jpnn.com, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi IX DPR Ansory Siregar menyampaikan protes atas kebijakan pemerintah menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Protes disampaikan politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu saat Rapat Paripurna DPR, Kamis (16/7).
BACA JUGA: Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Berlaku Hari Ini, NasDem Sentil Pemerintah
Ansory menjelaskan sesuai amanat UUD NRI 1945, kesejahteraan rakyat harus dibangun bersama.
Dia menyebut Pasal 23 Ayat 1 UUD NRI 1945 menyatakan APBN dipertanggungjawabkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pasal 28 h Ayat 1 UUD NRI 1945 menyatakan setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Ayat 3, setiap orang berhak mendapat jaminan sosial.
BACA JUGA: Tolong Jangan Menaikkan Iuran BPJS Kesehatan, Rakyat Bisa Tampar Muka Pemerintah 2 Kali
Tidak hanya itu, Pasal 34 Ayat 1 menyatakan fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Karena itu, kata dia, apa pun alasan pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan akan terganjal Pasal 34 Ayat 1 UUD NRI 1945 tersebut.
“Jungkir balik pun dia cari-cari alasan, UU mana pun, dia pasti terganjal Pasal 34 Ayat 1 yang menyatakan fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara,” kata Ansory.
Dia menjelaskan sebenarnya ada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Belakangan, ada Perpres 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perpres 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Lantas Mahkamah Agung pada Januari 2020 membatalkan Perpres tersebut. “Begitu dibatalkan rakyat senang, bergembira,” tegasnya.
Namun, kata Ansory, di tengah kegembiraan rakyat, muncul lagi Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Kenaikan ini juga dilakukan tidak lama setelah MA membatalkan Perpres 75. “Ini menandakan bahwa pemerintah tidak empati terhadap masyarakat kecil. Tuna empati di tengah kesusahan penderitaan,” kata dia.
Menurut Ansory, pemerintah juga tidak memberikan contoh yang baik dalam penegakan hukum.
“Baru saja kok MA memutuskan. Diputuskan (dibatalkan) itu karena melanggar dua undang-undang. Undang-Undang SJSN, Undang-Undang BPJS dilanggar itu. Asas keadilan sosial, asas kemanusiaan,” katanya.
Lantas Ansory pun memberikan saran dan masukan kepada pimpinan DPR untuk bersuara terkait persoalan ini.
“Ini juga saya bukan kesal. Saya sayang sebenarnya dengan Mbak Puan, dengan Pak Sufmi Dasco, dengan Bapak Aziz, Pak Muhaimin, dan semuanya, tetapi tidak ada yang komentar tentang fakir miskin ini,” katanya.
“Dalam Perpres 64 itu memang pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja, yang fakir miskin ini dari April sampai Desember memang tidak naik 2020 di Perpres itu, tetapi begitu 1 Januari 2021 dinaikkan. Ini tipu-tipu,” lanjut Ansory. Microphone yang digunakannya untuk interupsi pun mati.
Interupsi Ansory langsung direspons Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad yang memimpin Rapat Paripurna DPR tersebut.
“Baik. Jadi begini Pak Ansory. Kalau bapak saya sama kita (pimpinan), kita sayang juga sama bapak,” kata Dasco merespons.
Wakil ketua umum Partai Gerindra itu menegaskan bahwa soal fakir miskin dan anak terlantar sama-sama akan memikirkannya. Dasco memastikan bahwa pimpinan DPR tidak diam.
“Jadi, kalau dibilang kita tidak bereaksi, boleh tanya dengan Badan Keahlian. Kami akan undang Pak Ansori dan Komisi X. Kita akan kunci perpres-perpres itu untuk memperhatikan fakir miskin dan anak terlantar,” ungkapnya.
Dasco menegaskan, Pimpinan DPR tidak hanya diam saja selama ini. Menurut dia, pimpinan DPR sudah beberapa kali rapat membahas persoalan BPJS.
Bahkan pimpinan sudah meminta iuran tidak dinaikkan, tetapi pemerintah tetap menaikkannya.
“Pak Ansory juga sudah mengikuti, kita sudah rapat, kita minta pemerintah tidak menaikkan lalu dinaikkan. Kita akan sama-sama berjuang untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar. Itu janji pimpina,” kata Dasco. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy