jpnn.com, MEDAN - Hari Ulang Tahun (HUT) Kemedekaan RI ke 72 tahun ini (17-08-1945-17-08-2017) sangatlah istimewa. Sebab baru kali ini, presiden mengeluarkan imbauan dan/atau anjuran mengibarkan bendera Merah Putih sebulan penuh untuk merayakan hari kemerdekaan di seluruh wilayah kedaulatan NKRI.
Wakil Ketua DPD Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sumatera Utara, Binsar M Simatupang menilai imbauan dan/atau anjuran Presiden RI ketujuh Joko Widodo (Jokowi) mengandung makna permenungan dan analisis mendalam dan mendetail atas situasi faktual longgar dan kendurnya jiwa kebangsaan ke-Indonesia-an di era belakangan ini. Hal itu akibat reinkarnasi politik identitas yang berpotensi laten mencabik-cabik keutuhan bangsa.
BACA JUGA: Bertemu Jokowi di Istana, Matakin Dukung Penguatan Pancasila
Menurut Binsar, hal itu dapat dilihat dari politik pemilihan kepala daerah (Pilkada) gubernur, bupati/wali kota yang cenderung menggunakan taktik strategi politik sektarian-pimordial seperti suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagai senjata pamungkas memenangkan Pilkada.
Taktik strategi seperti itu, kata dia, sesungguhnya sangatlah disayangkan. Sebab berpotensi menimbulkan gesekan, perpecahan, konflik sesama anak bangsa. Sadar atau tidak politik identitas juga berpotensi merusak persatuan dan kesatuan sesama anak Ibu Pertiwi akibat egoisme sektoral serta kepentingan politik sesaat.
BACA JUGA: Presiden Jokowi Jawab Hastag #ApaKataPresiden di Jember Fashion Carnaval
“Bukankah kita bersaudara kandung anak-anak bangsa di Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)?” tanya Binsar yang juga menjabat Wakil Ketua PD II FKPPI Sumatera Utara.
Binsar mengingatkan kita bersaudara kandung anak Ibu Pertiwi Indonesia dari Sabang hingga ke Merauke dengan hak dan kewajiban yang sama, setara dan sederajat sesuai pasal 27 ayat (1) UUD RI 1945. Dengan mengacu pada Pasal ini maka akan terwujud equality before the law sebagaimana hakikat sejati negara merdeka.
BACA JUGA: Ujang Sebut Jokowi Bakal Diuntungkan Jika Tunjuk Najwa Shihab Jadi Mensos
Presiden Joko Widodo dengan komitmen politik Nawacita telah berupaya keras dan kuat melalui kabinet kerja untuk membangun berbagai infrastruktur dari pinggir wilayah kedaulatan RI supaya seluruh wilayah terkoneksi dari Sabang hingga ke Merauke. Hal ini sangat penting untuk menjaga keutuhan wilayah NKRI bukan lagi retorika atau wacana seperti pada pemerintahan sebelumnya.
“Jiwa kebangsaan ke-Indonesia-an atau nasionalisme sepertinya telah mengalami "turbulensi" sebagai akibat demokrasi kebablasan atau demokrasi tanpa batas. Padahal kebebasan tanpa batas sesungguhhya adalah perilaku barbar, anarkhistis, intoleran yang menciderai dan melukai hak asasi manusia (HAM) di negara merdeka,” ujar Putra Tapanuli Utara ini.
Menurutnya, keadaban manusia tertinggi sejatinya terletak pada kemampuan paripurna melaksanakan hak dan kewajiban sesuai konstitusi negara. Tidak seorang pun memiliki hak istimewa dibandingkan orang lain. Sebab Negara Republik Indonesia adalah satu untuk semua, semua untuk satu yaitu Indonesa kata Bung Karno pendiri Bangsa, Proklamator NKRI.
Menurut Binsar, sadar atau tidak hal itu terjadi akibat kealpaan merawat sejarah bangsa. Padahal Bung Karno tegas mengatakan “Jangan Sekali-sekali Melupakan Sejarah atau Jasmerah”.
Tonggak sejarah Gerakan Budi Utomo 1908, Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 tidak boleh sekali-sekali dilupakan oleh setiap warga negara di Republik ini agar tidak muncul pemikiran dan perasaan paling berjasa, paling berhak, paling istimewa dibandingkan warga negara lainnya.
Gerakan Budi Utomo membawa gerakan pencerdasan melalui pendidikan, Sumpah Pemuda melahirkan komitmen kebangsaan Satu Nusa, Satu Bangsa, Menjunjung Bahasa yang satu. Yaitu Indonesia, Proklamasi ikrar dan maklumat kemerdekaan RI atas nama seluruh bangsa Indonesia ke seluruh dunia sekaligus Jembatan Emas menuju negara makmur, sejahtera, dan berkeadilan.
Pertanyaan adalah sudah sejauhmana capaian janji proklamasi, cita-cita pendiri bangsa (founding fathers) terwujud nyata dalam usia 72 tahun? Inilah renungan bersama seluruh anak bangsa, bukan saling menyalahkan, memfitnah, membangkitkan fanatisme sektarian-primordial yang merusak persatuan dan kesatuan sesama anak bangsa.
“Hentikan pikiran-pikiran tak produktif. Mari kita dukung visi misi Presiden Joko Widodo Kerja…Kerja…dan Kerja. Mari kita mengisi jembatan emas yang telah dibangun para pendiri bangsa,” kata Binsar.
“Merekalah Pelaku Sejarah, saya, Anda dan pemangku kekuasaan saat ini mungkin hanyalah Penikmat Sejarah yang seharusnya bersyukur dan berterima kasih atas kemerdekaan RI yang diperjuangkan dengan korban harta dan nyawa. Bukan sekadar bicara tanpa bukti nyata.”(fri/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Wah...Pak Polisi Main Bola Pakai Daster
Redaktur & Reporter : Friederich