jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Voxvol Center and Consulting Pangi Syarwi Chaniago heran dengan hassil survei Indo Barometer terkait pasangan calon presiden dan wakil presiden di Pilpres 2019, terutama soal tingginya keinginan masyarakat menduetkan Joko Widodo-Agus Harimurti Yudhoyono atau Jokowi-AHY.
"Setahu saya Jokowi enggak suka dengan orang yang nama-namanya dibesarkan dan coba di-frame, dipasang-pasangkan," ungkap Pangi kepada Indopos, Senin (4/12).
BACA JUGA: Demokrat Makin Yakini AHY Dikehendaki Rakyat
Dia menilai nama AHY yang tiba-tiba mencuat itu tidak objektif dan tidak didukung oleh fakta-fakta yang konkret. "Apa hebatnya AHY?" kata Pangi.
Apakah karena ikut pilkada DKI Jakarta lalu AHY pantas jadi cawapres-nya Jokowi? "Belakangan saya lihat terlalu dipaksakan dan digiring. Gatot (Nurmantyo), AHY, Muhaimin (Iskandar), termasuk Prabowo (Subianto) berharap dipinang Jokowi jadi pendampingnya," tuturnya.
BACA JUGA: Prabowo dan Jokowi Masih Dominan Capres, AHY?
Pangi juga mengaku, dari hasil survei yang dilakukan Indo Barometer terlihat AHY belum memiliki konten dan narasi yang dalam. "Enggak baik menurut saya tradisi habitus politik yang terkesan mengemis-ngemis agar bisa menjadi pendamping Jokowi. Walaupun sah saja secara politik dan tidak ada yang salah," imbuhnya.
Namun, menurut Pangi, bila memang calon tersebut punya kapasitas, punya narasi dan paham konten, harus percaya diri jadi capres dan tidak usah bersikap yang terkesan mengemis jadi cawapres-nya Jokowi, karena tak elok dan kurang elegan.
BACA JUGA: Memangnya Demokrat Partai Murahan?
Terpisah, Ketua Lingkar Madani, Ray Rangkuti mengatakan hal serupa. Dia menilai, awal keinginan AHY untuk dipasangkan dengan Jokowi saat dilakukannya pertemuan antara putra sulung Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jokowi di Istana Kepresidenan di Jakarta. "Itu jelas sekali bila sebuah strategi politik AHY untuk Pilpres 2019 dan 2024 mendatang," ujarnya.
Menurut Ray, AHY tengah mengincar suara Jokowi di Pilpres 2024. Sebab itu, AHY mencoba melihat opini masyarakat bila pada Pilpres 2019 AHY dipasangkan dengan Jokowi.
"Mereka (SBY-AHY) akan buat ini mengayun-ngayun. Jadi jangan berhadap dengan Jokowi karena itu kurang strategis. Sebab yang diincar AHY adalah pemilihnya Pak Jokowi," kata Ray.
Dia berpendapat, pendukung Jokowi yang kecewa dengan dirinya, tentu tidak akan mau mendukung Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto yang pernah menjadi rival politik Jokowi. Kehadiran AHY akan menjadi alternatif bagi pendukung Jokowi untuk mengalihkan suara. "Di situlah ditampung oleh AHY. Itu dirawat terus sampai 2024," sebut Ray.
Gerakan politik yang ideal bagi AHY, kata Ray, adalah memasang dua kaki. Dia bisa masuk ke kubu Jokowi, juga bisa masuk ke kubu Prabowo. Ini akan menjadi keuntungan bagi AHY di pilpres 2024.
"Lebih bagus mengayun-ngayun saja dulu. Kanan masuk, kiri masuk. Dia bisa pakai kekuatan kiri untuk nekan kanan. Pakai kekuatan kanan untuk nekan kiri," tutur Ray.
Ceritanya akan berbeda apabila AHY ngotot maju di Pilpres 2019 dan bukan dipasangkan dengan Jokowi. AHY akan berhadap-hadapan dengan Jokowi dan tidak mendapat keuntungan di Pilpres 2024.
"Daripada AHY ini berhadap-hadapan dengan Jokowi di Pilpres 2019, itu hanya akan mempersempit market dia. Dan belum tentu juga di tahun berikutnya pemilih Pak Jokowi yang berpotensi ke dia, ini beralih ke dia. karena ada semacam luka politik yang terbangun," papar Ray.
Berbeda dengan Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komarudin. Menurut dia, bila koalisi itu benar-benar terealisasi, maka duet antara Jokowi-AHY semakin menguat pada Pilpres 2019.
"Komposisi yang bagus. Karena Pak Jokowi representasi dari sipil dan dari generasi senior. Dan AHY representasi dari generasi milenial dan dari militer," kata Ujang.
Dia menambahkan, pasangan itu memiliki kekurangan, yakni sama-sama dari Jawa. Namun, dalam perhitungannya, terlihat peluang menang keduanya cukup besar.
"Peluang menangnya cukup besar. Pengaruhnya untuk politik dalam sangat bagus. Karena bersatunya kekuatan sipil dengan militer," tutup Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar itu. (aen/wok)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Simulasi Pilpres 2019: Jokowi-AHY Versus Prabowo-Anies
Redaktur & Reporter : Adek