Antasari Azhar: Adanya Dewan Pengawas KPK untuk Hindari Abuse of Power

Kamis, 07 November 2019 – 16:43 WIB
Antasari Azhar dalam diskusi “Mengintip Figur Dewan Pengawas KPK” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (7/11). Foto: Boy/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar, setuju adanya Dewan Pengawas (Dewas) di lembaga yang pernah dipimpinnya itu.

Dia menegaskan, bahwa kehadiran Dewas KPK sangat bagus untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan personel lembaga antikorupsi tersebut.

BACA JUGA: Jawaban Jubir Presiden saat Ditanya Peluang Ahok jadi Dewas KPK

“KPK itu perlu ada Dewan Pengawas dengan dasar pengalaman saya di KPK untuk menghindari abuse of power,” kata Antasari dalam diskusi “Mengintip Figur Dewan Pengawas KPK” di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (7/11).

Berbicara soal komposisi Dewas KPK, Antasari justru berharap unsur wartawan juga berada di dalamnya. Mantan jaksa itu beralasan bahwa wartawan itu “kupingnya banyak”, matanya tajam, bisa mendengar permasalahan dan menginformasikannya.

BACA JUGA: Istana Pastikan Mantan Napi Tak Bisa Jadi Dewas KPK

Antasari melanjutkan, Dewas perlu diisi orang yang tahu seluk beluk, sistem, dan personel KPK. Selain itu, ujar dia, Dewas juga harus tahu situasi di internal KPK yang terdiri dari berbagai unsur seperti Polri, kejaksaan, BPKP, dan yang direkrut melalui program Indonesia Memanggil.

“Makanya, Dewan Pengawas itu harus yang tahu situasi itu,” tegasnya.

BACA JUGA: Konsep Mobil Listrik Ariya Digadang Menjadi Bahasa Baru Nissan

Menurut Antasari, kalau hanya sekadar Dewas saja tetapi tidak tahu masalah-masalah yang ada di internal KPK, maka hanya akan menjadi simbol dan makan gaji buta setiap bulan. “Itu tidak efektif. Jadi, orang yang diawasi harus tahu siapa yang mengawasi dan apa yang harus diawasi," ungkapnya.

Penekanan pengawasan yang dilakukan Dewas KPK, kata Antasari, harus lebih kepada kinerja. Menurut dia, kalau pengawasan keuangan, itu rutin setiap tahun diawasi Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK). Persoalan penyadapan diawasai Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

"Pengawasan kinerja selama ini belum ada. Jadi, perlu pengawasan kinerja (KPK),” jelas Antasari.

Dia memberikan ilustrasi pentingnya pengawasan kinerja di KPK. Antasari menjelaskan di KPK ada Bagian Pengaduan Masyarakat  (Dumas), yang menerima pelaporaan dugaan korupsi. Kalau dalam sebulan atau November ke Desember misalnya ada 100 pengaduan yang masuk, maka harus divalidasi terlebih dahulu.

“Di KPK itu mulai penyelidikan (berarti) mulai cari alat bukti. Berapa, katakanlah untuk 50 (pengaduan dulu). Lalu pimpinan tanya, yang 50 (pengaduan lainnya) ke mana? (Dijawab) belum selesai divalidasi laporannya,” katanya.

Antasari melanjutkan, dari 50 laporan yang sudah divalidasi itu kemudian bergeserlah ke tingkat penyidikan. Ternyata dari 50 yang diselidiki, hanya 30 yang naik ke penyidikan. Pimpinan pun bertanya ke mana 20 pengaduan lainnya. “Tidak cukup alat bukti, apakah bukan tindak pidana, atau demi hukum (tidak diproses misalnya karena meninggal dunia), atau “86”? Kan begitu pertanyaannya, yang singkat saja,” sambungnya lagi.

“Nah, selama ini tidak ada pengawasan itu. Nah, pengawasan ke depan ini (diperlukan). Saya pribadi selaku mantan (ketua KPK) menghendaki itu, dan dilihat supaya KPK kuat,” tambah Antasari.

Namun, kata dia, selama ini juga di KPK itu sebenarnya saling mengawasi antara satu dengan lainnya. (boy/jpnn)


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler