Anwar Usman Mengaku Dihujat Pendukung Prabowo-Sandi, Singgung Kisah Sahabat Nabi Muhammad

Jumat, 04 Juni 2021 – 17:12 WIB
Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman saat sidang sengketa hasil Pilpres 2019. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi RI Anwar Usman bercerita mengenai hal yang dialaminya setelah MK mengeluarkan putusan sengketa hasil Pilpres 2019.

Anwar Usman mengaku orang yang paling dihujat oleh masyarakat di kampung halamannya Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB).

BACA JUGA: Pernyataan Sikap KAMI, Ada 9 Kata Perampokan, Singgung Pilpres 2019

"Orang yang paling dihujat waktu itu adalah saya," kata Anwar Usman saat memberikan kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT) yang disiarkan secara virtual di Jakarta, Jumat (4/6).

Dikatakan, hujatan terhadapnya karena NTB, terutama Kota Bima, merupakan lumbung suara dari pasangan Capres-Cawapres Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

BACA JUGA: Hasil Survei SMRC soal Isu PKI, Simak Pendapat Pendukung Prabowo di Pilpres 2019

Pria kelahiran 31 Desember 1956 itu menyadari hujatan dari pendukung Prabowo-Sandi kepadanya karena Tanah Bima merupakan tempat kelahirannya sehingga hal itu berimbas pada personalnya.

Menurut dia, hal yang perlu dipahami bahwa tidak mungkin seorang hakim bisa memutuskan sebuah perkara yang dapat memuaskan semua pihak.

BACA JUGA: Kapan Pendaftaran CPNS 2021 dan PPPK? Eh, Ada Kebijakan Baru dari BKN

Pasalnya, dalam memutus sebuah perkara ada dua pihak yang berkepentingan saling bertolak belakang.

Selanjutnya, dalam memutus sebuah perkara, hakim akan menjadikan fakta yang terungkap di persidangan sebagai dasar dalam mengambil keputusan.

"Apa pun isu dan fakta yang terjadi di lapangan tetapi tidak bisa dihadirkan atau diungkap di persidangan maka yang akan lahir adalah sebuah keputusan yang berbeda," katanya.

Pada kesempatan itu, Anwar Usman memberikan sebuah contoh saat Ali bin Abi Thalib, salah seorang khalifah sekaligus sahabat Nabi Muhammad SAW, kehilangan baju perang miliknya.

Suatu ketika Ali bin Abi Thalib mendapati baju perang miliknya berada di tangan seorang Yahudi.

Ketika Ali meminta baju itu, orang Yahudi tadi menolak dan mengatakan bahwa baju tersebut merupakan kepunyaannya.

Ali yang merasa tidak terima membawa perkara itu ke pengadilan. Namun, saat di meja hijau, gugatan sang khalifah ditolak oleh hakim meskipun Ali menghadirkan dua orang saksi, yakni anak dan pembantunya.

Pelajaran dari perkara tersebut, lanjut dia, ialah meskipun anak, pembantu, orang-orang sekitar, hingga sang hakim sendiri mengetahui bahwa baju perang itu merupakan milik Ali, dia gagal membuktikannya di persidangan.

"Terus terang saya orang yang paling dihujat karena palu di tangan saya. Oleh sebab itu, perlu pencerahan kepada masyarakat," kata Anwar Usman. (antara/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler