Tingkat pengangguran menurun tajam setelah lockdown berakhir di Australia, ditandai dengan terjadinya perebutan tenaga kerja di kalangan dunia usaha.
Hari ini (16/12), Biro statistik Australia mengumumkan tingkat pengangguran turun dari 5,2 persen pada Oktober menjadi 4,6 persen pada November, setelah 'lockdown' berakhir di New South Wales, Victoria, dan Canberra.
BACA JUGA: Omicron Terdeteksi, PPKM Bakal Diperketat? Begini Jawaban Luhut Binsar
ABS menyebutkan terjadi peningkatan besar orang yang mendapat pekerjaan, misalnya untuk bulan November saja tercatat 366.100 orang.
Menurut ekonom AMP Capital, Dr Shane Oliver, tingkat partisipasi kerja sebesar 66,1 persen saat ini menunjukkkan perbedaan besar antara pemulihan pasca-COVID di Australia dan Amerika Serikat.
BACA JUGA: Keluarga di Australia Menunda Liburan ke Indonesia Sampai Anak-anak Divaksinasi
"Tingkat partisipasi yang mendekati rekor di Australia berbeda secara kontras dengan di Amerika Serikat, yang justru jauh di bawah tingkat sebelum pandemi" jelasnya.
"Data ini menunjukkan fenomena berhenti kerja secara massal tidak terjadi di Australia. Masalahnya justru terjadi kekurangan tenaga kerja," kata Dr Shane.
BACA JUGA: Sebuah Perahu Terbalik di Perairan Malaysia, 25 Penumpang Asal Indonesia Masih Hilang
Data ABS menunjukkan indikator pasar tenaga kerja lainnya juga positif, misalnya pengangguran terselubung turun dari 9,5 menjadi 7,5 persen serta jam kerja naik 4,5 persen.
Menurut Dr Shane, indikasi-indikasi positif ini masih akan berlanjut, sehingga akan menyebabkan "pengusaha di bidang tertentu harus berebut pekerja".
ABS menyebutkan hampir semua indikator positif ini didorong oleh pemulihan cepat yang terjadi di New South Wales dan Victoria terutama pada sektor layanan makanan dan minuman, perhotelan, pariwisata, rekreasi, dan hiburan.
"Pelonggaran pembatasan di New South Wales dan Victoria berpengaruh besar pada angka nasional. Jumlah pekerjaan di kedua negara bagian masing-masing naik 180.000 orang dan 141.000 orang antara Oktober dan November," ujar Bjorn Jarvis dari ABS. Pasokan tenaga kerja asing masih tertutup
Dario Valenza, pendiri dan direktur utama Carbonix, salah satu perusahaan pembuat drone, telah menambah tenaga kerjanya dari 15 orang pada awal tahun ini menjadi 35.
Adanya 'lockdown' dan segala pembatasan di New South Wales membuat Dario memanfaatkan berbagai cara untuk menemukan pekerja baru.
"Kami menggunakan jaringan yang ada serta mencari bantuan ke perusahaan penyalur tenaga kerja," katanya kepada ABC News.
Perusahaan yang berbasis di Sydney ini memproduksi kendaraan tak berawak atau drone untuk berbagai industri, termasuk sektor sumber daya, konstruksi, intelijen, dan pertanian.
Permintaan terhadap produknya terus meningkat, sehingga kebutuhan tim desainer dan insinyurnya pun meningkat.
Tapi ia menyebut perekrutan pekerja selama pandemi tidak semudah biasanya.
"Kerumitan untuk mendatangkan mereka ke sini, mengintegrasikan mereka ke dalam tim di tengah segala pembatasan membuat kami harus sedikit kreatif," jelasnya.
Salah satu pekerja baru di Carbonix, Aaron Boot, baru tiba di Sydney minggu lalu.
Dia sebernarnya sudah bekerja secara jarak jauh dari rumahnya di Selandia Baru sekitar tiga bulan lalu sebelum bisa datang ke Australia.
Aaron adalah seorang insinyur desain yang menerima pesanan klien dan mewujudkannya secara fisik.
Karena warga Selandia Baru tidak memerlukan izin untuk bekerja di Australia, negara itu menjadi salah satu dari sedikit tempat mencari pekerja bagi kebanyakan perusahaan Australia.
Sebelum pandemi, Carbonix biasanya merekrut lebih banyak pekerja dari berbagai negara. Namun tahun ini, Aaron merupakan satu-satunya yang direkrut.
Setelah tiga hari dalam isolasi di Sydney, dia langsung berbaur dengan rekan-rekannya, bekerja memproduksi drone.
Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Warga Indonesia Menyambut Pembukaan Perbatasan Internasional Australia Untuk Warga Asing