jpnn.com, JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan, didesak membongkar dan mengusut dugaan penyalahgunaan areal peruntukan hijau umum (PHU) atau resapan air, yang dijadikan perumahan oleh pengembang.
Salah satunya pendirian pembangunan rumah deret (cluster) di Jalan Jati Bendungan, Kelurahan Jati Pulo, Gadung dan Pulo Mas, serta Jalan Raya Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur.
BACA JUGA: Anies Pastikan Kepulauan Seribu Terus Dibangun
“Pendirian pembangunan 128 unit perencanaan justru berdiri pada areal peruntukan hijau umum atau resapan air. Karena itu, pengembang tak dapat proses hukum perijinan IMB (Izin Mendirikan Bangunan),” ujar Koordinator Jakarta Corruption Watch (JCW) Manat Gultom, Minggu (30/9).
Manat menilai, pendirian penyelenggaraan pembangunan perumahan komersial lapis dua dan non lapis di tiga lokasi hukum berbeda itu, melanggar UU No 28/2002 tentang Bangunan Gedung terhadap turunanya norma Perda Provinsi DKI No 7/ 2010 tentang IMB dan Perda 1/2014 tentang Zonasi RDTR/ RDTRW KRK DKI.
BACA JUGA: KADIN Jakpus Tak Suka Pejabat Pilihan Anies Ini
Dijelaskannya, pendirian pembangunan 128 unit perencanaan justru berdiri pada areal peruntukan hijau umum, atau resapan air. Karena itu, pengembang PT AB tak dapat proses hukum perijinan IMB.
"Bukti tak dapat proses hukum perijinan, sebanyak 18 unit awal pendirian pembangunanya di Jalan Jati. Bendungan Rt. 06/03 Kelurahan Jati Pulo Gadung pada akhir 2017 lalu mendapat SP'4 dan Segel. Tetapi anehnya, tidak ditindak lanjuti Surat Perintah Bongkar (SPB) sesuai amanat Pergub No. 128/2012," beber Manat.
BACA JUGA: Satu Lagi, Presiden Jokowi Resmikan Tol Depok-Antasari
Pengangkangan UUBG 28/2002 dengan Perda 7/2010 oleh pengembang sebenarnya mencederai hak sipil politik hukum masyarakat.
Pelestarian pembangunan rumah komersial di Pulo Gadung yang tengah tahap 80%, di Pulo Mas tahap 65% serta di Ciracas telah proses 40% menunjukkan dugaan keterlibatan pemangkuan hukum pada Dinas, Suku Dinas dan Seksi Cipta Karya Tata Ruang Dan Pertanahan (CKTRP) juga Camat selaku pamongpraja.
Manat menjelaskan, karena pelibatan dan partisipasi hak sipil politik hukum dalam penegakan hukum korupsi, lembaga pihaknya telah pengaduan masyarakat ( Dumas ) Nomor 1174/ LSM JCW / IX/ 2018 kepada kepala Inspektur Inspektorat.
Sebelumnya, penyampaian secara hak sipil politik sama ke Unit Kerja Pelaksana Dinas dengan didukung publikasi di salah satu harian ibukota Edisi 30/08 berjudul : Pelanggaran Bangunan Marak di Jaktim.
Karena ada dugaan peristiwa pihak pegawai negeri atau penyelenggara negara pada Pemkot Jaktim yang bertentangan dengan jabatan mereka, gubernur harus melakukan upaya paksa (gijzeling) menerapkan Pergub 128/2012.
Sebab, dalam pasal - pasal Pergub tersebut dengan Perda 7/2010 menggariskan setiap pendirian bangunan gedung tanpa IMB dengan berdiri pada areal PHU atau areal resapan air harus dibongkar rata tanah.
"Jikalau Gubernur Anies Baswedan tak konsistensi hukum, berarti gubernur terikut menambah penyusutan ruang terbuka hijau ( RTH ). Penyusutan RTH di Jakarta merupakan ketidak konsistenan Gubernur Provinsi DKI. Jakarta selama ini untuk menerapkan gijzeling kepada pengembang nakal," tambahnya.
Seperti diketahui, jumlah ruang terbuka hijau (RTH) di Jakarta baru 9,98 persen, dari 30 persen target ideal yang diharapkan. Untuk mengejar angka tersebut, DPRD DKI Jakarta mendesak Dinas Kehutanan melakukan pembebasan lahan untuk dijadikan RTH.
“RTH Jakarta harus ditambah secara maksimal,” ujar Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik, saat rapat dengan Dinas Kehutanan, beberapa waktu lalu. (ibl)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Reklamasi: Anies Pastikan Pulau Sedayu dan Podomoro Aman
Redaktur & Reporter : Adil