jpnn.com, JAKARTA - Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK Femmy Eka Kartika Putri menyesalkan terjadinya kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan.
Femmy mengatakan, hukuman yang diberikan kepada pelaku kejahatan seksual harus semaksimal mungkin atau seberat-beratnya.
BACA JUGA: Bu Retno Beberkan Data Kasus Kekerasan Seksual ke Anak, Silakan Disimak
Terlebih jika dampak yang ditimbulkan menyangkut masa depan dan psikologis anak-anak tersebut.
"Banyaknya jumlah korban juga harus menjadi pertimbangan yang memberatkan hukuman," ujar Femmy di Jakarta, Senin (20/12).
BACA JUGA: 3 Langkah Strategis Gus Yaqut Cegah Kekerasan Seksual di Lembaga Pendidikan
Menurut Deputi Femmy, hukuman maksimal yang bisa diberikan sesuai UU Perlindungan Anak adalah 15 tahun penjara.
Namun, karena pelaku sebagai pendidik di lingkungan terdekat korban, pidananya ditambah sepertiga dari ancaman pidana, menjadi maksimal 20 tahun penjara.
BACA JUGA: Arist Merdeka Sirat Mendesak Agar Pelaku Kejahatan Seksual Harus Menerima Hukuman ini
Bahkan, mengacu pada Perpu 1/2016 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang melalui UU 17/2016, jika tindak kekerasan seksual menimbulkan korban lebih dari 1 orang, mengakibatkan luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular.
Kemudian terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, maka pelaku bisa dipidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.
Selain itu, saat ini telah terbit PP 70/2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.
Hukuman kebiri di Indonesia yang diberlakukan kepada pelaku adalah penanganan terapeutik atau semacam pengobatan. Bukan memberikan efek menyakitkan atau penyiksaan.
"Salah satu tujuan dari PP tersebut sebagai upaya untuk mencegah kekerasan seksual terhadap anak," ujarnya.
Dia menjelaskan Kemenko PMK melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait agar segera menerbitkan peraturan menteri/kepala lembaga yang secara teknis mengimplementasikan PP 70/2020 yang dimaksud.
Lebih lanjut, Deputi Femmy menjelaskan, penanganan korban kekerasan seksual harus menjadi prioritas. Hal ini berkaitan dengan masa depan dan dalam jangka panjang untuk memulihkan trauma psikososialnya. (esy/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesya Mohamad