Antasari: Saya Tak Merasakan Keadilan

Kamis, 25 April 2013 – 15:19 WIB
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji materi Undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, pasal 268 ayat 3, Kamis (25/4), di Gedung MK, di Jakarta.

Pemohon uji materi ini adalah Antasari Azhar, bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan kuasa pemohon Arif Sahudi. Agenda persidangan kali ini adalah perbaikan permohonan.

Sidang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Amad Fadlil Sumadi didampingi Hakim Anwar Usman dan Maria Farida Indrati, Antasari mengajukan permohonan uji materi ketentuan pengajuan Peninjauan Kembali (PK) yang termuat dalam Pasal 268 ayat (3) karena merasa dirugikan sehingga tidak lagi memiliki kesempatan mengajukan PK terkait kasus pembunuhan Dirut PT Rajawali Putra Banjaran, Nasruddin Zulkarnaen.

Pasal 268 ayat (3) KUHAP itu intinya berbunyi  'Permintaan PK hanya dapat diajukan satu kali' bertentangan dengan UUD 1945  jika tidak dimaknai 'kecuali ditemukan bukti baru berdasarkan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi'.

"Ada rasa keharuan kami bahwa pengajuan yang sama juga diajukan keluarga korban," kata Antasari, di persidangan, Kamis (25/4).

Dijelaskan Antasari, dia merasakan jika PK hanya dapat dilakukan satu kali yang selama ini dikatakan alasan demi untuk kepastian hukum, sangat tidak adil.

"Karena kepastian hukum sejak terjadi putusan kasasi sudah incraht. Peninjauan  upaya hukum luar biasa sehingga tidak menunda eksekusi. Sehingga tidak ada yang  terganggu dari perkara. Kami belum merasakan keadilan," kata Antasari.

Dia menegaskan, seharusnya perkara dirinya sejak awal batal hukum. "Kalau kita menganut negara hukum dan kepastian hukum yang adil," ujarnya. Sebab, ia menjelaskan, dari penyidikan hingga penuntutan melanggar pasal 8 Undang undang Kejaksaan.

"Saya seorang jaksa pada waktu penyidikan. Tapi tidak ada selembar pun surat izin Jaksa Agung yang diamanatkan  pasal 8," kata dia.

Dia mengakui, dalam menyampaikan keberatan, banding hingga PK, tidak ada satu kalimat pun yang dipertimbangkan. "Apa yang kami rasakan ini sangat tidak adil," ujarnya.

Jadi, ia menegaskan, PK untuk diajukan lebih sekali selain karena alasan keadilan juga tidak mengganggu kepastian hukum.  Memang, ia melanjutkan, belum saatnya dirinya menyampaikan keadaan baru yang diperoleh dan tak terbantahkan, tapi  tidak bisa dilakukan karena PK hanya sekali saja.

"Karena kami hanya PK sekali, apakah itu adil. Kepastian hukum sudah, kami terpidana. Kemana keadaan baru kami sampaikan," ungkap Antasari yang didampingi kuasa hukumnya, istrinya Ida Laksmi Wati dan putrinya Nona Ajeng Okta Ripka Antasari. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jika Menghalangi Eksekusi, Polisi Langgar Hukum

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler