Kabari Kemenangan ke Semua Orang kecuali Mantan Suami

Senin, 02 September 2013 – 06:38 WIB

Ceria dan antusias. Itulah ekspresi lima anggota Komunitas Perempuan Mandiri Jombang (KPMJ) saat ditemui di sekretariat mereka, Jalan Raden Patah, Jombang, kemarin (1/9). Dengan bangga, mereka mengenakan polo shirt pink Jawa Pos For Her Active & Pro-Active Community Competition.
 
ELISABET NOVILILIANA, Jombang
 
KPMJ terpilih sebagai jawara dalam grand final kompetisi komunitas yang diadakan Jawa Pos For Her pada Sabtu lalu (31/8). Kelompok tersebut berawal dari para perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Jombang. Sering bertemu, lalu memutuskan membentuk komunitas sehingga bisa saling menguatkan dan meningkatkan kemampuan pribadi agar mampu mandiri.
 
KDRT, menurut pasal 1 UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), didefinisikan sebagai setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
 
Awalnya, perbincangan dengan anggota KPMJ masih kaku. Tetapi, beberapa saat kemudian mereka bisa bertutur dengan jelas. "Saat diumumkan sebagai pemenang itu benar-benar kaget, tidak menyangka sama sekali. Makanya tidak bisa berkata-kata," tutur salah seorang anggota KPMJ  Yulia Mustianingrum, 41.
 
Pernyataan Yulia diiyakan oleh teman-temannya. "Mimpi menang saja kami tidak berani. Yang penting tampil semaksimal mungkin. Dapat hadiah hiburan lah setidaknya," ungkap anggota KPMJ yang lain, Nur Faizah, 34.
 
Apalagi, hadiah jalan-jalan ke Amerika Serikat benar-benar membuat mereka terkejut. "Aku dijak neng Surabaya ae wis seneng (Saya diajak ke Surabaya saja sudah senang)," ujar Wiji Sulastri, 45.
 
Kegembiraan tersebut yang membuat mereka segera datang ke sekretariat begitu dikabari akan ada sesi wawancara. "Tadi pagi baru pulang dari Ciputra Golf, Club & Hotel Surabaya (tempat menginap setelah acara grand final berakhir). Di jalan macet. Sampai rumah belum sempat beres-beres langsung menuju sekretariat lagi," kata Nur.
 
Menurut Nur, dirinya belum sempat mengabarkan kemenangan KPMJ kepada keluarga besarnya. Hanya dua anak dan ibu kandungnya yang sudah tahu. Berbeda dengan Mutmainah, 32. Menurut janda dua putri itu, ketua RT di tempat tinggalnya telah mengumumkan berita gembira tersebut. "Tidak secara formal, tetapi diucapkan keras-keras ke tetangga bahwa saya akan ke Amerika," paparnya.
 
Nur maupun Mutmainah menyatakan tidak berencana memberi tahu mantan suami masing-masing. Sebab, hubungan mereka dengan ayah dari anak-anaknya hingga kini tidak baik. "Sampai saat ini anak-anak tidak diberi nafkah," kata Nur yang dicerai suaminya pada 2010. Menuturkan kisah hidupnya, Nur mulai mencair. "Mantan suami saya itu pacar saya sejak kelas dua SMA," kisahnya.
 
Lulus sekolah dan sempat bekerja, baru kemudian mereka menikah. Mereka memulai hidup dengan usaha ternak lele. "Awalnya satu kolam saja. Itu juga nyewa milik mertua," terang ibunda Friska dan Nadia itu.
 
Pelan-pelan usaha mereka meluas. Mereka bisa membeli tanah sendiri untuk dibuat kolam. "Sudah ada belasan," kata Nur mengenai jumlah kolam lele mereka dulu.
 
Tetapi, campur tangan mertua membuat hubungan Nur dan sang suami tidak harmonis. Nur yang sempat tinggal di rumah ibu mertua (setelah ayah mertua meninggal) merasa diperlakukan tidak selayaknya. "Saya dan anak-anak tidur di depan TV. Padahal, suami saya di kamar," ujar Nur.
 
Perceraian Nur juga dipenuhi tipu muslihat. Ketika itu, dia melarikan diri ke rumah orang tuanya. "Ibu mertua saya pinjam KTP, KK, dan surat-surat penting lain, dengan alasan untuk keperluan pengatasnamaan tanah," tuturnya. Ternyata, itu diminta untuk mengurus perceraian Nur.
 
Hati Nur semakin hancur. Ketika menjalani persidangan, sang mertua justru melamar perempuan lain untuk anaknya yang saat itu masih berstatus suami Nur.
 
Hingga 12 kali, Nur menjalani persidangan Nur. Sebab, semula dia kukuh menolak bercerai. Setelah putusan cerai dijatuhkan, Nur pun masih diakali. Uang mutah dan lain-lain, yang seharusnya menjadi haknya, diminta mantan suami. "Alasannya, dipinjam," katanya. Nur yang mengharapkan mantan suami bisa sadar dan kembali kepadanya itu menyerahkan uang sekitar Rp 5 juta.
 
Kini perempuan berambut mengombak itu tidak lagi merasa terpuruk. Membuat gorden dan telur asin menjadi salah satu sumber penghasilannya. Dia juga aktif di lingkungan rumah dan KPMJ. "Saya akan buktikan bahwa saya bisa mandiri dan membuat anak-anak berhasil," ujarnya.
 
Lain lagi kisah Wiji Sulastri. Perempuan yang sehari-hari menjadi petani tersebut hingga kini masih mempertahankan pernikahannya. Wiji mengatakan tidak pernah mendapat kekerasan fisik sejak menikah pada 1984. Ketidakadilan yang dia alami adalah soal ekonomi. Tidak semua penghasilan sang suami diserahkan untuk kepentingan rumah tangga. Juga ada alasan lain, namun dia tidak mau mengungkapkan. Masalah tersebut baru berhenti setelah kelahiran anak kedua pada 1996. Kini Wiji telah paham soal hukum dan etik rumah tangga. Dia juga telah punya penghasilan sendiri dengan menerima pesanan makanan ringan.
 
Kemandirian secara ekonomi anggota KPMJ mereka tularkan kepada para perempuan yang bernasib sama. Mereka memberikan pelatihan keterampilan dan wirausaha. "Yang menjadi koordinator, Bu Wiji," kata pendamping komunitas ini, M. Sholahuddin, yang akrab disapa Pak Udin. Ada pelatihan memasak, membuat telur asin, menjahit, dan juga pengetahuan soal hukum.
 
Pelatihan yang beragam diharapkan memberikan pilihan yang lebih luas dan fleksibel bagi anggota. Mutmainah, misalnya, memilih usaha berjualan jamu. Sebulan sekali dia kulakan bahan jamu di Surabaya. Yakni, rempah-rempah kering. "Saya tumbuk dan ramu sendiri, lalu dikemas," tuturnya.
 
Aktivitas itu dia kerjakan sore setelah "ngantor" di sekretariat KPMJ. Perannya di KPMJ sebagai penyuluh dan pendamping. "Kalau ada korban KDRT, saya datangi dan beri pendampingan psikologis. Jika perlu dibantu untuk mengurus proses hukum, juga saya antarkan," terang perempuan yang pada 2009 datang kepada Udin dalam kondisi kepala bocor setelah dianiaya suaminya itu. Kala itu, dia lari dengan membawa dua anaknya saja.
 
Tempat tinggal anggota KPMJ tidak berdekatan. Mereka bergabung menjadi komunitas lantaran sama-sama sering konseling kepada Udin. "Mereka adalah klien saya yang sudah sangat lama," kata Udin.
 
Melihat mereka mulai bisa menata kehidupan, Udin punya rencana baru. Yakni, mempertemukan klien-kliennya itu dan meminta mereka menjadi perpanjangan tangan. "Yang konseling kepada saya semakin banyak. Kalau saya dampingi sendiri semua, saya kewalahan," kata bapak satu anak itu.
 
Alhasil, pada 1 Januari 2012, klien-klien lama Udin itu dipertemukan dan bersepakat membentuk komunitas. Dengan beragam pelatihan, kini Nur, Wiji, Mutmainah, Yulia, maupun Zeni bisa menjadi pendamping korban KDRT. Mereka juga sudah paham tentang prosedur mengurus perceraian maupun memperjuangkan hak seorang istri maupun anak-anak. Wiji bahkan berhasil memotivasi suaminya untuk bergabung dalam Men Care Jombang (komunitas peduli aktivitas rumah tangga). "Biar dia mengerti dan mau berbagi peran mengerjakan pekerjaan rumah tangga," tuturnya.
 
Semakin hari simpatisan KPMJ bertambah banyak. Tidak hanya korban KDRT yang datang untuk mengadukan kondisinya. Tetapi, tidak sedikit pula perempuan muda maupun istri dari keluarga harmonis yang bergabung. "Mereka ingin ikut berbagi sehingga mempunyai bekal pencegahan KDRT," kata Udin.
 
Mayoritas adalah korban KDRT yang datang untuk mengadukan kondisinya. Jumlahnya, 203 orang. Termuda berusia 25 tahun. Dia bergabung setelah ditinggal suami tanpa jejak di usia satu bulan pernikahan.
 
Sebanyak 47 persen, kata Udin, mengalami kekerasan fisik. Hampir semua terjadi lantaran sang suami berlatar belakang pendidikan kurang. "Suami-suami yang begini tidak bisa beradu argumen. Jadi, kalau ada perselisihan, mereka main tangan," tutur Udin. Sedangkan sisanya, 53 persen, mengalami kekerasan dari segi ekonomi dan psikologis. "Kebanyakan justru dari keluarga yang mapan secara ekonomi. Lalu, suaminya berselingkuh dan menelantarkan istri serta anak," tambah dia.
 
Selain itu, ada 17 ibu rumah tangga dari keluarga harmonis yang bergabung. Total, anggota KPMJ saat ini 220 orang. "Mereka ingin ikut pelatihan wirausaha serta mengikuti diskusi supaya mempunyai bekal pencegahan KDRT," kata Udin yang saat ini juga tengah menggagas berdirinya komunitas korban kekerasan dalam pacaran.
 
Mendengar kabar KPMJ memenangi kompetisi dan akan jalan-jalan ke AS, anggota lain yang tidak ikut presentasi pun heboh. "Pagi-pagi sudah banyak yang SMS memberikan ucapan selamat," kata Mutmainah.
 
Jalan-jalan plus uang saku bagi lima anggota ikut disyukuri oleh rekan-rekan maupun simpatisan KPMJ. "Teman-teman menjadi semakin mantap dan yakin bahwa berpikir positif dan semangat untuk bangkit pasti mendapat hasil yang baik juga," sambung Yulis.
 
Apa yang akan mereka lakukan di Amerika Serikat nanti" Kelimanya menghela napas, lalu tertawa. "Belum terbayang sama sekali di sana seperti apa dan mau apa," kata Zeni Sri Ita Setyo, 27. (lie/ayi/c4/kim)

BACA JUGA: Rekor dalam Hujan, Dahlan Ikut Angkat Pete

BACA ARTIKEL LAINNYA... Susan Jasmine Zulkifli, Lurah yang Sempat Ditolak Warga karena Beda Agama


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler