Antisipasi Bencana Alam, Florata Bentuk Forum PRB

Jumat, 10 Februari 2012 – 14:00 WIB

MAUMERE - Untuk mengantisipasi terjadinya bencana alam, berbagai stakeholder yang tergabung di daratan Flores dan Lembata (Florata) membentuk Forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Pembentukan forum itu melibatkan semua stakeholder di Flores dan Lembata yang peduli terhadap risiko bencana. Kegiatan itu juga melibatkan unsur BPBD.

Sebagai nara sumber dalam semiloka tersebut staf ahli teknis rehailitasi yang juga dosen pasca sarjana perencanaan pembangunan UGM, Bayudono, Direktur Pemberdayaan Masyarakat BNPB, Muhtaruddin, dosen  pasca sarjana Universitas Tarumanegera, Eko Teguh Paripurno serta  perwakilan dari masing-masing kabupaten di Flores dan Lembata.

Forum yang diberi nama PRB Flores Raya itu melakukan semi loka dengan tema strategi membangun kapasistas dan replikasi model. Menurut, Bayudono rencana pembentukan Forum PRB Flores ini dilandasi UU Nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana yang merupakan bentuk perubahan paradigma penanggulangan risiko bencana dan melibatkan secara utuh mulai dari sebab ancaman sampai dampak yang mungkin terjadi.

Menurutnya, manajemen pengurangan risiko bencana merupakan sistim perencanaan penanggulangan bencana yang menekankan pada prinsip partisipasi, sistematis dan terpadu. Yang dimaksud dengan partisipasi, kata Bayudono adalah melibatkan seluruh stakeholder, baik pemerintah, masyarakat maupun swasta, forum-forum PRB baik di tingkat nasional maupun daerah, merupakan salah satu wadah atau media bagi pengorganisasian inisiatif dan partisipasi stakeholder.

"Forum ini melibatkan semua stakeholder baik unsur pemerintah, swasta maupun PNPB sendiri. Dalam forum ini bagaimana merubah paradigma pengurangan risiko bencana yang kapan saja bisa terjadi. Penekanannya adalah partisipasi, sistimatis dan dilakukan secara terpadu," jelas Bayudono.

Menurutnya, sektor yang mungkin terjadi bencana adalah bencana alam, bencana non alam dan bencana sosial. Dalam paradigma kebencanaan, masyarakat selalu menganggap bahwa bencana itu terjadi secara tiba-tiba dan terpisah dari kehidupan manusia. Padahal, kata Bayudono, tidak semestinya serperti itu karena kebencanaan bisa terjadi akibat ulah manusia sendiri.

Untuk itu paradigma lama harus dirubah dan memberikan pemahaman bahwa kebencanaan itu bukan semata-mata terjadi secara tiba-tiba. Dengan adanya UU tersebut dimaksud untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana, menyelaraskan peraturan perudang-undangan yang sudah ada, menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh.

Selain itu harus menghargai budaya lokal, membangun partisipasi dan kemitraan publik, mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan dan kemandirian serta kedermawanan. Satu hal yang juga dinilai penting adalah menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dalam pembentukan forum itu, juga dibahas soal Rencana Penanggulangan Bencana (RPB). Pembentukan PRB ini juga dilandasi UU Nomor 24 tahun 2007 pasal 38, yang menjelaskan tentang perencanaan penanggulangan bencana. Dikatakannya, Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.508 pulau dengan jumlah populasi sebanyak 243 juta jiwa dan berada di peringkat ke-108 dalam UNDP"s Human  Developmennt Index periode tahun 2009/2010 sebagai salah satu negara yang paling rawan bencana.

Indonesia sangat rawan dengan berbagai macam bencana seperti banjir, gempa, longsor, tsunami, letusan gunung api dan kekeringan. Tahun 2007 Indonesia berada pada peringkat ke-4 di dunia dengan laporan bencana terbanyak (17) serta peringkat ke-enam untuk jumlah korban jiwa akibat bencana.

Antara tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, sekira 100 bencana tercatat yang berimbas pada hilangnya nyawa dan harta benda. Jumlah bencana terus bertambah selama sepuluh tahun terakhir khususnya banjir, gempa bumi, longsor dan bencana lain ini berhubungan dengan iklim dan suhu  yang ekstrim. Walau korban jiwa berkurang namun korban harta terus bertambah.

"Indonesia adalah negara kepulauan terbesar sekaligus merupakan negara yang paling rawan terhadap bencana seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir, letusan gunung api dan berbagai bencana lainnya seperti kekeringan," jelas Byudono.

Sementara itu, nara sumber lainnya Direktur Pemberdayaan Masyarakat, Muhtaruddin pada kesempatan yang sama menjelaskan, di level daerah khususnya di daratan Flores dan Lembata pada periode yang sama mengalami intensitas kejadian bencana dengan frekwensi yang cukup tinggi.

Dikatakannya, data kebencanaan dari BPBD NTT menunjukkan beragam kejadian bencana terjadi di daratan Flores, diantaranya tahun 2010 terjadi lima kali gempa dengan pusat gempa di Timur Laut Ende. Selain itu kejadian banjir, longsor, kebakaran, wabah penyakit, konflik sosial dan angin puting beliung terjadi dengan frekwensi berbeda.

Di sisi lain, dampak dari perubahan iklim terjadi gagal panen yang sudah mulai dirasakan masyarakat luas. Dampak dari kejadi bencana tersebut memberikan kerugian yang cukup signifikan pada masyarakat dan pemerintah, mulai dari kerugian kehilangan nyawa, harta benda, infrastruktur dan pemukiman warga sampai pada kehilangan aset ekonomi.

"Data yang diperolehdari BPBD NTT menunujukkan kebencanaan di daratan Flores mengalami frekwnesi yang sangat tinggi. Akibatnya selain korban nyawa juga korban harta benda. Bentuk bencana lainnya seperti terjadi konflik sosial serta angin puting beliung. Akibatnya kerugian baik material maupun imaterial terus berjatuhan," jelas Muhtaruddin. (kr5/ito)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dua Pawang Taklukkan Buaya Raksasa


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler