jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin menilai kenaikan harga pangan dan energi seperti BBM dan LPG telah menjadi pukulan bagi daya beli mayoritas masyarakat negara ini. Hal ini diduga telah menaikkan angka kemiskinan.
“Saya meyakini kenaikan harga komoditas strategis seperti pangan dan energi ini telah berdampak luas pada rakyat Indonesia terutama terhadap masyarakat kelas menengah ke bawah,” kata Akmal di Jakarta, Senin (4/4).
BACA JUGA: Persedian Makanan Ukraina Berantakan, Harga Pangan Dunia Ikut Terancam
Menurut Akmal, ada sekitar 115 juta kelas menengah dan masih ada ratusan juta rakyat menengah ke bawah yang terguncang dengan persoalan kenaikan harga ini.
Oleh karena itu, pemerintah harus cek dan menemukan solusi agar persoalan ini tidak terus berlanjut.
BACA JUGA: Politikus Gerindra Ini Sebut Aturan JHT Bisa Memperparah Tingkat Kemiskinan
Legislator asal Sulawesi Selatan II ini mengatakan kini masyarakat telah terpukul dengan sejumlah harga pangan masih bertahan di harga tinggi, mulai dari minyak goreng hingga cabai rawit merah.
Di sisi lain, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 Persen dan kenaikan harga Pertamax serta Solar nonsubsidi pun terjadi. Bahkan solar subsidi terjadi kelangkaan padahal BBM ini menjadi andalan transportasi logistik untuk mendistribusi pangan dari sentra produksi ke konsumen.
BACA JUGA: Menaker Ida Ingin Transformasi BLK Dapat Menekan Angka Kemiskinan di Daerah
Akmal mengatakan persoalan minyak goreng yang merupakan janji pemerintah untuk menyediakan subsidi dengan harga 14 ribu rupiah hanya isapan jempol belaka.
Minyak goreng curah masih terpantau dengan harganya Rp 19.875 per kilogram. Sedangkan minyak goreng kemasan premium melimpah di pasar dengan harga hingga 50 ribu rupiah per 2 Liter.
“Ada kondisi, rakyat tidak punya pilihan dalam membeli produk pangan berupa minyak goreng ini. Di sisi lain ada janji minyak goreng dengan harga ketetapan pemerintah, tapi barangnya tidak ada. Ini sama saja omong kosong,” kata Akmal.
Politikus PKS ini menyarankan kepada pemerintah bahwa semua komoditas strategis seperti pangan dan energi, mesti pemerintah yang menjadi price leader.
Kondisi minyak goreng dimana swasta berkuasa penuh terhadap harga, pemerintah yang memiliki kekuasaan dinilai Akmal tidak mampu mengendalikan pasar yang dikuasai swasta.
Menurutnya, seharusnya pemerintah mampu mengendalikan minyak goreng subsidi mulai dari harga hingga ketersediaanya, termasuk distribusinya.
Kondisi saat ini, kata Akmal, dapat dipastikan gini rasio meningkat tajam. Yang kekurangan makin menderita dan ada sebagian orang yang meningkat kekayaannya akibat pandemi.
Akmal meminta pemerintah mesti sadar peningkatan jumlah penduduk miskin makin besar, sehingga perlu keterampilan tingkat tinggi di kabinet pemerintah ini untuk mengatasi persoalan mundurnya kualitas SDM negara kita akibat kemiskinan.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari