anak itu bisa trauma atau taku untuk berangkat ke sekolah.

Netty mengatakan pembelajaran di kelas awal SD tidak langsung mencekoki siswa dengan materi-materi akademik yang rumit. Entah itu membaca, menulis, atau sejenisnya.

Dia berharap para guru lebih mengutamakan pendampingan pembentukan karakter murid yang baru beranjak dari PAUD ke SD. Netty juga meluruskan bahwa Taman Kanak-Kanak (TK) itu merupakan bagian dari PAUD.

Penanaman karakter murid di PAUD umumnya tidak tuntas karena kondisi pendidik yang masih kurang kompetitif. "Banyak yang sebelumnya ibu rumah mendadak menjadi guru PAUD," kata dia seraya menegaskan, standarisasi kompetensi guru PAUD mendesak untuk dikebut pelaksanaannya. (wan)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemprov DKI Diminta Bentuk Tim Investigasi Lelang Jabatan Kepsek


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler