Apindo Anggap Sulit Ajukan Keberatan UMK

Ancam Keluar dari Dewan Pengupahan

Minggu, 23 November 2014 – 14:07 WIB

jpnn.com - SURABAYA – Ada memang peluang bagi para pengusaha mengajukan penangguhan atas besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) yang telah ditetapkan Gubernur Soekarwo.

 

Namun, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jatim menilai permohonan penangguhan itu sangat ribet. Bahkan, selama ini pengajuan beberapa perusahaan sering kali gagal.

BACA JUGA: Harga Pertamax Dekati Premium

Menurut Kabid Pengupahan Apindo Jawa Timur Johnson Simanjuntak, upaya Pemprov Jatim memberikan peluang pengusaha untuk mengajukan penangguhan tersebut tidak benar-benar serius.

BACA JUGA: Stop Impor Garam dan Gula

’’Praktiknya itu sangat sulit. Syarat penangguhan sangat banyak,’’ ujarnya seperti diberitakan Jawa Pos.


Salah satu syarat yang sulit bagi para pengusaha adalah mendapatkan persetujuan dari serikat buruh. Hal itu juga pernah dilakukan sejumlah pengusaha di Jatim setelah penetapan UMK. ’’Jadi, akhirnya percuma juga mengajukan penangguhan,’’ ujarnya.

BACA JUGA: Beras Rata-Rata Naik Rp 2 Ribu

Meski begitu, lanjut dia, itu tidak berarti para pengusaha pasrah. Menurut Johnson, pihaknya tetap berusaha mengajukan keberatan atas besaran UMK 2015.

’’Senin (besok, Red) kami rapat untuk menentukan langkah dalam menyikapi kenaikan upah minimum tersebut,’’ tuturnya.

Johnson menambahkan, Apindo telah memiliki beberapa langkah jika memang pengajuan penangguhan atas besaran UMK itu sulit dilakukan. Antara lain, membahas biaya upah di tingkat internal saja.

Artinya, membuat perjanjian bersama antara perusahaan dan para buruh tentang upah tersebut. ’’Bila mungkin, tidak perlu penangguhan. Kesepakatan sesuai kemampuan masing-masing perusahaan dengan menaikkan upah 10–15 persen,’’ jelasnya.

Menurut dia, langkah itu sangat tepat karena tidak perlu melalui proses yang begitu rumit dengan campur tangan pemerintah. Sebab, jika hal itu tidak dilakukan, perusahaan terancam gulung tikar.

’’Yang mengetahui kondisi perusahaan ya pengusaha dan pekerja sendiri. Biarkan kami yang berembuk di dalam perusahaan,’’ ujar Johnson.

Dia menyatakan, pihaknya tidak khawatir jika rencana kebijakan itu dianggap menyalahi Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 72 Tahun 2014 tentang UMK 2015 di Jatim.

’’Apakah gubernur mau bertanggung jawab jika perusahaan tutup? Kalau gubernur mau menyediakan pekerjaan ribuan buruh yang terdampak jika gulung tikar, silakan,’’ jelasnya.

Johnson juga mengatakan, upah buruh yang ditetapkan tersebut sangat tidak rasional. Apalagi upah itu lebih tinggi daripada Jakarta. Bahkan, dalam membahas kenaikan UMK, Apindo terkesan hanya dianggap angin lalu.

Menurut Johnson, Apindo hanya sanggup membayar UMK Rp 2,45 juta untuk Kota Surabaya. Tetapi, setelah ada kenaikan harga bahan bakar (BBM), ternyata UMK mencapai Rp 2,71 juta. Padahal, kebijakan itu menabrak surat edaran (SE) tentang rumusan UMK yang ditetapkan pemprov sendiri.

Karena merasa tidak dianggap, sambung dia, Apindo Jatim berencana ingin menarik diri di dalam dewan pengupahan. ’’Sekarang kami sudah sangat dirugikan. Ada dan tidak ada Apindo di dewan pengupahan juga sama saja,’’ tegasnya.

Seperti diberitakan, gubernur telah menetapkan besaran UMK 2015 se-Jatim. Kota Surabaya tercatat paling tinggi. Yakni, mencapai Rp 2.710.000. Jika dibandingkan 2014, UMK Surabaya 2015 itu naik Rp 510.000 atau berkisar 23 persen.

Dengan besaran Rp 2,71 juta tersebut, UMK untuk Kota Surabaya lebih besar daripada DKI Jakarta yang nilainya Rp 2,7 juta.

Namun, belakangan upah minimum untuk Surabaya kalah besar dengan Kabupaten Karawang dan Kabupaten/Kota Bekasi, Jawa Barat.

Pada Jumat malam (21/11), ternyata gubernur Jabar menetapkan UMK Karawang Rp 2.957.000. Adapun Kabupaten Bekasi Rp 2.840.000 dan Kota Bekasi Rp 2.954.031.

Selain Kota Surabaya, UMK daerah ring I lain mengalami kenaikan signifikan. Kabupaten Gresik, misalnya, dari semula Rp 2,195 juta naik menjadi Rp 2,707 juta. Kemudian Sidoarjo dari Rp 2,190 juta menjadi Rp 2,705 juta.

Untuk Kabupaten Pasuruan, nilai UMK dari Rp 2,190 juta menjadi Rp 2,7 juta. Untuk Kabupaten Mojokerto, kenaikannya paling besar. Dari yang sebelumnya hanya Rp 2.050.000 meroket menjadi Rp 2.695.000.

Dihubungi terpisah, anggota Komisi E DPRD Jatim Ahmad Heri berharap para pengusaha menaati ketentuan UMK tersebut. Pihaknya meyakini sebelum memutuskan tentang upah minimum itu, gubernur melakukan pengkajian matang.

’’Kalau merasa keberatan, kan ada mekanismenya. Yang jelas, salah satu tujuan kenaikan upah pada pekerja itu, produktivitas diharapkan bertambah. Toh, nanti perusahaan juga yang diuntungkan,’’ ujar wakil rakyat asal Partai Nasdem tersebut.

Heri juga mengingatkan tentang kewajiban pengusaha untuk membayar upah minimum. Dalam pasal 90 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan, pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah daripada ketentuan upah minimum.

Bagaimana jika perusahaan merasa tidak mampu membayar sesuai UMK? Dalam ayat (2) disebutkan bahwa pengusaha yang tidak mampu membayar upah minimum bisa mengajukan penangguhan.

Seperti yang disampaikan Gubernur Soekarwo kemarin, pengusaha bisa mengajukan keberatan melalui dinas tenaga kerja (disnaker).

Namun, pengajuan permohonan penangguhan UMK itu tidak secara langsung dikabulkan. Perusahaan bersangkutan akan diaudit.

Nah, jika ternyata perusahaan tersebut sehat dan mampu membayar, pengusaha bisa terancam hukuman pidana atau denda karena telah melanggar undang-undang.

Adapun perusahaan yang membayar upah lebih rendah daripada ketentuan UMK bisa disanksi pidana atau denda. Sanksi itu juga sudah diatur UU tentang Ketenagakerjaan. Pada pasal 185 ayat (1) disebutkan, sanksi bagi perusahaan yang melanggar berupa pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan atau denda paling sedikit Rp 100 juta dan paling banyak Rp 400 juta.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Kota Surabaya beda sikap dengan Apindo. Meski UMK Surabaya terbilang ’’melangit’’, tetapi Kadin akan tetap berada di dewan pengupahan. Hingga kini, anggota Kadin Kota Surabaya mencapai 4.800 perusahaan. Total pekerjanya mencapai 480 ribu orang.

Menurut Ketua Kadin Kota Surabaya Jamhadi, keluar dari dewan pengupahan bukan cara yang bijak. Bahkan, bisa merugikan kalangan pengusaha sendiri. Sebab, kepentingan dalam pembahasan pengupahan tak bakal terwadahi.

Namun demikian, lanjut Jamhadi, pihaknya juga ikut menyesalkan keputusan Gubernur Jatim yang menaikkan UMK Surabaya itu menjadi relatif tinggi. Hal itu akan sangat berpengaruh pada iklim investasi.

Dia memprediksi, perusahaan padat karya di wilayah ring satu berpeluang akan hengkang untuk mencari lokasi alternatif. ’’Dampaknya, daya saing kota akan semakin kalah dengan daerah lain,” ujarnya.

Apalagi, tahun depan sudah ada perdagangan bebas. Persaingan Surabaya bukan hanya dengan daerah lain di Jatim. Tapi, juga kota-kota di luar negeri. Kondisi itu bakal menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi pengusaha maupun Pemkot Surabaya.

Di tempat terpisah, Wakil Ketua Dewan Pengupahan Kota Surabaya Hadi Subhan menuturkan bahwa rencana Apindo keluar dari dewan pengupahan tidak perlu dikhawatirkan.

Sebab, unsur pengusaha masih bisa diwakili kelompok lain. Di antaranya, wakil dari Kadin. ’’Yang tercantum di peraturan perburuhan itu perwakilan pengusaha. Jadi bukan berarti harus Apindo,” jelasnya.

Menurut Subhan, setelah pembahasan UMK selesai, dewan pengupahan akan disibukkan untuk membahas upah minumum sektoral kota (UMSK). Pada tahun ini, UMKS sudah diberlakukan di 74 sektor.

Perusahaan yang memberlakukan itu meliputi perusahaan asing dan perusahaan yang telah melantai di bursa saham. “Awal Desember nanti dibahas UMSK,” ujar dosen Fakultas Hukum Unair itu. (ayu/jun/c7/hud)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bohong jika Disebut Subsidi BBM Dinikmati Orang Kaya


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler