Antara Bom Gereja di Samarinda dan Aliran Aneh

Senin, 14 November 2016 – 07:51 WIB
Ilustrasi. Foto: AFP

jpnn.com - SAMARINDA - Pelaku pengeboman Gereja Oikumene, Samarinda, diduga bergabung dengan kelompok radikal.

Mereka disebut-sebut berkumpul di sebuah bangunan yang dulunya masjid.

BACA JUGA: Ibu Asyik Pacaran, Putrinya Diperkosa Pegawai Restoran

Bangunan itu berdiri di Jalan Ciptomangunkusumo, Kelurahan Sengkotek, Loa Janan Ilir.

Meski dikenal sebagai masjid, warga sekitar jarang beribadah di sana. Amalan di masjid itu disebut warga berbeda dengan majelis umumnya.

BACA JUGA: Lurah Cibadak: Banjir Sekarang Tidak Tanggung-Tanggung

Contohnya, tak ada zikir bersama setelah salat wajib.

Selama dua tahun terakhir, jemaah masjid justru berdatangan dari luar kelurahan. Jumlah mereka diperkirakan puluhan orang.

BACA JUGA: Mendadak...Puluhan Pengunjung Pemandian Hanyut, Dua Tewas

Kegiatan tertutup. Ceramah maupun pembacaan ayat suci Alquran hanya di dalam masjid tanpa menggunakan pengeras suara.

Pintu masjid ditutup seolah ada pembicaraan rahasia.

Pengajian hanya pada Minggu atau Senin malam setelah salat Magrib dan Isya.

Ustaz di masjid sering mengutip, “isy kariman au mut syahidan”.

Diartikan dalam bahasa Indonesia: hidup mulia atau mati syahid.

Kalimat itu pula yang tertulis di kaus Juhanda yang dikenakannya saat mengebom gereja. (kaltim post)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Fatwa ISIS: Anggota Diminta "Bermain" di Daerah Masing-masing


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler