Apersi Desak Permenpera FLPP Pengadaan Perumahan Dicabut

Senin, 02 Juni 2014 – 21:15 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat dan sejumlah Dewan Pimpinan Daerah Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia mendesak Peraturan Menteri Perumahan Rakyat nomor 3 tahun 2014 tentang tentang Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) dalam Rangka Pengadaan Perumahan Melalui Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera, dicabut.

Permenpera itu dinilai inkonsistensi dan bertentangan dengan Undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

BACA JUGA: Jelang Ramadan, Pelni Siapkan Kapal Khusus Distribusikan Ternak

"Persoalannya masih selalu terjadi inkonsistensi kebijakan dari negara dalam merealisasikan komitmen untuk memberikan perumahan dan permukiman yang layak kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR),” kata Ketua DPP Apersi Eddy Ganefo, saat berdialog dengan Komisi V DPR, Senin (2/6).

Selain Eddy, rapat itu juga dihadiri  Ketua DPD Apersi Kalimantan Barat Junaidi Abdillah, Ketua DPD Apersi Gorontalo Yulin Kalesaran, Ketua DPD Sulawesi Utara Evert Lumy, Ketua DPD DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Aceh, Kalimantan Selatan, Jawa Timur.

BACA JUGA: Rumah tak Layak Huni 7,9 Juta Unit

Rombongan berdiskusi dengan Ketua Komisi V DPR Laurens Bahang Dama, Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin M Said dan Michael Wattimena serta beberapa Anggota Komisi V DPR.

Eddy menjelaskan, pasal 12 ayat 1 Permenpera menyebut bahwa KPR Sejahtera Tapak oleh Bank Pelaksana hanya dapat dilakukan paling lama tanggal 31 Maret 2015.

BACA JUGA: Tiga Operator Tanjung Priok Sudah Keluarkan Rp 2,3 T

Sedangkan pasal 2 disebutkan bahwa pengajuan pencairan dana FLPP kepada PPP terhadap penerbitan KPR Sejahtera Tapak sebagaimana dimaksud ayat 1 dapat dilakukan paling lama 30 Juni 2015. Sedangkan pasal 14 ayat 1 dinyatakan bahwa Penerbitan KPR Sejahtera Tapak oleh Bank Pelaksanan hanya dapat dilakukan paling lama 31 Maret 2015.

Pada ayat 2 disebutkan bahwa pengajuan pencairan dana FLPP kepada PPP terhadap penerbitan KPR Sejahtera Syariah Tapak sebagaimana dimaksud ayat 1, dapat dilakukan paling lama 30 Juni 2015.  

Menurut dia, hal ini inkonsistensi dengan UU nomor 1 tahun 2011 terutama pasal 54. Dia menjelaskan pasal 54 ayat 1  menyatakan bahwa pemerintah wajib memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR.

Kemudian, pasal 2 dinyatakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR sebagaimana dimaksud pada ayat 1, pemerintah dan atau pemerintah daerah wajib memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan.

Sedangkan pasal 3, menyatakan bahwa kemudahan dan atau bantuan pembangunan dan perolehan rumah bagi MBR sebagaimana dimaksud pada ayat 2 dapat berupa subsidi perolehan rumah.

“Inkonsistensi karena kredit atau pembiayaan pemilikan rumah sejahtera susun justru tetap diberikan yang notabene penerimananya bukan MBR,” katanya.

Selain itu, dia menambahkan, pada pasal 6 Permenpera juga terjadi inkonsistensi. Pada ayat 1 disebutkan bahwa Kelompok Sasaran KPR Sejahtera untuk KPR Sejahtera Tapak dan KPR Sejahtera Syariah Tapak adalah MBR dengan penghasilan tetap maupun tidak tetap paling banyak Rp 4 juta perbulan.

Pada ayat 2, Kelompok Sasaran KPR Sejahtera untuk KPR Sejahtera Susun dan KPR Sejahtera Syariah Susun adalah MBR dengan penghasilan tetap maupun tidak tetap Rp 7 juta perbulan.

"Ini inkonsitensi karena adanya standar ganda pengertian kelompok sasaran MBR," kata Eddy.

Dia menambahkan, jika hal ini dipaksakan maka backlog perumahan akan meningkat tajam, MB Rsemakin sulit dan kehilangan hak asasi untuk mendapatkan rumah layak huni. Selain itu, pengembang rumah murah akan hilang dan beralih ke rumah komersil.  

“Permenpera tersebut patut diduga melanggar UU nomor 1 tahun 2011. Pemberi subsidi patut diduga telah memperkaya orang lain dan penerima subsidi adalah orang yang tidak berhak menerima,” katanya.

Karenanya, Apersi menuntut pemerintah membatalkan Permenpera  nomor 3 tahun 2014 khususnya pasal 12 dan 14. “Mendesak pemerintah untuk tetap memberikan pembiayaan perumahan rakyat kepada MBR,” katanya.

Ketua Komisi V DPR  Lauren berterima kasih atas masukan Apersi dalam rangka pemenuhan kebutuhan perumahan bersubsidi untuk masyarakat.

“Masukan ini agar pemerintah ke depan melakukan kebijakan yang berpihak kepada rakyat kecil, karena rumah juga menjadi indikator kemiskinan,” kata Lauren.

Wakil Ketua Komisi V DPR Muhidin menambahkan, pihaknya akan meminta pemerintah untuk meluruskan masalah ini. Ia mengaku kaget ketika Permenpera itu dikeluarkan karena  rumah susun itu biasanya hanya cocok untuk di kota. Sedangkan desa, kota kecil, rumah masih sangat dibutuhkan.

“Saat raker  dengan Kementerian Perumahan nanti  akan kita sampaikan. DPR punya kewenangan mendesak bila tidak sesuai dengan Undang-undang,” ungkap Muhidin.(boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Air Asia Indonesia Gandeng Blue Bird Group


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler