jpnn.com - JAKARTA - Peneliti senior dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menyampaikan, wacana hak angket untuk Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly semakin tidak mubazir.
Pasalnya, menurut Lucius, Rapat Panitia Kerja Pilkada Komisi II DPR telah memutuskan bahwa putusan pengadilan terakhir sebelum pendaftaran calon menjadi pegangan KPU dalam menentukan kepengurusan parpol yang bisa mengikuti Pilkada 2015.
BACA JUGA: Menteri Yuddy: Perubahan Mental Birokrasi Jadi Fokus Reformasi Birokrasi
"Adanya keputusan politik tersebut dan ditambah putusan sela PTUN plus sudah dipanggilnya Menkumham oleh Komisi III DPR, maka hak angket sudah tidak dibutuhkan. Momentum dan timing-nya sudah lewat," kata Lucius Karus, di Jakarta, Sabtu (25/4).
Lucius mengatakan, ada tiga poin utama kesepakatan Panja Pilkada Komisi II DPR terkait parpol yang terlibat konflik agar bisa ikut pilkada serentak yang tahapannya dimulai Juli 2015.
BACA JUGA: Transmigrasi Solusi Konkret Pemutus Sumber Penyebab Kemiskinan
"Pertama, Komisi II DPR mendorong terjadinya rekonsiliasi bagi parpol yang bermasalah, dalam hal ini Partai Golkar dan PPP," ujarnya.
Kedua, lanjutnya, apabila rekonsiliasi tak tercapai, putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang akan digunakan sebagai pedoman verifikasi. Ketiga, jika belum ada putusan berkekuatan hukum tetapi sampai masa pendaftaran calon pilkada habis, maka putusan pengadilan yang terakhirlah yang menjadi pedoman untuk memverifikasi parpol.
BACA JUGA: Harlah GP Ansor ke 81, Nusron Resmikan Masjid Gus Dur
"Proses hukum sudah jelas memberikan solusi penyelesaian konflik Partai Golkar dan PPP. Artinya proses politik terkait hak angket di DPR dengan sendirinya tidak relevan lagi," katanya.(fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Sentilan Amir Syamsuddin untuk para Pesaing SBY
Redaktur : Tim Redaksi