PONTIANAK - Angka kematian ibu di Kalimantan Barat masih sangat memprihatinkan. Pada tahun 2012 tercatat 143 kasus terjadi dalam per 100 ribu kelahiran hidup. Daerah yang paling tinggi adalah Kabupaten Ketapang dengan angka 20 kasus.
”Angka kematian ibu di Kalbar hingga 2012 sebanyak 143 kasus perseratus ribu kelahiran hidup. Angka ini cukup tinggi dibandingkan angka nasional,” ungkap Kepala Bidang Kesga, Gizi, PSM Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, Berli Hamdani seperti dilansir Pontianak Post (JPNN Grup), Kamis (31/1)
Setelah Ketapang, angka kematian ibu terbanyak berada di Kabupaten Sambas dan Sanggau yakni masing-masing 17 kasus, Kubu Raya 16 kasus, Kota Pontianak 12 kasus, Sintang 9 kasus, Sekadau 8 kasus, Bengkayang, Kabupaten Pontianak, Melawi, dan Singkawang masing-masing 7 kasus, serta Kapuas Hulu 6 kasus, Kayong Utara 5 kasus, dan Landak juga 5 kasus.
Penyebab kematian terbanyak adalah pendarahan yakni 38,46 persen, lain-lain 32,17 persen, hipertensi dalam kehamilan (HDK) 26,17 persen, dan infeksi 4,20 persen.
Berli juga mengungkapkan jumlah kasus kematian neonatal hingga Desember 2012 juga tinggi. Kematian neonatal adalah kematian bayi yang lahir hidup dalam rentang waktu 28 hari sejak kelahiran. Terjadi 507 kasus kematian tersebut. Paling banyak terjadi di Sambas yakni 82 kasus. Diikuti Kota Pontianak 77 kasus, Ketapang 66 kasus, Sanggau 59 kasus, Sintang 38 kasus, Sekadau 32 kasus, Kapuas Hulu 30 kasus, Kabupaten Pontianak 26 kasus, Kubu Raya 24 kasus, Bengkayang 22 kasus, Landak 21 kasus, Melawi 19 kasus, dan terendah 11 kasus. Penyebab kematian terbanyak adalah asfiksia sebesar 38,30 persen dan bayi berat lahir rendah sebanyak 29,59 persen. Sisanya dikarenakan kelahiran kongenital, sepsi, ikterus, dan lainnya.
”Data kematian neonatal ini kami kumpulkan dari seluruh rumah sakit di Kalbar. Ini menunjukkan semua potensi yang dapat menimbulkan kematian di masyarakat sudah dibawa ke rumah sakit,” ungkap Berli.
Angka kematian bayi dari umur 29 hari hingga 11 bulan di Kalbar mencapai 66 kasus. Kasus paling banyak terjadi di Kapuas Hulu yakni 28 kasus, Sambas 16 kasus, Sanggau 6 kasus, Kubu Raya 5 kasus, Kayong Utara dan Sekadau masing-masing 2 kasus, dan Kota Pontianak, Melawi, dan Ketapang masing-masing 1 kasus. ”Hanya Singkawang, Bengkayang, dan Sintang yang tidak ada kasus kematian bayi tersebut,” katanya.
Sedangkan angka kematian balita, lanjut Berli, paling banyak terjadi di Sambas yakni 8 kasus, Kapuas Hulu 4 kasus, Kubu Raya dan Kayong Utara masing-masing 3 kasus, Melawi dan Ketapang masing-masing 2 kasus, serta Sekadau, Bengkayang, Sintang, Sanggau, Kabupaten Pontianak, dan Landak masing-masing satu kasus. ”Dua daerah yang nihil kejadian yakni Singkawang dan Kota Pontianak,” timpalnya.
Ia menambahkan saat ini tidak semua petugas kesehatan di Kalbar terlatih untuk kasus-kasus neonatal. ”Selain itu, juga tergantung dari aktivitas sang ibu yang membawa bayi ke posyandu atau tempat pemeriksaan kesehatan,” katanya.
Berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan kematian bayi. Diantaranya setiap persalinan ditolong tenaga kesehatan terampil. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal ditangani secara adekuat, dan setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanggulangan komplikasi keguguran.
”Upaya ini dilakukan dengan strategi meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir di tingkat dasar dan rujukan. Upaya lainnya yakni membangun kemitraan yang efektif, mendorong pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat, serta meningkatkan sistem surveilans,” ungkapnya.
Regional Operation Manager Kalbar Wahana Visi Indonesia, Untung Sidupa mengatakan saat ini pihaknya membantu pemerintah dalam menurunkan angka kematian ibu dan anak, serta persoalan sosial lainnya. Ada tujuh wilayah layanan yakni Kota Pontianak, Kabupaten Pontianak, Kota Singkawang dan Kabupaten Bengkayang, Sambas, Landak, Sekadau, dan Kubu Raya.
Wilayah layanan itu disebut dengan kantor operasional yang terdiri atas kecamatan dan desa. Setiap desa atau kecamatan memiliki fokus pengembangan yang sama. Fokus pengembangan ini berdasarkan hasil analisa sosial dan penggalian masalah yang dilakukan secara partisipatis bersama masyarakat, sehingga intervensi yang dilakukan juga disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
”Fokusnya yakni pengembangan pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Tetapi berbeda dari sisi konteks dan kedalamannya,” katanya. (uni)
”Angka kematian ibu di Kalbar hingga 2012 sebanyak 143 kasus perseratus ribu kelahiran hidup. Angka ini cukup tinggi dibandingkan angka nasional,” ungkap Kepala Bidang Kesga, Gizi, PSM Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, Berli Hamdani seperti dilansir Pontianak Post (JPNN Grup), Kamis (31/1)
Setelah Ketapang, angka kematian ibu terbanyak berada di Kabupaten Sambas dan Sanggau yakni masing-masing 17 kasus, Kubu Raya 16 kasus, Kota Pontianak 12 kasus, Sintang 9 kasus, Sekadau 8 kasus, Bengkayang, Kabupaten Pontianak, Melawi, dan Singkawang masing-masing 7 kasus, serta Kapuas Hulu 6 kasus, Kayong Utara 5 kasus, dan Landak juga 5 kasus.
Penyebab kematian terbanyak adalah pendarahan yakni 38,46 persen, lain-lain 32,17 persen, hipertensi dalam kehamilan (HDK) 26,17 persen, dan infeksi 4,20 persen.
Berli juga mengungkapkan jumlah kasus kematian neonatal hingga Desember 2012 juga tinggi. Kematian neonatal adalah kematian bayi yang lahir hidup dalam rentang waktu 28 hari sejak kelahiran. Terjadi 507 kasus kematian tersebut. Paling banyak terjadi di Sambas yakni 82 kasus. Diikuti Kota Pontianak 77 kasus, Ketapang 66 kasus, Sanggau 59 kasus, Sintang 38 kasus, Sekadau 32 kasus, Kapuas Hulu 30 kasus, Kabupaten Pontianak 26 kasus, Kubu Raya 24 kasus, Bengkayang 22 kasus, Landak 21 kasus, Melawi 19 kasus, dan terendah 11 kasus. Penyebab kematian terbanyak adalah asfiksia sebesar 38,30 persen dan bayi berat lahir rendah sebanyak 29,59 persen. Sisanya dikarenakan kelahiran kongenital, sepsi, ikterus, dan lainnya.
”Data kematian neonatal ini kami kumpulkan dari seluruh rumah sakit di Kalbar. Ini menunjukkan semua potensi yang dapat menimbulkan kematian di masyarakat sudah dibawa ke rumah sakit,” ungkap Berli.
Angka kematian bayi dari umur 29 hari hingga 11 bulan di Kalbar mencapai 66 kasus. Kasus paling banyak terjadi di Kapuas Hulu yakni 28 kasus, Sambas 16 kasus, Sanggau 6 kasus, Kubu Raya 5 kasus, Kayong Utara dan Sekadau masing-masing 2 kasus, dan Kota Pontianak, Melawi, dan Ketapang masing-masing 1 kasus. ”Hanya Singkawang, Bengkayang, dan Sintang yang tidak ada kasus kematian bayi tersebut,” katanya.
Sedangkan angka kematian balita, lanjut Berli, paling banyak terjadi di Sambas yakni 8 kasus, Kapuas Hulu 4 kasus, Kubu Raya dan Kayong Utara masing-masing 3 kasus, Melawi dan Ketapang masing-masing 2 kasus, serta Sekadau, Bengkayang, Sintang, Sanggau, Kabupaten Pontianak, dan Landak masing-masing satu kasus. ”Dua daerah yang nihil kejadian yakni Singkawang dan Kota Pontianak,” timpalnya.
Ia menambahkan saat ini tidak semua petugas kesehatan di Kalbar terlatih untuk kasus-kasus neonatal. ”Selain itu, juga tergantung dari aktivitas sang ibu yang membawa bayi ke posyandu atau tempat pemeriksaan kesehatan,” katanya.
Berbagai upaya dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan kematian bayi. Diantaranya setiap persalinan ditolong tenaga kesehatan terampil. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal ditangani secara adekuat, dan setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanggulangan komplikasi keguguran.
”Upaya ini dilakukan dengan strategi meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir di tingkat dasar dan rujukan. Upaya lainnya yakni membangun kemitraan yang efektif, mendorong pemberdayaan perempuan, keluarga dan masyarakat, serta meningkatkan sistem surveilans,” ungkapnya.
Regional Operation Manager Kalbar Wahana Visi Indonesia, Untung Sidupa mengatakan saat ini pihaknya membantu pemerintah dalam menurunkan angka kematian ibu dan anak, serta persoalan sosial lainnya. Ada tujuh wilayah layanan yakni Kota Pontianak, Kabupaten Pontianak, Kota Singkawang dan Kabupaten Bengkayang, Sambas, Landak, Sekadau, dan Kubu Raya.
Wilayah layanan itu disebut dengan kantor operasional yang terdiri atas kecamatan dan desa. Setiap desa atau kecamatan memiliki fokus pengembangan yang sama. Fokus pengembangan ini berdasarkan hasil analisa sosial dan penggalian masalah yang dilakukan secara partisipatis bersama masyarakat, sehingga intervensi yang dilakukan juga disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
”Fokusnya yakni pengembangan pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Tetapi berbeda dari sisi konteks dan kedalamannya,” katanya. (uni)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kaca Tempat Karaoke Transparan
Redaktur : Tim Redaksi