jpnn.com - JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersikap lebih realistis terhadap pengaruh terpilihnya Donald Trump sebagao Presiden AS, terhadap finansial global.
Menurut dia, sebagai negara besar dan kekuatan ekonomi dunia, situasi di AS akan berpengaruh terhadap negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.
BACA JUGA: Trump Terpilih, Rupiah Ikut Terempas
"Sampai hari ini, kami lihat perkembangan rupiah bersama indeks harga saham dan surat berharga itu memang sangat dipengaruhi oleh sentimen yang terjadi secara regional maupun global karena perubahan atau perkembangan situasi politik di AS,” paparnya di gedung Kemenko Perekonomian, Jumat (11/11).
Karena itu, papar Sri Mulyani, pemerintah akan terus memantau perkembangan pasar. Pihaknya juga akan mengidentifikasi faktor-faktor di luar fundamental yang bisa memengaruhi kondisi psikologis pelaku pasar.
BACA JUGA: Ayooo, Wisata dan Investasi ke Tanjung Lesung!
"Katakan kalau ada rumor mengenai perubahan policy atau ada spekulasi, kami akan lihat itu. Dan apakah itu merupakan sesuatu yang dibuat atau karena semuanya secara bersama-sama merasa khawatir terhadap perkembangan yang terjadi,” paparnya.
Selain itu, lanjut mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut, pemerintah akan meyakinkan pasar. Caranya, memastikan bahwa fondasi ekonomi Indonesia masih cukup kuat. Dia menguraikan, rupiah adalah nilai yang dilihat dari sisi permintaan dan penawaran.
BACA JUGA: Perhutani Siapkan Lahan 478 Hektar
Dari sisi permintaan, dia memastikan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Dia menyebutkan, dari sisi permintaan untuk kebutuhan impor, kebutuhan membayar utang, dan seluruh eksposur utang, tidak ada alasan untuk khawatir.
Sebab, permintaan itu bisa dipenuhi dengan suplai yang ada. Dengan begitu, tidak ada yang disebut overshoot atau kelebihan permintaan. ”Tapi, kalau dia sifatnya spekulasi, ya kita akan lihat siapa yang memainkan spekulasi,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menuturkan, pelemahan terhadap rupiah lebih dipicu rencana The Fed menaikkan suku bunganya setelah Trump terpilih sebagai presiden AS.
Karena itu, senada dengan Sri Mulyani, menurut dia, yang terpenting, pemerintah menjaga dengan baik fundamental perekonomian Indonesia. ”Yang penting jaga fundamental, jaga kepercayaan. Pasti kan ini hanya temporer (pelemahan rupiah, Red),” tutur dia di gedung Kemenko Perekonomian kemarin.
Kepala Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih menambahkan, melemahnya mata uang asing terhadap USD disebabkan melemahnya harga di pasar obligasi AS sehingga imbal hasil obligasi naik. Kenaikan itu disebabkan adanya kekhawatiran inflasi di AS gara-gara rencana presiden terpilih Donald Trump mengurangi pajak.
Selain itu, isu rencana menaikkan anggaran militer dan infrastruktur oleh Trump membuat potensi defisit AS naik. Artinya, pemerintah AS bakal menerbitkan lebih banyak surat utang untuk menyerap dana dari pasar.
Hal itu bisa memicu investor untuk menjual portofolio saham dan surat berharga di emerging market seperti Indonesia, kemudian mengalihkannya dengan membeli surat utang AS. ”Karena itu, BI bisa melakukan intervensi dengan membeli obligasi jika asing melakukan ambil untung (profit taking, Red),” katanya.
Menurut Lana, yang juga ekonom Universitas Indonesia, jika diperlukan, dengan cadangan devisa sebesar USD 115 miliar, sebenarnya BI masih cukup kuat untuk melakukan intervensi di pasar valas saat rupiah tertekan. ”Ini penting untuk meredam gejolak rupiah dan memberikan confidence (kepercayaan diri, Red) pelaku pasar,” ucapnya. (rin/ken/gen/c11/owi/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Giliran Pelabuhan Tanjung Priok Terapkan Go Live Aplikasi Inaportnet
Redaktur : Tim Redaksi