Anisah Rasyidah, Istri Bupati Hulu Sungai Utara Dipanggil KPK

Kamis, 30 September 2021 – 13:22 WIB
Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan Ali Fikri. Foto: Fathan Sinaga/JPNN.Com

jpnn.com, JAKARTA - Anisah Rasyidah, istri Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid, dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (30/9), untuk diperiksa sebagai saksi dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten HSU 2021-2022.  

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DPPKB) Kabupaten Hulu Sungai Utara, itu akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka dari pihak swasta, Direktur CV Hanamas berinisial Marhaini (MRH). 

BACA JUGA: KPK Geledah Ruang Kerja Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid

"Hari ini pemeriksaan saksi terkait pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan Tahun 2021-2022, untuk tersangka MRH dan kawan-kawan," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (30/9).

Dalam penyidikan kasus itu, KPK juga memanggil Ketua DPRD Kabupaten HSU Almien Ashar Safari. 

BACA JUGA: Bupati Kolaka Timur yang Terkena OTT KPK Punya Kekayaan Sebanyak Ini

Almien akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Marhaini.

Seperti diketahui, KPK pada Kamis (16/9), menetapkan tiga tersangka kasus itu.

BACA JUGA: KPK Gelar OTT di HSU, Firli Bahuri Bilang Begini

Tersangka penerima suap yakni Maliki (MK), selaku Plt Kepala Dinas PU pada Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, dan Pertanahan (PUPRP) HSU. Adapun tersangka pemberi suap ialah  Marhaini (MRH), dan Fachriadi (FH) dari pihak swasta/Direktur CV Kalpataru.

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Dinas PUPRP Kabupaten HSU telah merencanakan lelang proyek irigasi, yaitu Rehabilitasi Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Rawa (DIR) Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan, dengan harga perkiraan sendiri (HPS) Rp 1,9 miliar. 

Kemudian, Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dengan HPS Rp 1,5 miliar.

Sebelum lelang ditayangkan di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), Maliki diduga telah terlebih dahulu memberikan persyaratan lelang pada Marhaini dan Fachriadi sebagai calon pemenang dua proyek irigasi tersebut dengan kesepakatan memberikan sejumlah uang komitmen fee 15 persen.

Saat penetapan pemenang lelang, proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Kayakah, Desa Kayakah, Kecamatan Amuntai Selatan, dimenangkan CV Hanamas milik Marhaini dengan nilai kontrak Rp 1,9 miliar. Kemudian, proyek Rehabilitasi Jaringan Irigasi DIR Banjang, Desa Karias Dalam, Kecamatan Banjang dimenangkan oleh CV Kalpataru milik Fachriadi dengan nilai kontrak Rp 1,9 miliar.

Setelah semua administrasi kontrak pekerjaan selesai lalu diterbitkan surat perintah membayar pencairan uang muka yang ditindaklanjuti oleh Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dengan menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk pencairan uang CV Hanamas dan CV Kalpataru yang dilakukan oleh Mujib sebagai orang kepercayaan Marhaini dan Fachriadi.

Sebagian pencairan uang tersebut, diduga diberikan kepada Maliki yang diserahkan oleh Mujib sejumlah Rp 170 juta dan Rp 175 juta dalam bentuk tunai.

Sebagai pemberi, Marhaini dan Fachriadi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau Pasal 5 Ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 KUHP.

Sementara, Maliki selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 Huruf a atau Pasal 12 Huruf b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Juncto Pasal 64 KUHP Juncto Pasal 65 KUHP.  (antara/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler