jpnn.com - JAKARTA - Kasus kekerasan pelajar mulai umur 9- 20 tahun yang dilaporkan ke kepolisian mengalami peningkat 20 persen pada tahun 2013.
Angka tersebut merupakan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), yang dipaparkan di diskusi Catatan Pendidikan 2013 Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) dengan sejumlah pemerhati pendidikan di Jakarta, Kamis (2/1).
BACA JUGA: Beginilah Akibatnya bila Kurikulum 2013ââ¬Âª Dipaksakan
Menurut Presidium FSGI, Guntur Ismail, selain antar pelajar, kekerasan dalam pendidikan juga dilakukan oleh oknum guru, seperti kasus dugaan pelecehan seksual di SMAN 22 Jakarta, SD Negeri di Depok, atau dugaan kekerasan fisik yang dilakukan oknum guru di salah satu SD Negeri di Tanjung Priok, Jakarta.
Tahun 2013 juga ditandai dengan sejumlah perilaku asusila di lingkungan sekolah, munculnya tindak kekerasan di kampus, yang kembali merenggut jiwa muda generasi bangsa, seperti meninggalnya seorang mahasiswa baru di Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang, Jawa Timur, pada saat ospek.
BACA JUGA: Insentif Guru Madrasah Dinaikkan 400 Persen
Demikian juga kasus meninggalnya siswa SMAN 6 akibat tawuran dengan SMAN 70 Jakarta dan penggunaan air keras ketika tawuran oleh sejumlah siswa SMK di Jakarta.
"Semua ini mestinya membuat pihak Kemdikbud semakin sadar bahwa persoalan kekerasan dalam pendidikan kita sudah akut, dan mereka tidak dapat lepas tanggungjawab," kata Guntur.
BACA JUGA: Penempatan Guru Disesuaikan Domisili
Sekjen FSGI, Retno Listyarti, menilai Kemdikbud dapat mengurangi dan menghilangkan kekerasan di kampus dengan membuat regulasi yang ketat.
Sanksi juga mesti diberikan, mulai dari penurunan nilai akreditasi, pencopotan pimpinan sekolah, hingga pencabutan izin operasional lembaga pendidikan bila tetap membiarkan terjadinya perilaku kekerasan dan tindak amoral di sekolah.
"Pencopotan jabatan kepala sekolah, kepala dinas, rektor, akan memunculkan tanggung jawab dan keseriusan mereka dalam mengelola pendidikan,” ujar Retno Listyarti.
Selain itu, sosialisasi Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Pelindungan Anak kepada siswa, orangtua, guru, kepala sekolah, dan birokrat pendidikan sangatlah penting dan mendesak untuk segera dilakukan, agar semua pihak tahu bagaimana melindungi anak dari berbagai bentuk kekerasan.
Pemerhati pendidikan, Doni Koesuma melihat selama ini belum ada sinergi antara KPAI, Kemendibud dan Dinas-dinas Pendidikan di seluruh Indonesia untuk mensosialisasikan UUPA. Padahal, kerjasama lintas sektoral ini diperlukan agar perilaku kekerasan di lingkungan pendidikan tidak terjadi lagi.
Selain masalah kekerasan, ancaman atas keberagaman di berbagai sekolah negeri diduga juga semakin menguat pada 2013.
"Beberapa indikator yang menandainya misalnya, makin maraknya ritual agama menjelang UN dilaksanakan berdasarkan agama mayoritas, penyematan tanda khusus pada para siswa yang berbeda dengan agama mayoritas," tambah Doni.(Fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Nasib Tunjangan Profesi Rp 10 Triliun Belum Jelas
Redaktur : Tim Redaksi