Petinggi ACT Diduga Tilap Dana Bantuan Korban Lion Air, Ancaman Hukumannya Sebegini

Sabtu, 09 Juli 2022 – 20:20 WIB
Eks Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar terancam hukuman 20 tahun penjara karena diduga menggunakan bantuan dari Boeing untuk korban-korban kecelakaan Lion Air demi keuntungan pribadi. Ilustrasi Foto: arsip JPNN.com/Ricardo

jpnn.com, JAKARTA - Eks Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin dan Presiden ACT Ibnu Khajar terancam hukuman 20 tahun penjara karena diduga menggunakan bantuan dari Boeing untuk korban-korban kecelakaan Lion Air demi keuntungan pribadi.

Temuan itu berdasarkan hasil penyelidikan sementara kasus dugaan penyelewengan dana umat oleh lembaga ACT yang menyeret Ibnu Khajar dan Ahyudin.

BACA JUGA: Abu Janda Sengaja Mengedit Video Anies Soal ACT, Polisi Harus Bergerak

Dalam kasus itu, Ahyudin dan Ibnu diduga melanggar Pasal 372 KUHP dan 374 KUHP tentang Tindak Pidana Penggelapan dan atau Penggelapan Dalam Jabatan.

Lalu, Pasal 45A Ayat (1) Jo Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau Pasal Pasal 70 ayat (1) dan Ayat (2) jo Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.

BACA JUGA: Buntut Kasus ACT, Baznas Prediksi Jumlah Donasi Masyarakat Berkurang

Kemudian, Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

"Ancaman pidana paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar," kata Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, Sabtu (9/7).

BACA JUGA: Buntut Kasus ACT, Muhammadiyah Sebut Perlu Pengawas Khusus Lembaga Filantropi

Ramadhan mengatakan dana pihak Boeing yang dikelola ACT itu sebanyak Rp 138 miliar.

Saat itu, pihak Boeing memberikan dua jenis dana kompensasi, yaitu dana santunan tunai dan nontunai kepada ahli waris para korban masing-masing sebesar USD 144.500 atau setara dengan Rp 2.066.350.000.

Ramadhan mengatakan dana tersebut tidak dapat dikelola langsung oleh para ahli waris korban melainkan melalui lembaga atau yayasan yang sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan Boeing.

Salah satu persyaratan tersebut adalah lembaga atau yayasan yang bertaraf internasional.

Pascakecalakaan itu, jelas dia, para ahli waris korban dihubungi oleh pihak yang mengaku dari ACT meminta untuk memberikan rekomendasi kepada pihak Boeing agar dana CSR tersebut dikelola oleh pihaknya.

Sebab, dana sosial atau CSR diperuntukan membangun fasilitas pendidikan sesuai dengan rekomendasi dari ahli waris para korban.

Namun, setelah pihak Boeing menunjuk ACT untuk mengelola dana sosial/CSR tersebut, ahli waris tidak diberitahu lagi perihal realisasi jumlah dana yang diterima.

"Termasuk nilai serta progres pekerjaan yang dikelola oleh Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT)," ujar Ramadhan.

Konon, Ahyudin menjabat sebagai ketua pengurus/presiden ACT sekaligus penanggung jawab terhadap penggunaan dana dan kegiatan yang dikelola lembaga itu.

Adapun Ibnu Khajar berperan sebagai wakil ketua pengurus atau vice president ACT.

Saat ini, Ibnu Khajar menjabat sebagai Presiden ACT sekaligus penanggung jawab terhadap penggunaan dana sosial/CSR dan kegiatan lembaga itu.

"Diduga pihak ACT tidak merealisasikan/menggunakan seluruh dana sosial/CSR yang diperoleh dari pihak Boeing," ujar Ramadhan.

Ramadhan menyebut sebagian dana sosial/CSR tersebut diduga dimanfaatkan untuk pembayaran gaji ketua, pengurus, pembina, serta staf di lembaga filantropi itu.

"Juga diduga digunakan untuk mendukung fasilitas serta kegiatan atau kepentingan pribadi yang saat itu diketuai oleh Ahyudin dan wakil ketua pengurus atau vice presiden Ibnu Khajar," pungkas Ramadhan. (cr3/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:

BACA ARTIKEL LAINNYA... Muhammadiyah Sebut ACT Perlu Pengawasan dari Segi Etika


Redaktur : Fathan Sinaga
Reporter : Fransiskus Adryanto Pratama

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler