jpnn.com, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan akhirnya buka suara perihal kasus penyelewengan dana donasi yang dilakukan oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT).
Saat ditanya mengenai pencabutan izin operasional ACT, dia mengatakan pihaknya menghormati proses hukum yang sedang berjalan.
BACA JUGA: Cara Pemerintah Menangani Kasus ACT Dikritik
Oleh sebab itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak serta-merta langsung mencabut izin operasional ACT.
“Biarkan proses hukum berjalan, biarkan audit dilakukan, proses hukum dilakukan. Kami menghormati proses hukum, apalagi proses audit. Biarkan aturan hukum yang menjadi rujukan kami," kata Anies Baswedan di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Minggu (10/7).
BACA JUGA: Nathalie Holscher Bongkar Alasan Keluar dari Rumah Sule, Ternyata
Menurut Anies Baswedan, pihaknya baru akan memeriksa izin operasional ACT setelah proses hukum dan audit selesai dilakukan.
“Justru kalau kami bertindak sebelum ada data, sebelum ada kesimpulan yang lengkap, nanti bisa-bisa kami menghakimi berdasarkan opini,” jelasnya.
BACA JUGA: Petinggi ACT Diduga Tilap Dana Bantuan Korban Lion Air, Ancaman Hukumannya Sebegini
Anies Baswedan ingin mengambil keputusan berbasis data sehingga bisa dipertanggungjawabkan.
“Berbasis kelengkapan informasi, seperti ketika kami menangani covid-19 Menangani covid-19 kan pakai data,” tuturnya.
Diketahui, untuk izin operasional ACT sendiri berada di tangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Informasi itu tercantum dalam laman resmi yayasan tersebut act.id. Izin operasional itu tertulis masih berlaku hingga 2024 mendatang.
"Yayasan Aksi Cepat Tanggap telah memiliki Izin Kegiatan beroperasi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui surat nomor 155/F 3/31.74.04.1003/-1.848/e/2019 yang berlaku sampai dengan 25 Februari 2024," bunyi keterangan di laman ACT, dikutip Kamis (7/7).
Lembaga ACT tersebut jadi perbincangan akibat dugaan adanya penyelewengan dana oleh para petinggi.
Dalam pemberitaaan yang diterbitkan majalah nasional, menyebutkan eks pendiri ACT Ahyudin mendapat gaji Rp 250 juta per bulan.
Selain itu, Ahyudin juga mendapat fasilitas operasional berupa satu unit Toyota Alphard, Mitsubishi Pajero, dan Honda C-RV.
Adapun untuk jabatan di bawah Ahyudin mendapat gaji dan fasilitas yang tak kalah mewah.
Para petinggi ACT mendulang cuan dari anak perusahaan itu. Selain itu, uang miliaran rupiah diduga mengalir ke keluarga Ahyudin untuk kepentingan pribadi, yakni pembelian rumah hingga pembelian perabot rumah.
Ahyudin bersama istri, dan anaknya pun disebut-sebut mendapat gaji dari anak perusahaan ACT.
Aliran dana oleh anak perusahaan itu pun diduga melanggar Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan.
Akibat dugaan penyelewengan donasi ini, Kementerian Sosial lalu mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) ACT. Yayasan ACT tidak boleh lagi menggalang sumbangan.
Pencabutan itu tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022 tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi (5/7). (mcr4/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur : Dedi Yondra
Reporter : Ryana Aryadita Umasugi