jpnn.com, BALI - Kapal Cruise Pasific Eden di bawah bendera Carnival Group untuk pertama kalinya bersandar di Pelabuhan Benoa, Bali.
Menteri Pariwisata Arief Yahya justru menjadi orang paling galau menjelang annual meeting yang hanya dua tahun sekali di luar Amerika.
BACA JUGA: Nyam.. Nyam.. Lapis Legit 4 Besar Kue Terlezat di Dunia
Dulu, Mancu Picu Meksiko terkenal dan menjadi destinasi tersohor dunia juga karena annual meeting IMF-World Bank itu. Pemerintah sangat cerdas memanfaatkan momentum.
Ketika forum itu digelar, pemerintah sekaligus mempopulerkan destinasi wisatanya.
BACA JUGA: Peselancar Dunia Uji Nyali di Surfing International Krui Pro 2017
"Kini Mancu Picu menjadi salah satu ikon destinasi budaya di Meksiko, Amerika Latin," kata Arief.
Tahun 2018, annual meeting itu dilangsungkan di Bali. Arief pun maju ke pemerintahan Presiden Jokowi untuk memuluskan pembangunan berbagai fasilitas fisik menjelang pertemuan IMF-World Bank itu.
BACA JUGA: Indonesia Mengail di Kolam Wisman Thailand
Sebab, akan ada 18 ribu orang atau wisman baru yang masuk ke Bali dalam waktu bersaman.
Saat bertemu awak media di dalam Cruise Pasific Eden, Arief menjelaskan, momen annual meeting IMF-World Bank di Bali pada Oktober 2018 menjadi ajang mepromosikan Bali, Bali and Beyond, dan Wonderful Indonesia secara konkret.
“Kami punya 1,5 tahun sebelum annual meeting IMF. Ini waktunya memberbaiki regulasi dan intrastruktur, lakukan deregulasi secepatnya. Jangan saat menjadi tuan rumah ini, justru mengecewakan karena layanan fan fasilitas wisata yang di bawah standar.” ujar Arief sesaat setelah penyambutan wisatawan di Pelabuhan Benoa, Kamis (13/4).
Dia juga memaparkan, pihaknya sudah merancang paket wisata yang akan dipromosikan melalui tripadvisor dan menggunakan platform ITX-Indonesoa Tourism Xchange.
"Kami dorong industri untuk memiliki paket-paket untuk destinasi wisata Indonesia yang kami tawarkan kepada seluruh delegasi yang jumlahnya 15-18 ribu delegasi itu. Bali sendiri harus dieksplorasi. Lalu di luar Bali yang bisa ditembus dengan sekali flight, seperti Borobudur Joglosemar, Labuan Bajo NTT, dan destinasi Jakarta,” katanya.
Masih ada lagi uang cruise keliling Pulaj Bali, dan Lombok dan Banyuwangi. Destinasi yang layak ditempuh dengan cruise.
"Lalu yang jauh dan membutuhkan transit, seperti Tanah Toraja Sulawesi dan Danau Toba Sumut," kata Arief.
Arief menjabarkan, saat ini devisa dari wisata bahari Indonesia baru menghasilkan USD 1 milliar per tahun.
“Tahun lalu kita hanya SATU juta pengunjung atau 1 milliar dolar devisa yang kita dapat. Bandingkan saja dengan Malaysia yang memperoleh 8 miliar, berarti kita lebih sedikit, untuk tahun ini kita menargetkan dari 1 milliar dolar menjadi 4 miliar dolar,” ujarnya.
Lebih lanjut, Arief memberi contoh agar bisa jadi benchmark ke depan.
“Malaysia itu devisanya dari wisata bahari 8 milliar USD, delapan kali lipat lebih besar dari yang masuk ke Indonesia, mengapa bisa seperti itu? Padahal Indonesia memiliki garis pantai terpanjang kedua di dunia. Tidak hanya itu keindahan coral dunia, dua per tiganya nya ada di Indonesia atau sekitar 70 persennya, terutama berada kawasan Indonesia Timur, Indonesia memiliki kedua itu, masa kalah dengan malaysia” katanya.
Oleh sebab itu, menurut Arief, masalah regulasi seperti itu harus diselesaikan dan itu sudah disepakati tadi dengan menko maritim dan menhub. Untuk bersama-sama menuntaskan masalah tersebut supaya bisa mempromosikan wisata bahari lebih baik lagi.
“Paket cruising di Bali itu sudah ada, dan nanti kami juga akan membuat paket cruising ke Lombok dan Labuan Bajo yang akan siapkan. Mementum annual meeting IMF-World Bank yang akan kita laksanakan pada Oktober 2018 nanti agar digunakan dengan benar oleh industri pariwisata dan pemerintah di Bali terutama. Untuk memberbaiki regulasi, lakukan deregulasi jangan kita memberikan pelayanan dengan biaya yang sangat mahal,” katanya.
Masalah infrastruktur terutama memang masih menjadi masalah untuk datangnya cruise ke Indonesia terutama destinasi yang di prioritaskan seperti Labuan Bajo.
“Bagaimana cruise datang ke Labuan Bajo, kita belum punya pelabuhan di sana, waktunya cukup hingga Oktober 2018. Kami akan tanya ke Pak Menhub, boleh tidak jika kami menggunakan pelabuhan logistik di Labuan Bajo untuk bersandarnya kapal-kapal cruise, dan itu pasti akan terlihat bagus,” ujar Arief.
Selain Indonesia bagian Selatan, sambung Arief, yang berpotensi mendatangkan cruise untuk di Asia tepatnya datang dari Tiongkok.
“Yang menggunakan cruise dari Tiongkok itu 52 persen, seminggu yang lalu saya bertemu dengan pengelola cruise yang ada di Guangzhou, mereka berencana akan datang ke Indonesia. Jangan khawatir yang dari Tiongko juga high end market, di mana pelanggan cruise dari sana biasanya middle up, dan harus kita buat balance antara wisatawan yang menggunakan cruise dari selatan seperti Australia denga dari Tiongkok,” katanya. (jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kelola Famtrip Timur Tengah, Kemenpar Lakukan Zig-zag
Redaktur : Tim Redaksi