Stop Impor Garam dan Gula

Minggu, 23 November 2014 – 05:31 WIB

jpnn.com - IMPOR garam pun direncanakan dihentikan. Kementerian Perdagangan (Kemendag) bahkan siap mendukung keinginan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti agar dilakukan moratorium terhadap impor garam.

Namun, saat ini hal tersebut belum bisa terwujud sepenuhnya karena kebutuhan garam industri masih tinggi.

BACA JUGA: Beras Rata-Rata Naik Rp 2 Ribu

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Partogi Pangaribuan mengatakan, Indonesia memang sedang menuju swasembada garam. Karena itu, sebisanya kebutuhan dalam negeri dipenuhi oleh produksi dari petani dan produsen lokal.

”Sekarang produksi garam dalam negeri sudah sampai 2 juta ton per tahun. Kebutuhan garam rumah tangga kita itu 1,7 juta ton per tahun. Jadi, sudah cukup,” ucap dia kepada Jawa Pos kemarin.

BACA JUGA: Bohong jika Disebut Subsidi BBM Dinikmati Orang Kaya

Terlebih, Presiden Jokowi terus menginstruksikan lahan garam ditambah, misalnya yang mulai dilakukan di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

Memperbanyak pembukaan lahan itu dinilai Partogi sebagai cara tepat agar kelak semua kebutuhan garam dalam negeri bisa terpenuhi sebelum akhirnya dapat mengekspor. ”Targetnya, dalam lima tahun kita sudah bisa bendung impor garam seluruhnya,” kata dia.

BACA JUGA: Tarif Blue Bird Terkerek Harga BBM

Meski kebutuhan garam konsumsi alias garam rumah tangga saat ini sudah bisa terpenuhi, bukan berarti impor garam bisa langsung dihentikan. Sebab, ada kebutuhan garam industri sebanyak 1,9 juta ton.

Garam industri memiliki spesifikasi yang berbeda dengan garam konsumsi. Kadar garam industri lebih tinggi dengan natrium klorida (NaCl) lebih dari 97 persen. ”Kita ini bukannya tidak bisa bikin sendiri garam industri, tapi kan konsentrasi pertama untuk garam konsumsi. Nah, sekarang kan untuk garam konsumsi, kita sudah swasembada. Masih ada kelebihan dari produksi garam kita yang bisa dialihkan ke garam industri,” tutur dia.

Partogi yakin bahwa Indonesia, terutama PT Garam, sudah mampu mengolah sisa garam konsumsi produksi dalam negeri untuk diubah menjadi garam industri dengan metode pengolahan yang baik. Dengan semakin meningkatnya produksi garam dalam negeri, kelak kebutuhan industri juga bisa dipenuhi tanpa harus mengimpor.

”Untuk sekarang, kan tidak mungkin kami tidak kasih kebutuhan garam industri itu. Mereka sangat butuh, terutama untuk industri farmasi, pulp and paper, pemutih, dan lainnya,” terang Partogi.

Dalam rangka meningkatkan produksi garam dalam negeri, tambah Partogi, dibutuhkan kerja sama dan kerja keras Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Perindustrian, serta Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Sebab, dibutuhkan investasi yang tidak sedikit untuk mewujudkan hal itu.

”Lalu, harus mendorong perbankan untuk turut mendukung dan fokus pada yang berkaitan dengan maritim. Kalau pendanaannya tersendat, kan ya percuma juga,” imbuhnya.

Partogi yakin, pada 2015 status produksi garam dalam negeri sudah meningkat lagi sehingga impor perlahan bisa dikurangi. ”Lama-lama, kami setuju tidak boleh impor lagi,” tegasnya.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mengelompokkan impor garam bersama dengan belerang dan kapur. Pada September 2014, tercatat impor produk itu mencapai 1,282 miliar kilogram, naik dari 999,139 juta kilogram pada Agustus 2014.

Nilai impor periode Januari–September 2014 berdasar perhitungan cost, insurance and freight (CIF) sebesar USD 834,55 juta atau naik 2,3 persen jika dibandingkan dengan USD 815,65 juta pada periode Januari–September 2013.

Selebihnya, belum ada rencana spesifik yang terkait dengan moratorium di Kemendag. Termasuk untuk produk gula. Mendag Rachmat Gobel belum lama ini mengaku memerlukan perhitungan matang terkait dengan impor gula meskipun belum sampai tahap menghentikan. (gen/c11/end/V/bersambung)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kontrak Empat Blok Migas Diperpanjang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler