Angka Stunting di Banyuasin Masih Tinggi, Bupati Butuh Policy Brief yang Inovatif

Rabu, 15 Juni 2022 – 20:57 WIB
Bupati Banyuasin Askolani menerima kunjungan Tim Diklat Kepemimpinan Nasional Angkatan VII 2022 Lembaga Administrasi Negara pada Senin (13/6)

jpnn.com, BANYUASIN - Bupati Banyuasin Askolani mengungkap penyebab masih tingginya angka stunting di daerah yang dipimpinnya.

Yakni, kurangnya asupan gizi pada anak, rendahnya cakupan akses air bersih dan sanitasi, rendahnya pendidikan orang tua dan pola asuh yang salah, serta kurangnya tenaga kesehatan, terutama ahli gizi dalam memantau perkembangan balita.

BACA JUGA: Kemenko PMK: Tranformasi Digitalisasi Perpustakaan Suatu Keharusan

Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, angka prevalensi stunting di daerah ini masih berada pada angka 22,0 dan masuk kategori kuning.

Angka ini menurun dibanding 2017 sebesar 32,8 persen. Saat itu, program penurunan prevalensi stunting mulai diimplementasikan.

BACA JUGA: Deputi Kemenko PMK: Hukum Seberat-beratnya Pelaku Kekerasan Seksual!

Askolani menerangkan, untuk menurunkan angka prevalensi stunting tersebut, pihaknya membuat program-program pengamanan dan pencegahan stunting yang terintegrasi dan terpadu yang dilaksanakan 13 satuan kerja.

Hal tersebut dijelaskannya seusai menerima kunjungan Tim Diklat Kepemimpinan Nasional Angkatan VII Tahun 2022 Lembaga Administrasi Negara yang diwakili oleh Kepala Pusat Pengembangan Kompetensi Teknis dan Sosial Kultural Aparatur Sipil Negara Lembaga Administrasi Negara Caca Syahroni pada Senin (13/6).

BACA JUGA: Kemenko PMK Sebut Olahraga Rekreasi Jadi Isu Cukup Besar Saat Ini

"Strategi percepatan pencegahan stunting dilakukan dengan melaksanakan intervensi gizi spesifik oleh Dinas Kesehatan dan intervensi gizi sensitif oleh Dinas Pendidikan, Perkintan, Sosial, Pangan, KBPPPA, PMD, Perikanan, Pertanian, DLH, Capil, Kominfo dan Bappeda," ucapnya.

Diketahui, Kabupaten Banyuasin merupakan daerah rawa dengan sungai besar dan kecil yang cukup banyak sehingga masyarakat banyak yang tinggal di sekitar sungai dan membuang air besar langsung ke sungai.

Dampak buruknya ialah sungai menjadi tempat penularan penyakit karena adanya transmisi penyakit dari tinja.

"Ini problemnya masyarakat yang belum memahami arti pentingnya hidup sehat melalui sanitasi bersih. Di sini banyak sungai. Masyarakat menganggap lebih mudah BAB di sungai secara langsung daripada menggunakan jamban," tuturnya.

Bupati Banyuasin mengatakan, pihaknya sudah menyosialiasikan permasalahan stunting di seluruh wilayah Kabupaten Banyuasin melalui gerakan Begesah (Beragam Edukasi Gerakan Masyarakat Sadar Hidup Sehat).

Gerakan itu terdiri atas lima kegiatan, yakni gerakan makan telur dan ayam di posyandu untuk mencegah stunting, gerakan deteksi dini IVA dan Sadanis.

Lalu, memberi edukasi informasi dan mengajak wanita lainnya untuk diperiksa, sehatkan keluarga dengan Jamu dan akupresure, gerakan seribu jamban, dan gerakan 500 sertifikat penyuluhan keamanan pangan.

Dia meminta para peserta Tim Diklat Kepemimpinan Nasional Angkatan VII Tahun 2022 Lembaga Administrasi Negara untuk bisa memberikan analisisi kebijakan dan solusi terbaik dalam membantu percepatan penurunan stunting.

"Karena itu, saya kira pemerintah daerah membutuhkan hasil kajian/analisis kebijakan yang mudah dipahami. Bagaimana Diklat Kepemimpinan Nasional Tingkat II memberikan solusi-solusi kreatif yang dapat mendorong pemerintah daerah berinovasi dalam penanganan stunting," ungkapnya.

Caca Syahroni berdiskusi dengan Kepala Dinas Kesehatan Banyuasin dr Rini Pratiwi.

Kemudian, tim berdiskusi dengan Kepala Puskesmas Sembawa drg. Laila Ahza untuk lebih mendalami kendala-kendala yang dihadapi di lapangan dalam upaya penurunan angka prevalensi stunting sebagai bahan masukan penyusunan policy brief kepada pemda. (mrk/jpnn)

 

 

 

 

 


Redaktur : Tarmizi Hamdi
Reporter : Tarmizi Hamdi, Tarmizi Hamdi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler