Fatwa ISIS: Anggota Diminta "Bermain" di Daerah Masing-masing

Senin, 14 November 2016 – 07:30 WIB
Satu dari empat korban anak-anak akibat ledakan bom di depan Gereja Oikumene Minggu (13/11) pagi. Foto: Safri/Samarinda Pos/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat terorisme di Indonesia, Ali Fauzi Manzi, sebelumnya sudah sudah memprediksi pengeboman di Samarinda.

Dia sempat bertandang ke Kota Tepian pada 9 November 2016.

BACA JUGA: 10 Fakta Penting Tentang Pelaku Bom Samarinda

Kala itu, dia menjadi narasumber focus group discussion (FGD) untuk mencegah paham radikalisme khusus ISIS di Kaltim.

“Saat FGD, ada yang bertanya kepada saya. Apakah akan ada aksi (pengeboman) di Kaltim? Saya jawab, potensi itu ada,” bebernya.

BACA JUGA: Pelaku Bom Samarinda Sosok Tertutup, Pernah Jualan Ikan

Saat itu dia menyampaikan bahwa jaringan teroris akan melakukan aksi di Samarinda.

“Ini naluri saya saat itu. Saya memang pernah jadi pelaku (pengeboman), jadi paham,” kata mantan kepala instruktur perakitan bom Jamaah Islamiyah di Jawa Timur itu.

BACA JUGA: Sepakat Berdamai, Panah Dilepas, Batu pun Dibakar

Ia menganalisis, ada sejumlah penyebab sehingga Juhanda berani mengebom gereja.

Pelaku pernah dihukum karena kasus serupa sehingga menjadi teroris kambuhan.

Selain itu, kata dia, Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) mengeluarkan fatwa.

“Anggota ISIS yang tak bisa datang ke Suriah, diminta mengirimkan harta. Kalau tak bisa mengirimkan harta, maka ‘bermain’ di daerah masing-masing,” kata Ali menirukan pesan ISIS.

Menurutnya, kata bermain ditujukan kepada para anggota membuat rencana pengeboman.

“Pelaku bom gereja di Samarinda terdoktrin itu,” jelasnya.

“Tapi sayang, pelaku blunder. Lokasi pengeboman tak jauh dari tempat tinggalnya,” sambungnya.

Adik kandung dari teroris Amrozi dan Ali Imron itu menilai, aksi pelaku sangat tidak berpengalaman dan memiliki kemampuan pas-pasan. Hal itu memudahkan pelacakan mereka.

“Sangat jarang teroris beraksi di daerah tempat tinggalnya,” beber dia.

Tanda-tanda bahwa pelaku tak berpengalaman adalah Juhanda kabur ke sungai setelah meledakkan bom.

“Perkiraan saya, pelaku sengaja ditangkap polisi dan dipenjara. Dia hanya menargetkan supaya dapat perhatian ISIS global,” paparnya.

Meski kurang pengalaman, Ali meyakini Juhanda tidak sendiri saat bergerak.

Sejumlah orang mengetahui aksi pengeboman yang terorganisasi. Kelompok Juhanda hanya tidak rapi melakukan serangan.

Dia menduga, di balik serangan bom terdapat jaringan tersembunyi di Kaltim yang menyimpan teroris.

“Orang (teroris) tidak akan lari ke Kaltim kalau tidak ada jaringan. Di Kaltim ada jaringan yang sengaja dibentuk untuk bisa melindungi para teroris,” bebernya.

Namun, Ali belum bisa menjelaskan terperinci nama dan bentuk organisasi tersebut.

“Yang pasti, sudah terbentuk sejak Bom Bali I (2002). Aparat tahu, tapi tak paham detail. Mereka mengistilahkan kelompok bawah tanah. Pergerakannya tak terlihat,” jelas dia.

Menanggapi aksi tersebut, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri Brigjen Polisi Agus Rianto mengatakan, kasus teror bom di Samarinda kemungkinan ditarik penangannya ke Jakarta.

Hal ini didasari fakta bahwa tersangka merupakan terpidana teroris dan diduga kuat memiliki jaringan di daerah lain.

Untuk sementara waktu, Densus 88 Polda Kaltim dipercaya untuk penyelidikan awal. “Lebih lanjut ditangani Mabes,” ucapnya. (*/dq/*/fch/rom/pra/fel/sam/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jejak Juhanda, dari Lapas Tangerang Hingga Mengebom Gereja di Samarinda


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler