Anita Gathmir Kaicil Sosok Perempuan Inspiratif, Tidak Ambil Keuntungan

Kamis, 01 Desember 2022 – 07:22 WIB
Pendiri Rumah Tenun Puta Dino Kayangan, Anita Gathmir mengisi acara bersama Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Sandiaga Uno, Maluku, Rabu (30/11/2022). Foto: ANTARA/Dokumen Pribadi

jpnn.com - JAKARTA - Anita Gathmir Kaicil merupakan bagian dari keturunan Kesultanan Tidore.

Anita memiliki marga Kaicil yang sama disandang oleh Sultan Nuku, Sri Paduka Maha Tuan Sultan Saidul Jehad el Ma'bus Amiruddin Syah Kaicil Paparangan Jou Barakati.

BACA JUGA: Buat Terobosan, 13 Kepala Daerah Perempuan Inspiratif ini Raih Apresiasi

Dia begitu bersemangat saat menceritakan perjuangannya menghidupkan kembali kekuatan Kesultanan Tidore melalui tenun.

Anita melestarikan kain tenun yang hampir tergerus zaman melalui anak-anak muda yang dibinanya.

BACA JUGA: Daftar Nama Perempuan Inspiratif 2022 versi The Iconomics, Berapa yang Anda Kenal?

Puta Dino Kayangan

Bermula saat Anita melihat sebuah foto berwarna hitam putih di Kantor Perpustakaan dan Kearsipan Daerah Kota Tidore Kepulauan yang dokumen aslinya berada di museum yang ada di Leiden, Belanda.

Kejadian di 2017 itu membuat hatinya tergerak untuk membangun kembali tenun Kesultanan Tidore dengan mendirikan Puta Dino Kayangan di tahun yang sama.

BACA JUGA: Aktivis GMNI Ini Sebut Puan Maharani Politikus Perempuan Inspiratif

“Puta berarti kain, Dino artinya jahit atau susun, dan Kayangan tinggi. Jika ketiga kata itu digabungkan maka Puta Dino Kayangan berarti jahitan atau susunan kain yang manfaatnya tinggi,” kata Anita saat ditemui di Maluku, Rabu (30/11).

Kini, nama Puta Dino Kayangan sudah mendunia dengan berhasil tampil di ajang bergengsi yakni New York Indonesia Fashion Week (NYIFW), Konferensi Tingkat Tinggi G-20, Sail Tidore 2022, dan di tahun depan akan melanjutkan Promosi Terpadu Tekstil dan Fesyen Indonesia di Afrika Selatan 2023.

Memulai dari nol tentu tak mudah bagi seorang Anita di tahun pertamanya mempelajari dunia tenun.

Namun, seiring berjalannya waktu perjuangannya terbantu oleh Bank Indonesia (BI) yang sejak awal memberikan bantuan berupa pelatihan, fasilitas tempat, dan alat-alat menenun.

Pihak Bank Indonesia juga mengumpulkan dan mendatangkan sejumlah guru-guru dari Jepara, Bandung, Majalaya, dan Yogyakarta untuk melatih menenun.

“Jadi anak-anak tenun berusia 16 sampai 27 tahun itu kami bina, mereka bukan cuma tahu tapi paham teknik menenun yang nantinya diajarkan ke anak lainnya, mereka belajar 20 jenis alat tenun yang kita kumpulin karena kita tak ingin berhenti belajar,” tutur Anita.

Adapun pendekatan Anita menyasar kepada anak muda dengan memberikan pemahaman bahwa belajar menenun itu tidaklah sulit dan perlu proses yang bertahap untuk membangun keterampilan mereka.

Anita menjelaskan, salah satu alat tenun yang paling mudah bernama Inkle Loom dan cara belajar menenun bisa sehari memahami tergantung dari kemampuan setiap individu.

“Kita di sini gratis. Jadi, sekarang anak SMA itu ada 224 anak yang kami ajarkan setiap minggu bergantian ke sini, bahkan kita juga ke rutan ke perempuan dan lelaki untuk menambah keterampilan mereka,” kata Anita.

Selain itu, Anita menceritakan perjuangan lainnya yakni benang berkualitas untuk tenun yang terbilang sulit ditemukan dan masih mengimpor dari India serta Cina.

Meski di daerahnya ada yang memanfaatkan serat nanas dan batang pisang yang dijadikan benang. Namun, dirinya masih kesulitan mendapatkan barang tersebut.

“Jadi tugas kita (Anita) buat mempelajarinya, dan tolong bantuannya agar kami bisa mendapatkannya dengan mudah,” harapnya.

Anita menilai kebutuhan benang untuk tenun ini juga bisa menjadi kesempatan pihak lain untuk membuka lapangan pekerjaan sehingga bisa saling menguntungkan.

Motif Tenun Paling Laris

Anita menambahkan, penjualan yang dikelolanya terbilang bagus dengan sejumlah motif yang laris dijual seperti Barakati yang bermakna "diberkahi", Jodati yaitu "ketulusan hati", Marasante yaitu "keberanian", Tobaru yaitu suku asli Halmahera, Amo yakni "tanaman khas Tidore", dan Kalajengking.

Namun, di sisi lain, pihaknya juga masih kekurangan tenaga kerja dan hanya dibantu oleh guru-guru yang dibinanya demi kelangsungan pelestarian tenun Tidore ini.

“Maka dari itu, kita harus membangun pendekatan ke orang-orang sini untuk mau bekerja sebagai penenun dan itu tidak mudah,” tandasnya.

Wanita berusia 47 tahun ini menjelaskan, seringkali orang lain salah memahami kalau batik dan tenun memiliki teknik yang sama.

“Padahal batik berbeda tekniknya dengan tenun. Batik itu sudah berupa kain yang dikasih motif dengan cara dilukis atau cap, sedangkan tenun tekniknya menyatukan benang satu demi satu membentuk kain. Jadi tingkat kesulitannya sudah terlihat berbeda,” jelasnya.

Anita Tidak Mengambil Keuntungan

Selama perjuangannya melestarikan Tenun Tidore, dia menjualkan kisah dengan menceritakan upayanya membangkitkan kain yang sudah ada sejak 100 tahun lalu, dan dikenalkan kembali ke berbagai acara.

Wanita kelahiran Soa Sio Tidore ini mengatakan tak ambil keuntungan dari penjualannya lantaran diarahkan untuk dikelola anak-anak yang dibinanya.

Anita bersama sang suami tidak mengambil keuntungan, karena mereka hanya mendampingi dan hasil penjualan diserahkan kepada anak-anak agar mereka bisa berwirausaha dan memiliki penghasilan.

Ke depannya, Anita menyampaikan harapannya kepada pemerintah untuk lebih mendukung perjuangannya guna mengenalkan kembali Tenun Tidore.

“Harapan saya pemerintah daerah lebih peduli karena ini untuk Tidore, Maluku Utara kalau kami sudah sebesar ini sudah mandiri kalau dibantu pemerintah pasti akan lebih kuat lagi,” ujarnya.

Anita mengajak anak muda yang tertarik untuk mempelajari tenun bisa mendatangi Fola Barakati Food and Art yang berada di Jalan Kramat No.38, Kota Depok, Jawa Barat. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo Samsu

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler