Lewat program beasiswa Darmasiswa, ratusan mahasiswa asing akan menimba ilmu di perguruan tinggi Indonesia. Sebelumnya, mahasiswa yang datang dari 77 negara tersebut harus menjalani masa orientasi. Seperti apa?
BAYU PUTRA, Jakarta
"CAN we start now (bisakah kita mulai sekarang)?" Kalimat itu beberapa kali diucapkan pembawa acara di Surya Ballroom, Hotel Arya Duta, Jakarta, Sabtu (31/8). Apa daya, panggilan sopan itu, rupanya, tidak mampu membuat 566 peserta program beasiswa Darmasiswa yang sedang menikmati coffee break beranjak.
Setelah tertunda 15 menit, sang pembaca acara kembali beraksi. Kali ini dia mengubah kalimat panggilan. "We will start the workshop now. Please back to your seats (Kita segera mulai. Tolong kembali ke tempat duduk Anda)," ucapnya. Benar saja, para peserta lantas meninggalkan ruang coffee break dan bersiap mengikuti acara.
BACA JUGA: Masukkan Seribu Penonton Gratis demi 50 Ribu Fans di Dalam
Darmasiswa adalah program beasiswa bagi para pemuda asal negara-negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia. Program hasil kerja sama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) serta Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) itu memasuki tahun ke-40. Peserta tahun ini mencapai 566 orang dari 77 negara. Selanjutnya, mereka disebar ke 46 universitas di Indonesia selama enam bulan hingga setahun.
Beberapa negara mengirimkan peserta dengan jumlah besar. Sebut saja Jepang yang mengirimkan 47 peserta. Ada juga Amerika Serikat (25 orang), Tiongkok (40), Hungaria (42), Korsel (25), dan Polandia (40). Untuk negara tetangga di kawasan ASEAN, Thailand dan Vietnam mengirim peserta terbanyak, masing-masing 40 dan 20 orang.
BACA JUGA: Kabari Kemenangan ke Semua Orang kecuali Mantan Suami
Hari itu mereka mendapat pembekalan soal hubungan interkultural dengan pembicara Irid Farida Rachman Agoes dari Universitas Indonesia (UI). Saat paparan awal, barulah para peserta mengerti mengapa pembawa acara menggunakan kalimat tanya.
Irid menjelaskan, meski bernada tanya, kalimat itu sebenarnya adalah panggilan untuk para peserta agar acara bisa dimulai tepat waktu. Namun, karena tidak terbiasa dengan kalimat panggilan semacam itu, sebagian besar peserta cuek.
BACA JUGA: Rekor dalam Hujan, Dahlan Ikut Angkat Pete
Selama lebih dari sejam Irid menjelaskan sejumlah tata krama dan etika yang umum berlaku di masyarakat Indonesia. Salah satunya tentang berbasa-basi. Jika naik alat transportasi umum, penumpang di tempat duduk sebelah pasti akan bertanya soal tujuan, usia, bahkan pekerjaan hingga penghasilan tanpa mengajak berkenalan. "Never say "It"s not your business" (Jangan pernah menjawab, Ini bukan urusan Anda)," ucapnya.
Para peserta tertegun. Sebagian tampak bergumam dan bertanya keheranan kepada teman di sebelahnya. Irid menjelaskan, pertanyaan semacam itu merupakan hal yang umum di Indonesia dan tidak bermaksud ingin tahu. "Mereka hanya bertanya, lalu melupakannya," ujarnya disambut riuh para peserta disertai anggukan.
Yang tidak kalah seru adalah sesi pengenalan dasar bahasa Indonesia. Meski sepakat bahwa bahasa Indonesia mudah dipelajari dan dilafalkan, tak urung mereka sempat bingung atas banyaknya kosakata yang memiliki arti serupa.
Zoe McLaughin, peserta dari AS, berdiri sembari mengangkat tangan. "Bisakah diberi contoh kapan dan kepada siapa kita menggunakan kata "kamu" dan "Anda"?" ujarnya kepada Wenny Oktavia, pembicara dari Pusat Bahasa.
Wenny menjelaskan, kata "kamu" biasa digunakan kepada teman akrab atau orang yang lebih muda. Namun, kepada orang-orang tersebut, kata "Anda" juga bisa digunakan. Dia juga menjelaskan penggunaan kalimat yang artinya sering berkebalikan jika ditulis dalam bahasa Inggris.
Pelajaran bahasa Indonesia diikuti dengan antusias oleh para peserta. Termasuk saat mereka diajari mengeja huruf-huruf dalam alfabet Indonesia. Layaknya bocah yang baru belajar membaca, mereka berbarengan mengeja satu per satu huruf A sampai Z. Para peserta semakin bersemangat setelah diberi tahu bahwa mereka bisa lancar berbahasa Indonesia dalam waktu 100 jam atau kurang jika bersungguh-sungguh.
Pada sesi tersebut, beberapa peserta yang duduk di barisan belakang tampak tertidur. Ada yang memanfaatkan beberapa bangku kosong sekaligus untuk berbaring. Mereka mengalami jetlag setelah menempuh perjalanan jauh. Apalagi, sejumlah peserta baru tiba beberapa jam sebelum acara.
Masa orientasi bertujuan mengenalkan segala hal tentang Indonesia. Bukan hanya soal tata krama dan bahasa, namun juga budaya dan hal-hal lain. Salah satu yang penting adalah makanan. Sejak awal masa orientasi, para peserta dibiasakan menyantap masakan Indonesia.
Saat santap siang, mereka disuguhi nasi, bihun goreng, sup tahu, daging bumbu kecap, dan tentu saja tidak tertinggal sambal serta kerupuk udang. Menu makan malam adalah lodeh tempe. Awalnya, para peserta ragu mengambil lodeh yang bentuk dan aromanya bagi mereka aneh. Namun, setelah mengecapnya, sebagian di antara mereka tersenyum seraya menandaskan makanan di piring.
Kejutan untuk para peserta berlanjut pada upacara pembukaan yang didominasi hiburan. Panitia menyuguhkan musik bambu oleh Saung Angklung Udjo. Para peserta terbawa suasana dan melantunkan sejumlah lagu hit.
Masing-masing peserta memiliki misi ketika mengikuti program beasiswa Darmasiswa. Peserta asal Meksiko Sara Alicia De Los Cobos Garcia mengaku penasaran dengan tarian Jawa. Menurut dia, tari Jawa mirip sejumlah tarian di tanah kelahirannya. Karena itu, Sara memilih jurusan Seni Tari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dalam aplikasi yang diajukan.
"I want to learn new style of dance (saya ingin belajar teknik menari yang baru)," ujarnya.
Nah, saat kembali ke negaranya setahun lagi, dia berjanji memperkenalkan gerakan tari Jawa dengan tarian khas Meksiko. Perempuan 27 tahun itu berharap ada pertukaran budaya yang lebih aktif antara Indonesia dan Meksiko.
Lain halnya dengan Muhammad Zubaui Ogier, peserta asal Afrika Selatan (Afsel). Dia ditempatkan di jurusan Seni Kriya Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Bali. Namun, dia memiliki ekspektasi lebih. "Saya juga ingin belajar seni lukis, fotografi, dan lainnya. Bisakah?" ucapnya.
Zubaui menuturkan, pendidikan bagi dirinya merupakan sesuatu yang mahal. Karena itu, begitu mendapat informasi adanya program beasiswa di Indonesia, dia berupaya ikut. Alasannya, biaya hidup di Indonesia tergolong murah. Selain itu, dia menilai kesenian di Bali memiliki ciri khas yang tidak dimiliki negara lain.
Antusiasme peserta membuat Ketua Satgas Darmasiswa RI Pangesti Wiedarti kaget. Maklum, dalam program beasiswa tersebut, para peserta hanya akan diarahkan pada satu bidang keilmuan.
Dia mengungkapkan, antusiasme para peserta memang sangat besar. Padahal, biaya untuk ke Indonesia sejatinya tidak murah bagi sebagian peserta. Meski berlabel beasiswa, panitia tidak menyediakan akomodasi saat berangkat dan kembali ke negara asal mereka. "Jadi, mereka menabung untuk bisa ke sini," terangnya.
Bahasa Indonesia dan kesenian menjadi jurusan favorit para peserta. Sebagian kecil di antara mereka juga ingin mendalami ilmu kesehatan, teknik, hingga studi Islam. Di luar jurusan yang dipilih, mereka juga akan mempelajari budaya Indonesia. Setelah lulus, mereka bakal mempromosikan Indonesia di negara masing-masing.
Dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, selalu saja ada peserta yang enggan pulang meski masa studinya sudah habis. Mereka memilih memperpanjang visa untuk mencari beasiswa berikutnya. Ada pula yang memutuskan untuk bekerja atau bahkan menikah dengan orang Indonesia.
Pangesti menegaskan, program beasiswa Darmasiswa sangat efektif untuk memperkenalkan Indonesia. Terutama bagi negara-negara yang masyarakatnya tidak begitu mengenal Nusantara. Yang lebih penting, program tersebut membuktikan bahwa kualitas pendidikan Indonesia tidak kalah oleh negara-negara lain. (*/c5/ca)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ciptakan Bedong Bayi, Mahasiswi UNJ Raih Medali Emas di Korsel
Redaktur : Tim Redaksi