jpnn.com, JAKARTA - Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Romo Benny Susetyo mengatakan pada era industri 4.0 ini dunia membutuhkan public speaker yang Efektif.
“Public Speaker harus yang jujur serta berpatokan pada data dan fakta serta senantiasa menjaga nilai-nilai Pancasila khususnya pada masa dan masyarakat yang lebih mementingkan kecepatan dan kebombastisan informasi dibanding konten positif dan bertujuan baik,” kata Romo Benny menghadiri Acara Pendidikan dan Pelatihan Teknik Publik Speaking yang diselenggarakan oleh Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Komunikasi dan Informatika, Rabu (22/9).
BACA JUGA: BPIP Membumikan Pancasila Bersama Jejaring Panca Mandala
Pada Era digital seperti saat ini, menurut Benny, ada perubahan paradigma mengenai informasi, di mana di era digital tidak lagi mengutamakan kualitas serta kedalaman narasi yang memiliki dampak baik bagi masyarakat tetapi informasi yang lebih mengutamakan kecepatan.
“Masuknya wacana pada masyarakat tanpa memandang benar atau salah maupun manfaat dari informasi tersebut, hal ini tentunya menimbulkan pertanyaan sekaligus tantangan bagi para Public Speaker khususnya yang merupakan aparatur negara,” lanjut Benny.
BACA JUGA: Terima Kasih PP GM FKPPI Turut Membumikan Pancasila lewat Pengokohan BPIP
Budayawan ini juga menegaskan bahwa dalam era revolusi industri 4.0 terjadi pergeseran paradigma komunikasi.
“Sekarang komunikasi lebih menitikberatkan kepada alat digital yang canggih dan berteknologi tinggi. Di era ini manusia sering lupa bahwa komunikasi, tetaplah hal penyampaian informasi yang berjalan seperti biasa di mana ketika informasi disampaikan, maka akan mendapat reaksi pada pihak yang menerima,” kata dia.
BACA JUGA: BPIP: Gunakan Teknologi Komunikasi untuk Memperkuat Cinta Tanah Air
Dalam era yang mengutamakan kecepatan dan kebombastisan informasi aksi dan reaksi ini cenderung berjalan ke arah yang kasar, tidak sopan, dan tidak bertanggung jawab.
Hal ini menurut Benny menjadi tidak disadari manusia sekarang menjadi alat dari teknologi dan bukan sebaliknya. Hal ini terjadi karena masyarakat gagal menjaga kecerdasan literasi dan nilai-nilai kehidupan yang diwujudkan oleh Pancasila.
“Masyarakat terlalu dikendalikan oleh alat dan gadget sehingga tidak disadari manusia hanya menjadi manusia satu dimensi, kita hanya pengguna dan tidak punya kebijakan literal dan kekritisan terhadap gadget yang kita miliki maka dengan mudah hoaks menjadi standard berpikir dan bertindak dari masyarakat,” kata dia.
Dia juga mengaku sedih karena konten arus utama masyarakat Indonesia sendiri sekarang terjebak pada narasi bohong, sensasi dan hoaks. Hal ini terjadi karena konten-konten tersebutlah yang dianggap menarik dan memiliki nilai tukar dan nilai kemenarikan yang tinggi oleh media.
"Lingkaran setan media dan masyarakat inilah yang membuat narasi negatif, hoaks dan berita bohong sulit ditanggulangi di Indonesia,” pungkas Benny.
Benny berharap sesungguhnya diperlukan kemampuan dari pihak yang berwenang untuk dapat memberikan kontra narasi yang singkat, jelas, menarik dan berisi nilai-nilai positif. Sehingga dapat meredam konten bernuansa negatif yang berpotensi merusak persatuan dan kesatuan bangsa.
Menurut dia, publik harus dapat dipengaruhi dengan baik hingga tidak lagi terjebak pada berita hoaks, narasi bohong dan konten yang tidak pantas di alam maya. Aparat pemerintah dan pemangku kebijakan juga dapat menjalin komunikasi dengan para penggiat media sosial.
“Tujuannnya agar pemerintah dan pembuat kebijakan selalu memiliki pihak penetral yang dapat mencegah miskomunikasi dalam sosialisasi kebijakan apalagi dalam masa revolusi Industri 4.0 yang lebih berprinsip pada kecepatan penyampaian informasi adalah raja, bukan isinya," ujarnya.
Hal tersebut rentan menyebabkan misinterpretasi dan miskomunikasi tanpa menyadari bahwa pemberi dan penerima informasi masih manusia yang mungkin sekali terjebak dalam salah pengertian.
Sebab, aparat pemerintah sebagai Publik Speaker dari para pengambil kebijakan harus mulai lagi menggali nilai-nilai luhur yang telah ditanamkan bapak bangsa pendahulu kita dengan menjadikan Pancasila sebagai dasar kehidupan bangsa Indonesia, bukan hanya sebatas jargon dan slogan saja.
"Pancasila harus jadi dasar kehidupan dan berperilaku bagi Bangsa Indonesia seperti pengamalan sila Pertama yang menegaskan bahwa Kedaulatan ada di tangan Tuhan, karena jika kita takut Tuhan maka kita akan menjaga integritas sebagai pengamalan nilai-nilai Ketuhanan,” ujar Romo Benny.
Dia menegaskan para Publik Speaker Pemerintahan harus dapat menyadarkan bahwa Bangsa Indonesia harus mulai merefleksikan dan menghabituasikan Pancasila. Yaitu membiasakan untuk memiliki kerangka berpikir yang berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila kita semua harus mulai membangun kesadaran bahwa nilai Pancasila merupakan Ideologi Bangsa Indonesia.
Benny berpesan Pancasila harus dapat menjadi Living and Walking Ideologi dari bangsa Indonesia yang hanya dapat diraih dengan benar-benar melaksanakan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sebab, selama Pancasila belum menjadi payung sistem maka sistem hanya tergantung kalah dan menang bukan kemaslahatan bangsa.
Dia mengatakan jika Pancasila mau diaktualisasikan secara benar-benar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka kita harus memahami sudut pandang dan sejarah bangsa. Kita juga harus mulai belajar mencari dan memilah hal mana yang substansial, memutus dan menghentikan yang reaktif dalam menghadapi suatu masalah serta terus belajar dan menghayati nilai Pancasila.
“Pada akhirnya untuk menjadi Publik Speaker yang efektif kita harus memiliki logos atau ilmu berkomunikasi yang efektif, pathos yaitu memahami apa dan siapa audiensi kita serta memiliki ethos yaitu memiliki nilai kerja dan profesionalisme," ujar Romo Benny.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich